Begini Respon Warga Korea Selatan terhadap Pemilihan Presiden

1 day ago 5

TEMPO.CO, Jakarta - Pemilihan presiden yang dipercepat menjadi 3 Juni 2025 mendapatkan beragam respon dari warga Korea Selatan. Sebagian kalangan menganggap pemilihan presiden ke-21 ini sebagai langkah awal untuk memperbaiki sesuatu yang salah.

Dinukil dari Asia News Network, pertama kalinya dalam hidupnya, Lim Hyung-jun yang berusia 18 tahun akan menggunakan hak pilihnya dan dengan penuh semangat menantikan hari pemilihan. Sebagai pemilih termuda yang memenuhi syarat, Lim mengatakan, pemilu kali ini sebagai awal untuk memperbaiki sesuatu yang salah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia masih mengingat jelas peristiwa 3 Desember 2024, saat Yoon menyatakan darurat militer yang ia anggap sebagai momen tidak nyata namun sarat makna sejarah. "Itu seperti sesuatu yang biasanya saya baca di buku pelajaran," ujar Lim. "Tapi sekarang, makin banyak orang yang sadar. Saya berharap krisis ini bisa memicu keterlibatan politik yang lebih luas."

Menurutnya, kegigihan menjadi hal utama dari hasil pemilu ini. "Lima tahun terdengar lama, tapi sebenarnya itu waktu yang singkat untuk menjalankan janji-janji kebijakan," katanya.

Lim menyoroti betapa seringnya arah ideologi presiden berubah-ubah. "Presiden sering berganti antara kubu liberal dan konservatif," ujarnya, sembari menyatakan harapannya agar pemerintahan mendatang mampu menjaga kesinambungan agar kebijakan yang baik tidak terabaikan hanya karena pergantian pemimpin.

Lebih dari sekadar ideologi, Lim mendambakan sosok pemimpin yang mau mendengar. Ia mengaku terinspirasi oleh mantan Presiden Roh Moo-hyun. Dia beranggapan, Roh sebagai pemimpin yang terasa dekat seperti tetangga yang benar-benar mau mendengarkan.

Adapun mahasiswa Universitas Hanyang, Lee June-seong (25), sangat ingin mengetahui secara mendalam komitmen para kandidat terhadap isu-isu jangka panjang yang berdampak pada generasi muda Korea, seperti pengangguran, perumahan, dan bantuan biaya hidup.

Walaupun topik-topik tersebut sempat disinggung dalam kampanye, Lee merasa kecewa karena pembahasannya terlalu dangkal dan minim penjelasan konkrit mengenai cara pelaksanaannya. “Sebagian besar janji memang berkaitan dengan kekhawatiran saya, tapi tidak ada penjabaran tentang bagaimana rencana itu akan dijalankan. Itu cukup mengecewakan,” ujarnya.

Lee juga sangat kecewa melihat format debat televisi yang lebih banyak diwarnai saling serang antar kandidat ketimbang pemaparan visi kebijakan. “Melihat debat yang sudah berlangsung, para kandidat terlihat lebih fokus menyerang lawan politiknya dibanding menjelaskan rencana masa depan untuk Korea. Ini justru memperburuk kelelahan politik di kalangan masyarakat.”

Terlepas dari siapa yang akan terpilih, Lee berharap presiden berikutnya membangun saluran komunikasi permanen antara pemerintah dan pemuda, seperti sistem petisi daring di situs Cheong Wa Dae yang diperkenalkan pada masa pemerintahan Moon Jae-in (2017–2022).

Di Daegu, seorang konselor karier berusia 44 tahun bernama Lee pesimistis terhadap pemilu kali ini. Dia tak mempedulikan siapa yang akan menang. Bagi Lee, tidak ada presiden yang benar-benar mampu membawa perubahan besar bagi negara.

“Banyak orang menaruh harapan tinggi pada pemilu ini karena berbagai krisis yang terjadi sejak darurat militer Desember lalu, tapi saya ragu presiden yang baru bisa memberikan perubahan positif yang signifikan,” ujar Lee.

Lee menyoroti bahwa sejumlah mantan presiden, seperti Lee Myung-bak, Park Geun-hye, Moon Jae-in, dan Yoon Suk Yeol, semuanya pernah terjerat kasus hukum. Ia juga menambahkan, saat ini ada calon presiden yang sedang menjalani lima proses persidangan pidana.

“Saya mendengar nama kandidat lain yang terseret dalam skandal politik, bahkan ada yang menimbulkan kontroversi karena menyebut pahlawan kemerdekaan Kim Gu mungkin berasal dari Tiongkok,” katanya, mempertanyakan apakah negeri ini benar-benar memiliki pemimpin yang layak.

Lee berharap pemimpin negara bisa berkontribusi nyata, seperti menangani isu besar seperti perumahan dan penciptaan lapangan kerja. Ia mengenang bagaimana dulu ia sempat menaruh harapan saat Presiden Park Geun-hye menjanjikan sikap tegas terhadap korupsi dan kejahatan, serta komitmen untuk mengangkat jaksa khusus. “Saat itu, saya membayangkan sebuah masyarakat yang adil dan bersih,” kata Lee.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |