Retaknya Hubungan Tak Tergoyahkan Jerman dan Israel

1 day ago 4

JERMAN, selain Amerika Serikat, adalah sekutu paling kuat Israel. Selama perang Gaza, Jerman selalu menyatakan dukungan mutlak terhadap hak bela diri Israel. Para politisi Jerman sering kali membingkai tindakan militer Israel sebagai pertahanan diri terhadap terorisme, yang menggemakan narasi pemerintah Israel. Pembingkaian ini membantu membenarkan dukungan politik dan material yang terus berlanjut meskipun ada kecaman internasional dan banyaknya bukti korban sipil dan kemungkinan pelanggaran hukum internasional.

Mengapa Jerman sebelumnya Mendukung Israel?

Dukungan Jerman untuk Israel di tengah perang Gaza yang sedang berlangsung berakar kuat pada tanggung jawab historisnya yang berasal dari Holocaust dan masa lalu Nazi. Komitmen ini, yang sering digambarkan sebagai Staatsräson ("alasan bernegara") Jerman, mencerminkan kewajiban moral dan politik untuk memastikan keamanan dan eksistensi Israel, sebuah sikap yang berulang kali ditegaskan oleh para pemimpin Jerman seperti Kanselir Olaf Scholz, Al Jazeera melaporkan.

Dukungan yang tak tergoyahkan ini juga dilihat sebagai bagian dari upaya Jerman untuk "memutihkan" citra internasionalnya. Ini semacam “penebusan dosa” pascaperang dan hubungan diplomatik dengan Israel dengan strategi yang lebih luas untuk menghadapi warisan Nazi sekaligus memperkuat posisinya sebagai kekuatan Eropa yang sejajar dengan Amerika Serikat. Hubungan tersebut dimulai sejak berdirinya Israel pada 1948 dan diformalkan dengan hubungan diplomatik pada tahun 1965, yang berkembang melalui penyatuan kembali Jerman dan budaya mengenang yang berpusat pada Holocaust.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun, beberapa pekan belakangan, sikap Jerman mulai bergeser. Jerman telah mengeluarkan peringatan terkuatnya kepada Israel atas serangan militer yang sedang berlangsung di Gaza, yang menandakan pergeseran signifikan dalam dukungan tradisionalnya terhadap Israel.

Apa yang Terjadi Saat Ini?

Menteri Luar Negeri Jerman Johann Wadephul mengumumkan bahwa Berlin sedang mempertimbangkan langkah-langkah yang belum ditentukan terhadap Israel, termasuk kemungkinan penangguhan pasokan senjata, karena adanya kekhawatiran bahwa senjata-senjata Jerman dapat digunakan dengan cara-cara yang melanggar hukum kemanusiaan, seperti dilansir Indian Express.

Wadephul menekankan bahwa dukungan Jerman untuk Israel tidak boleh "diperalat" untuk konflik di Gaza, dan menggambarkan situasi kemanusiaan saat ini—yang ditandai dengan serangan udara besar-besaran dan kekurangan makanan dan obat-obatan-sebagai "tak tertahankan".

Kanselir Friedrich Merz menggemakan nada baru ini, dengan menyatakan bahwa serangan udara Israel yang ekstensif di Gaza "tidak lagi dapat dipahami" atau dibenarkan dengan alasan untuk memerangi Hamas.

Berbicara dalam sebuah pertemuan di Finlandia, Merz mengatakan, "Serangan militer besar-besaran yang dilakukan oleh Israel di Jalur Gaza tidak lagi masuk akal bagi saya. Bagaimana mereka melayani tujuan untuk menghadapi teror... Dalam hal ini, saya memandangnya dengan sangat, sangat kritis." Ia menambahkan bahwa sudah tiba saatnya untuk menyatakan secara terbuka bahwa situasi saat ini tidak lagi dapat dibenarkan.

Apa yang Mendorong Sikap Baru Tersebut?

Menurut Times of Israel, hal ini menandai perubahan penting dari kebijakan lama Jerman "Staatsräson," yang membingkai dukungan terhadap Israel sebagai bagian inti dari identitas Jerman karena tanggung jawab historis yang berasal dari Holocaust.

Pergeseran ini terjadi di tengah meningkatnya tekanan di dalam negeri Jerman, termasuk seruan dari Partai Sosial Demokrat - bagian dari koalisi pemerintahan. Pada Senin, 26 Mei 2025, beberapa anggota Partai Sosial Demokrat (SPD) yang merupakan mitra koalisi utama dalam pemerintahan Kanselir Merz menyerukan embargo senjata terhadap Israel. Tuntutan mereka didasarkan pada keprihatinan serius atas potensi pelanggaran hukum kemanusiaan internasional dan krisis kemanusiaan yang semakin parah di Gaza.

Sementara itu, protes telah meletus di Jerman. Pada Selasa, puluhan aktivis Israel anti-perang dan warga Jerman berkumpul di luar Kementerian Luar Negeri Jerman, menuntut agar Uni Eropa menangguhkan perjanjiannya dengan Israel dan agar Jerman menghentikan semua ekspor senjata ke negara itu.

Demonstrasi tersebut juga diikuti oleh para pendukung non-Israel, beberapa di antaranya memegang plakat dalam bahasa Ibrani yang bertuliskan pesan-pesan seperti "Kita harus menentang genosida" dan "Tidak ada Nakba kedua."

Untuk faktor eksternal, Uni Eropa kini tengah meninjau kembali kebijakannya terhadap Israel, dengan negara-negara Barat lainnya seperti Inggris, Prancis, dan Kanada yang telah mengancam "tindakan nyata" atas serangan Israel ke Gaza dalam sebuah pernyataan bersama pada awal Mei.

 Para pejabat Jerman telah menekankan kebutuhan mendesak akan gencatan senjata dan langkah-langkah menuju solusi dua negara, dan bersikeras bahwa bantuan kemanusiaan ke Gaza harus ditingkatkan secara dramatis.

Bagaimana Tanggapan Israel?

Duta Besar Israel untuk Berlin, Ron Prosor, mengakui keprihatinan Jerman namun tidak memberikan komitmen apa pun, dengan menyatakan, "Ketika Friedrich Merz melontarkan kritik terhadap Israel, kami mendengarkan dengan seksama karena dia adalah seorang teman”.

Israel saat ini terlibat dalam kampanye diplomatik yang gencar yang bertujuan untuk mencegah pemerintah Jerman, khususnya kantor Kanselir Friedrich Merz dan Kementerian Luar Negeri Jerman, agar tidak mempertimbangkan - apalagi menerapkan - larangan ekspor senjata ke Israel. Informasi ini dilaporkan oleh lembaga penyiaran publik Israel, Kan 11, pada Selasa malam, yang dikutip Middle East Monitor.

Menurut Kan 11, perwakilan Israel secara aktif berusaha meyakinkan rekan-rekan Jerman mereka dengan menekankan bahwa rencana distribusi bantuan pangan saat ini di Gaza merupakan "perubahan yang dramatis dan mendasar" dibandingkan dengan upaya-upaya sebelumnya. Tujuannya adalah untuk mencegah adanya saran - eksplisit maupun implisit - untuk menghentikan pengiriman militer selama percakapan telepon yang diantisipasi antara Kanselir Merz dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

Untuk memperkuat posisi mereka, para pejabat Israel telah menyediakan dokumentasi terbaru mengenai distribusi makanan di Gaza. Mereka juga berupaya membentuk narasi media Jerman, mendorong liputan yang membingkai situasi ini sebagai "titik balik" atau "pengubah permainan" yang signifikan.

Hal ini terjadi di tengah-tengah kelaparan yang masih berlangsung, konflik yang terus berlanjut, dan kontrol ketat Israel terhadap pengiriman bantuan kemanusiaan, yang menurut banyak pengamat internasional bertentangan dengan standar-standar kemanusiaan yang ada.

Konflik yang sedang berlangsung, yang dimulai setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan sedikitnya 1.200 orang dan 250 orang disandera, telah menyebabkan penderitaan warga sipil yang signifikan dan pengungsian yang meluas di Gaza.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |