TEMPO.CO, Jakarta - Wali kota Rio de Janeiro Eduardo Paes menerapkan beberapa peraturan baru untuk kawasan pantai di kota tersebut. Pantai-pantai di Rio de Janeiro tidak hanya ramai dikunjungi wisatawan lokal dan mancanegara. Tapi juga semarak dengan alunan musik samba yang mengalun dari kios di dekatnya, aneka minuman koktail serta kursi-kursi yang tersebar di area pantai.
Jutaan wisatawan asing dan penduduk lokal memadati pantai Rio setiap tahun. Mereka dan banyak yang menikmati jagung manis, keju panggang, atau bahkan bikini atau perangkat elektronik yang dijual oleh pedagang di hamparan pasir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan peraturan yang dirilis pada pertengahan Mei 2025, suasananya mungkin akan berbeda. Eduardo ingin menjaga ketertiban kota, keselamatan publik, dan lingkungan, serta mempromosikan hubungan damai antara wisatawan dan penduduk.
Menurut peraturan baru itu, mulai 1 Juni 2025 penjualan makanan dan minuman, penyewaan kursi, pengeras suara, dan bahkan musik langsung di kios dilarang tanpa izin resmi. Pondok pantai hanya boleh memiliki nomor, bukan nama-nama kreatif yang sering digunakan saat ini.
Tanggapan musisi dan pedagang setempat
Peraturan baru tentu menuai respon positif dan negatif. Ad yang menyambut bak karena dianggap dapat mengatasi suasana yang kacau di pantai. Namun ada juga yang keberatan karena mengancam mata pencaharian musisi dan pedagang lokal, serta mengancam budaya pantai Rio yang dinamis.
“Sulit membayangkan Rio de Janeiro tanpa bossa nova, tanpa samba di pantai. Sementara dunia menyanyikan lagu Girl from Ipanema, kita tidak akan bisa memainkannya di pantai," kata Julio Trindade, yang bekerja sebagai DJ di kios-kios tersebut, seperti dilansir dari Euronews.
Orla Rio pemilik konsesi yang mengelola lebih dari 300 kios mengatakan pembatasan terhadap musik sama saja dengan membungkam jiwa daerah pesisir. "Pembatasan ini mengorbankan semangat Rio yang demokratis, musikal, bersemangat, dan autentik," katanya.
Penggunaan garis pantai
Dewan kota Rio membahas rancangan undang-undang yang bertujuan untuk mengatur penggunaan garis pantai, termasuk pantai dan trotoar. Anggota dewan setempat Dani Balbi mengecam RUU tersebut di media sosial. Upaya membatasi kegiatan masyarakat di pantai tidak sebanding dengan acara besar yang melibatkan seniman internasional seperti Lady Gaga awal bulan ini dan Madonna tahun lalu.
Sementara peraturan tersebut menimbulkan kemarahan dan ketakutan di kalangan pedagang. Maria de Lourdes do Carmo, 50, yang mengepalai Gerakan Pedagang Kaki Lima Bersatu — yang dikenal dengan akronimnya MUCA, mengatakan bahwa dewan kota tidak memberikan cukup izin kepada pedagang kaki lima di pantai. "Kami butuh izin, tetapi tidak diberikan,” katanya.
Bagi Maria Lucia Silva, seorang warga Copacabana berusia 65 tahun setuju dengan tindakan dewan kota. Dia mengecam kebisingan dan polusid di pantai, seraya mengatakan bahwa kawasan itu juga untuk orang lanjut usia dan . "Tidak ada yang membayar pajak properti yang sangat tinggi atau sewa yang tidak masuk akal untuk membuat kekacauan sebesar ini,” katanya mengecam kebisingan dan polusi di pantai.
Namun Rebecca Thompson, suasana yang semarak di pantai adalah daya tariknya. "Ada semangat, ada energi. Bagi saya, selalu ada rasa kebersamaan dan penerimaan yang kuat. Saya pikir akan sangat menyedihkan jika itu hilang," kata wanita yang berasal dari Wales dan mengunjungi Rio lagi setelah perjalanan lima minggu tahun lalu.