Stimulus Ekonomi Dinilai Tak Cukup Pulihkan Daya Beli Masyarakat

1 day ago 4

TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky, menilai kebijakan insentif yang baru diumumkan pemerintah tidak akan memperbaiki daya beli masyarakat secara signifikan. “Penyebab utama deflasi adalah lemahnya daya beli. Ini terlihat dari sektor pangan yang justru menjadi penyumbang deflasi terbesar. Padahal itu adalah kebutuhan pokok masyarakat bawah,” Rizky saat dihubungi, Selasa, 3 Juni 2025.

Menurut dia, deflasi yang sedang terjadi menunjukkan lemahnya konsumsi publik, terutama pada kebutuhan pokok di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah. Meski terdapat sejumlah komoditas pangan yang tetap mengalami inflasi akibat minimnya pasokan, kata Rizky, tren umumnya menunjukkan harga-harga cenderung turun karena konsumsi melemah. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rizky mengatakan kondisi ini menjadi akan berdampak secara langsung terhadap perekonomian karena menyangkut kebutuhan dasar. Sebab, dia melanjutkan, deflasi pada dasarnya lebih sering membawa dampak negatif bagi perekonomian. 

“Kecuali jika terjadi setelah lonjakan inflasi tinggi, deflasi umumnya mencerminkan pelemahan aktivitas ekonomi,” katanya.

Sementara itu, pemerintah merespons tekanan daya beli dengan mengeluarkan berbagai insentif, seperti diskon transportasi, penyaluran bansos tambahan, hingga subsidi upah bagi pekerja. Namun, Rizky menilai pendekatan ini belum menyentuh akar persoalan.

“Insentif tersebut hanya akan membantu sebagian kecil masyarakat dan bersifat sementara. Kebijakan seperti itu tidak bisa diandalkan untuk memperbaiki daya beli secara menyeluruh dan berkelanjutan,” ujar dia.

Rizky menekankan pentingnya menjaga inflasi pada tingkat normal, yakni sekitar 3 persen, untuk menciptakan stabilitas ekonomi. Stabilitas harga yang sehat, lanjut dia, akan mendukung pelaku usaha dalam merancang strategi bisnis serta memungkinkan masyarakat merencanakan keuangan secara lebih baik.

“Inflasi yang sehat justru menjadi fondasi pertumbuhan ekonomi. Sementara deflasi, seperti yang kita alami sekarang, adalah peringatan dini tentang melemahnya konsumsi rumah tangga,” ujarnya.

Sebelumnya, pemerintah meluncurkan lima skema stimulus ekonomi senilai total Rp 24,4 triliun. Stimulus ini bertujuan untuk menjaga laju pertumbuhan di tengah risiko perlambatan ekonomi global.

"Presiden memutuskan pemberian stimulus ini untuk mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi sekaligus memperkuat ketahanan domestik terhadap tekanan global," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers yang disiarkan lewat kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin, 2 Juni 2025.

Dari total anggaran tersebut, Sri Mulyani menjelaskan sebesar Rp 23,59 triliun berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sedangkan sisanya Rp 0,85 triliun berasal dari non-APBN. Lima stimulus ini akan berlaku terutama selama Juni dan Juli 2025.

Riri Rahayu berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |