Liputan6.com, Jakarta Malam 1 Muharram menandai awal tahun baru dalam kalender Hijriah, momen yang sering dipenuhi dengan berbagai amalan keagamaan dan refleksi spiritual. Namun, di tengah nuansa religius tersebut, muncul pertanyaan dari sebagian pasangan suami istri: apakah boleh melakukan hubungan intim di malam 1 Muharram? Apakah ada larangan atau aturan khusus dalam syariat Islam yang mengatur hal ini?
Dalam tradisi masyarakat Muslim, bulan-bulan tertentu seperti Muharram memang sering dikaitkan dengan larangan atau keutamaan amalan tertentu. Muharram sendiri dikenal sebagai salah satu bulan haram—bulan yang dimuliakan dalam Islam—di mana umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak ibadah dan menjauhi perbuatan dosa. Namun, apakah hubungan suami istri termasuk dalam perbuatan yang terlarang dalam konteks ini, atau justru masih dalam batas yang diperbolehkan secara syar’i?
Untuk menjawabnya secara tepat, penting untuk memahami hukum-hukum Islam berdasarkan sumber-sumber utama seperti Al-Qur’an, Hadis, dan pendapat para ulama. Artikel ini akan mengupas hukum berhubungan suami istri di malam 1 Muharram secara mendalam, agar umat Islam bisa menjalani awal tahun Hijriah dengan penuh ilmu dan keyakinan, tanpa terbebani prasangka atau tradisi yang belum tentu berdasar.
Apa Itu Malam 1 Muharram dalam Islam?
Malam 1 Muharram menandai dimulainya tahun baru dalam kalender Hijriyah, sistem penanggalan yang disusun berdasarkan peredaran bulan (qamariyah). Kalender ini ditetapkan pada masa Khalifah Umar bin Khattab RA, berdasarkan peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah.
Penetapan bulan Muharram sebagai bulan pertama bukan tanpa alasan, karena Muharram adalah bulan setelah pelaksanaan ibadah haji, dan hijrah secara fisik maupun spiritual seringkali dimulai setelah haji—yakni momen pembaruan diri dan niat.
Dalam Islam, Muharram termasuk salah satu dari empat bulan haram (الْأَشْهُرُ الْحُرُمُ) sebagaimana disebut dalam QS. At-Taubah ayat 36, yang artinya:
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan... di antaranya empat bulan haram.”
Keempat bulan haram tersebut adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Dalam kitab Tafsir al-Jalalayn, disebutkan bahwa bulan-bulan haram adalah waktu-waktu yang dimuliakan Allah, di mana umat Islam dianjurkan untuk menjauhi dosa dan memperbanyak amal kebajikan.
Menurut Imam al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin, malam 1 Muharram termasuk waktu yang penuh keberkahan. Beliau menyebut bahwa hendaknya seorang Muslim mengisi malam pergantian tahun Hijriyah dengan taubat, memperbanyak doa, dan memulai tahun dengan niat yang baik. Tradisi membaca doa akhir dan awal tahun juga berkembang dalam kalangan umat Islam sebagai bentuk harapan agar tahun yang akan datang penuh keberkahan dan terhindar dari keburukan.
Hukum Berhubungan Suami Istri di Malam 1 Muharram
Dalam Islam, berhubungan suami istri adalah bagian dari ibadah dan hak pasangan yang sah, selama dilakukan dalam batasan syariat. Tidak terdapat dalil yang secara khusus melarang hubungan suami istri di malam 1 Muharram maupun pada hari-hari dalam bulan Muharram. Meskipun Muharram termasuk dalam “bulan haram” yang dimuliakan (al-asyhur al-hurum), ini tidak berarti bahwa semua bentuk aktivitas duniawi atau biologis menjadi terlarang.
Dalam Tafsir Ibnu Katsir ketika menjelaskan QS. At-Taubah: 36, disebutkan bahwa bulan haram adalah bulan yang disyariatkan untuk menjauhi dosa dan peperangan, bukan aktivitas halal seperti hubungan suami istri. Sebagian tradisi masyarakat mungkin meyakini adanya pantangan pada malam-malam tertentu, termasuk malam 1 Muharram, untuk tidak berhubungan intim karena dianggap pamali atau akan mendatangkan sial. Namun, keyakinan seperti ini tidak berdasar dalam syariat, dan cenderung masuk dalam kategori khurafat atau bid’ah jika diyakini membawa akibat tertentu tanpa dalil.
Dalam kitab al-Mughni karya Ibnu Qudamah, disebutkan bahwa semua bentuk hubungan suami istri yang dilakukan dalam waktu yang mubah dan tidak diharamkan secara syar’i, maka hukumnya halal. Lebih lanjut, Syaikh Yusuf al-Qaradawi dalam bukunya "Halal dan Haram dalam Islam" menegaskan bahwa hubungan suami istri adalah sesuatu yang fitrah dan tidak dibatasi oleh waktu kecuali pada kondisi-kondisi khusus seperti saat istri haid, nifas, atau ketika sedang berpuasa di siang hari Ramadhan.
Tidak ada larangan bagi pasangan untuk berhubungan pada malam-malam bulan haram, termasuk malam 1 Muharram, selama dilakukan secara baik dan tidak mengganggu ibadah yang dianjurkan di bulan tersebut. Dengan demikian, hukum berhubungan suami istri di malam 1 Muharram adalah mubah (boleh), sama seperti malam lainnya. Yang terpenting adalah menjaga adab dan niat dalam berhubungan, serta tetap mengisi malam-malam mulia dengan amalan ibadah dan refleksi diri.
Pendapat Ulama tentang Berhubungan di Bulan Haram
1. Imam Syafi’i dan Mazhab Syafi’iyah
Dalam mazhab Syafi’i, tidak ada larangan berhubungan suami istri di bulan-bulan haram, termasuk Muharram, selama dilakukan antara pasangan yang sah dan tidak melanggar aturan lain seperti dalam masa haid atau ihram. Imam Syafi’i tidak secara eksplisit membahas larangan ini karena memang tidak ada dalil yang mengharamkannya. Dalam kitab "al-Umm" karya beliau, topik tentang larangan hubungan hanya dibahas dalam konteks haid, nifas, puasa siang hari di bulan Ramadan, dan keadaan ihram saat haji/umrah.
2. Imam Nawawi
Imam Nawawi, ulama besar dalam mazhab Syafi’i, juga tidak menyebutkan larangan hubungan intim di bulan-bulan haram. Dalam kitab "al-Majmū' Syarḥ al-Muhadzdzab", beliau membahas waktu-waktu yang terlarang untuk hubungan suami istri, dan tidak memasukkan bulan haram sebagai bagian dari larangan tersebut. Imam Nawawi justru menekankan pentingnya memahami larangan secara tekstual (naṣṣ) dan tidak menambah-nambahkan hukum tanpa dalil yang sahih.
3. Ulama Kontemporer: Syaikh Yusuf al-Qaradawi
Dalam bukunya yang populer “al-Halal wa al-Haram fi al-Islam” (Halal dan Haram dalam Islam), Syaikh Yusuf al-Qaradawi menegaskan bahwa:
“Hubungan suami istri adalah sesuatu yang halal secara fitrah, dan tidak boleh diharamkan kecuali berdasarkan dalil yang sah dari syariat. Tidak ada dalil yang melarang hubungan suami istri di bulan haram, maka hukumnya tetap mubah.” (Al-Qaradawi, al-Halal wa al-Haram fi al-Islam, hlm. 228)Beliau juga mengingatkan umat agar tidak mudah mengharamkan sesuatu hanya berdasarkan tradisi atau asumsi sial, sebab ini bisa termasuk bentuk ghuluw (berlebih-lebihan) dalam agama.
4. Tafsir dan Dalil Tambahan
Dalam Tafsir Ibn Kathir saat menafsirkan QS. At-Taubah: 36, dijelaskan bahwa larangan dalam bulan haram lebih condong kepada larangan perang dan perbuatan dosa (zulm), bukan larangan ibadah atau aktivitas halal lainnya seperti pernikahan dan hubungan intim. Tidak disebutkan larangan khusus dalam konteks hubungan suami istri.
Mayoritas ulama mazhab dan kontemporer sepakat bahwa tidak ada larangan berhubungan suami istri di bulan haram, termasuk malam 1 Muharram. Anggapan bahwa hubungan di malam-malam tertentu bisa membawa sial tidak memiliki dasar dalam Al-Qur’an dan Hadis, serta tidak ditemukan dalam kitab-kitab fiqih mu’tabarah.
Apakah Ada Larangan Khusus di Malam Tahun Baru Hijriah?
Tidak Ada Larangan Syariat Khusus di Malam Tahun Baru Hijriah
Dalam syariat Islam, tidak terdapat larangan khusus yang mengatur apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan di malam 1 Muharram atau malam tahun baru Hijriah. Tidak ada satu pun dalil shahih dari Al-Qur’an maupun Hadis Nabi Muhammad SAW yang menyebutkan adanya pantangan beraktivitas, termasuk larangan untuk keluar rumah, menikah, atau berhubungan suami istri pada malam tersebut.
Keyakinan bahwa malam 1 Muharram adalah malam keramat yang harus dihindari untuk melakukan kegiatan tertentu merupakan bagian dari adat atau kepercayaan lokal yang tidak memiliki dasar dalam agama. Dalam Islam, hari dan malam itu sama secara hukum kecuali jika ada nash yang mengkhususkan waktu tertentu.
Hal ini sebagaimana kaidah fikih:
“Al-ashlu fil asy-ya' al-ibahah hatta yadulla ad-dalilu ‘ala tahrimiha” (Asal hukum segala sesuatu adalah boleh, sampai ada dalil yang melarangnya.)
Pandangan Ulama: Hindari Keyakinan Khurafat
Syaikh Shalih al-Fauzan, ulama besar dari Arab Saudi, menegaskan bahwa:
“Tidak ada amalan khusus yang disyariatkan untuk malam tahun baru Hijriyah, dan tidak ada pula larangan tertentu. Menyandarkan mitos atau pantangan pada malam itu tanpa dalil adalah bentuk bid’ah atau khurafat.” (Diringkas dari ceramah beliau dalam Silsilah Syarh al-Muqtashar fi al-‘Aqidah)
Begitu juga dalam kitab "Fatawa Lajnah Daimah" (Komite Fatwa Arab Saudi) disebutkan bahwa mempercayai adanya malam-malam sial atau waktu-waktu keramat tanpa dasar dari Al-Qur’an dan Hadis merupakan kesalahan yang harus diluruskan. Islam mendorong umatnya untuk bersikap rasional, ilmiah, dan berdasarkan wahyu, bukan tradisi atau mitos.
Pertanyaan Umum Seputar Topik
1. Apakah ada dalil yang melarang hubungan suami istri di malam 1 Muharram?
Tidak ada. Dalam Islam, tidak ditemukan dalil shahih dari Al-Qur’an atau Hadis yang melarang hubungan suami istri pada malam 1 Muharram. Selama dilakukan oleh pasangan sah dan tidak sedang dalam kondisi yang diharamkan (haid, nifas, atau puasa siang Ramadan), maka hukumnya mubah (boleh).
2. Apakah malam 1 Muharram termasuk malam yang dianggap “keramat” dalam Islam?
Tidak. Islam tidak mengajarkan adanya malam keramat yang membawa sial jika dilakukan aktivitas tertentu. Mitos seperti ini biasanya berasal dari tradisi atau kepercayaan lokal yang tidak memiliki dasar syariat. Yang ada hanyalah keutamaan bulan Muharram secara umum sebagai bulan haram (dimuliakan).
3. Apa benar anak yang dikandung dari hubungan di malam 1 Muharram akan bernasib buruk?
Ini adalah mitos yang tidak berdasar. Islam tidak mengenal keyakinan bahwa nasib seseorang ditentukan oleh waktu kelahirannya. Semua manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Menyandarkan nasib kepada waktu atau tanggal tertentu termasuk bentuk khurafat (tahayul) yang harus dihindari.
4. Bagaimana sikap ulama terhadap pantangan di malam tahun baru Hijriyah?
Mayoritas ulama, termasuk ulama mazhab Syafi’i dan ulama kontemporer seperti Syaikh Yusuf al-Qaradawi dan Syaikh Shalih al-Fauzan, menolak adanya pantangan malam tahun baru Hijriyah. Mereka menekankan pentingnya beramal berdasarkan dalil, bukan berdasarkan tradisi atau mitos.
5. Apa yang dianjurkan dilakukan pada malam 1 Muharram menurut Islam?
Dianjurkan untuk berdoa, memperbanyak istighfar, memperbaharui niat hidup, dan melakukan muhasabah (introspeksi diri). Beberapa ulama juga menyarankan membaca doa awal dan akhir tahun, meskipun tidak wajib. Yang utama adalah memanfaatkan momen ini untuk perbaikan spiritual, bukan menjauhi aktivitas karena mitos.