TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) baru ke Kejaksaan Agung soal dugaan pemalsuan sertifikat hak guna bangunan (HGB) untuk pagar laut di perairan Desa Kohod. “Berkas perkaranya dikirim 28 April, sekarang sedang diteliti,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar saat ditemui di kantornya pada Senin, 5 Mei 2025.
Sebelumnya jaksa mengembalikan SPDP dan berkas perkara para tersangka kasus pemalsuan dokumen ke Bareskrim. Jaksa ingin polisi menyidik kasus ini ke ranah tindak pidana korupsi, bukan hanya pemalsuan dokumen. Meski jaksa sudah memberi petunjuk itu, Bareskrim ngotot menyidik kasus ini hanya soal pemalsuan dokumen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bolak-baliknya berkas yang memakan waktu itu berimbas pada berakhirnya masa penahanan empat tersangka yang berakibat pada penangguhan penahanan. Empat tersangka itu meliputi Kepala Desa Kohod Arsin bin Asip, Sekretaris Desa Kohod Ujang Karta, penerima kuasa Desa Kohod Septian Prasetyo dan Chandra Eka Agung.
Soal Bareskrim yang mengirim SPDP baru, Harli mengatakan jaksa akan menelaah lagi berkasnya. Ia menyebut SPDP baru yang dibuat masih menggunakan pasal yang sama seperti sebelumnya, yakni pasal 263, 264, 266 KUHP. “Pasalnya itu juga, dugaan tindak pidana pemalsuan surat dan atau pemalsuan akta autentik dan atau menempatkan keterangan palsu dalam akta autentik,” ujar dia.
Kasus pemalsuan sertifikat HGB di perairan Desa Kohod terungkap setelah ramai pemberitaan adanya pemasangan pagar laut sepanjang 30,16 hektare. Temuan awal menyebutkan ada 263 HGB yang diterbitkan di atas laut, padahal laut tidak bisa diterbitkan sertifikat HGB. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) kemudian turun tangan untuk mengecek kebenaran sertifikat yang diterbitkan oleh lembaganya.
Mereka menemukan 209 sertifikat terbukti ada di atas laut dan akhirnya dibatalkan. Sementara 58 sertifikat diketahui berada di dalam garis pantai sehingga tidak perlu ada pembatalan. Dari data ATR/BPN, 234 sertifikat tersebut milik PT Intan Makmur, 20 di antaranya milik PT Cahaya Inti Sentosa, 9 milik perseorangan dan 17 bidang tercatat sebagai Sertifikat Hak Milik (SHM). Letak HGB maupun SHM itu dekat dengan lokasi proyek pengembangan Kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 Tropical Coastland.
Dalam berkas pengembalian jaksa sebelumnya, jaksa mengindikasikan penerbitan sertifikat HGB dan SHM di perairan Desa Kohod digunakan untuk memperoleh keuntungan secara tidak sah dalam pengerjaan proyek pengembangan Kawasan PIK 2 Tropical Coastland.