Liputan6.com, Jakarta Dalam kehidupan modern yang penuh dengan kemajuan teknologi dan derasnya arus informasi, manusia berlomba-lomba meraih ilmu setinggi-tingginya. Gelar akademik, penguasaan bahasa asing, serta pemahaman mendalam terhadap berbagai disiplin ilmu menjadi parameter kesuksesan. Namun, di balik kegemilangan ilmu tersebut, muncul pertanyaan penting: apakah ilmu itu cukup untuk menjadikan seseorang mulia di mata manusia, apalagi di hadapan Allah SWT?
Tidak sedikit kita saksikan orang yang berilmu tinggi, namun tindakannya tidak mencerminkan kebijaksanaan. Mereka fasih berdalil, namun tak segan mencaci. Pandai bicara, tetapi kurang sopan. Dalam konteks inilah pepatah Arab yang berbunyi “Adab lebih tinggi dari ilmu” menemukan relevansinya. Pepatah ini bukan sekadar nasihat lama, melainkan sebuah prinsip penting dalam ajaran Islam.
Agama Islam menempatkan adab sebagai fondasi utama dalam kehidupan. Sebab, adab menjadi cermin akhlak mulia yang membimbing ilmu menuju kebaikan dan keberkahan. Tanpa adab, ilmu bisa menjadi sumber kesombongan, bahkan kehancuran. Berikut ulasan Liptan6.com, Minggu (20/7/2025).
Makna “Adab Lebih Tinggi dari Ilmu”
Pepatah “Adab lebih tinggi dari ilmu” mengandung makna bahwa karakter dan sikap seseorang jauh lebih penting daripada sekadar pengetahuan yang dimiliki. Dalam buku Faktor X karya Tantomi Simamora dijelaskan bahwa adab menjadi hal yang sangat diperhatikan dalam Islam karena merupakan jembatan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Ia menulis, “Seorang yang memiliki ilmu tapi tak beradab, berarti ilmu itu tak berguna bagi dirinya untuk menjadikan orang yang beradab.”
Hadis Nabi Muhammad SAW juga memperkuat pernyataan ini:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَتِمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik.” (HR. Bukhari, Baihaqi, dan Hakim)
Dalam ayat Al-Qur’an, surah Al-Baqarah ayat 30-34, diceritakan tentang Iblis yang enggan sujud kepada Adam. Penolakannya bukan karena kurang ilmu, sebab Iblis adalah makhluk yang ahli ibadah dan memiliki wawasan, melainkan karena sombong dan tidak memiliki adab kepada perintah Allah. Inilah bukti bahwa ilmu tanpa adab hanya akan membawa pada kehancuran dan penolakan terhadap kebenaran.
Pandangan Ulama tentang Adab dan Ilmu
Para ulama klasik hingga kontemporer mengakui pentingnya adab bahkan sebelum seseorang mempelajari ilmu. Imam Malik RA pernah berpesan,
تعلم الأدب قبل أن تتعلم العلم
“Pelajarilah adab sebelum mempelajari ilmu.”
Yusuf bin Al-Husain berkata,
بالأدب تفهم العلم
“Hanya dengan adab, engkau akan memahami ilmu.”
Hadratusy Syekh Hasyim Asy’ari dalam kitab Adab Al-‘Alim wa Al-Muta’allim menyampaikan:
“Tauhid mewajibkan adanya iman, iman mewajibkan syariat, dan syariat mewajibkan adab. Maka barang siapa yang tidak memiliki adab, hakikatnya ia tidak memiliki syariat, iman, dan tauhid.”
Ibnu Al-Mubarak RA, dalam Antologi Hadits Tarbawi mengatakan:
“Mempunyai adab meskipun sedikit adalah lebih kami butuhkan daripada banyak ilmu pengetahuan.”
Para ulama terdahulu bahkan menghabiskan waktu puluhan tahun untuk mempelajari adab. Ibnul Mubarak berkata:
تعلمنا الأدب ثلاثين عاماً، وتعلمنا العلم عشرين
“Kami mempelajari adab selama 30 tahun, dan mempelajari ilmu selama 20 tahun.”
Adab Sebagai Jalan Menuju Ilmu yang Bermanfaat
Dalam praktiknya, banyak sekali bukti bahwa ilmu hanya bermanfaat ketika dibarengi dengan adab. Seorang murid tidak akan mampu menyerap ilmu gurunya tanpa rasa hormat. Dalam Siyar A’lamin Nubala’, Imam Malik mengatakan bahwa dirinya lebih banyak mengambil adab dari gurunya daripada sekadar ilmu.
Imam Abu Hanifah bahkan lebih senang mempelajari kisah-kisah ulama daripada bab fiqih karena menurutnya:
“Kisah-kisah para ulama dan duduk bersama mereka lebih aku sukai daripada menguasai beberapa bab fiqih. Karena dalam kisah mereka diajarkan berbagai adab dan akhlak luhur mereka.” (Al-Madkhal, 1:164)
Dalam konteks pendidikan masa kini, ini menjadi pengingat agar kita tidak hanya mengejar gelar akademik, tapi juga mengasah karakter. Pendidikan sejati adalah yang mampu membentuk manusia berilmu sekaligus berakhlak.
FAQ Seputar Pepatah “Adab Lebih Tinggi dari Ilmu”
1. Apakah benar adab lebih penting daripada ilmu dalam Islam?
Ya, banyak ulama seperti Imam Malik dan Yusuf bin Al-Husain menekankan pentingnya mempelajari adab sebelum ilmu. Hadis Nabi juga menunjukkan bahwa akhlak adalah misi utama kenabian.
Ya. Hadis “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik” (HR. Bukhari) menjadi bukti bahwa akhlak atau adab adalah inti dari ajaran Islam.
3. Bagaimana jika seseorang berilmu tapi tidak beradab?
lmu tanpa adab bisa membawa kepada kesombongan, sebagaimana kisah Iblis dalam surah Al-Baqarah ayat 30-34. Ilmu seperti ini tidak membawa manfaat.
4. Apakah adab bisa dipelajari seperti ilmu?
Tentu. Para ulama dulu mempelajari adab selama puluhan tahun. Adab bisa diasah dengan duduk bersama orang-orang shalih, membaca kisah ulama, dan mengamalkan ajaran Islam secara utuh.
Prioritaskan pembentukan karakter, jangan hanya mengejar pemahaman. Hormatilah guru, jangan sombong, jaga lisan, dan berdoalah agar Allah menganugerahkan akhlak mulia, sebagaimana doa Nabi:
"Allahummahdinii li ahsanil akhlaaqi, laa yahdi li ahsanihaa illa anta..." (HR. Muslim)
Sumber Rujukan:
- Simamora, Tantomi. Faktor X
- Sani, Ridwan Abdullah & Kadri, Muhammad. Pendidikan Karakter: Mengembangkan Karakter Anak yang Islami
- Al-Hakim, HR. Shahih Hadits
- Hasyim Asy’ari. Adab Al-‘Alim wa Al-Muta’allim
- Sriwijbant, Anjali. Antologi Hadits Tarbawi
- Masykur, Malik. Berguru Adab kepada Imam
- Jayana, Thoriq Aziz. Adab dan Doa Sehari-hari untuk Muslim Sejati
- Imam Adz Dzahabi. Siyar A’lamin Nubala’