Daging Kurban Apakah Boleh Makan? Simak Penjelasan Lengkapnya di Sini

1 day ago 7

Liputan6.com, Jakarta Setiap perayaan Idul Adha, umat Muslim di berbagai penjuru dunia melaksanakan ibadah penyembelihan hewan sebagai bentuk ketaatan dan kepedulian sosial. Di tengah pelaksanaan ibadah tersebut, sering muncul pertanyaan penting yang kerap dibahas: daging kurban apakah boleh makan oleh orang yang berkurban sendiri? Topik ini menarik karena menyentuh aspek syariat, sekaligus etika dalam berbagi kepada sesama.

Dalam praktiknya, sebagian masyarakat masih memiliki pemahaman yang berbeda mengenai distribusi hasil sembelihan. Hal ini menimbulkan kebingungan terkait hukum dan ketentuan yang berlaku. Salah satu persoalan yang paling sering dipertanyakan adalah tentang daging kurban apakah boleh makan oleh pihak yang berkurban dan keluarganya. Jawaban terhadap hal ini sangat penting, agar pelaksanaan ibadah tidak hanya sah secara agama, tetapi juga sesuai tuntunan yang benar.

Mengetahui secara jelas ketentuan fikih mengenai daging kurban apakah boleh makan akan membantu umat Islam menjalankan ibadah dengan penuh keyakinan dan ketulusan. Tidak hanya soal siapa yang berhak menerima, tetapi juga bagaimana seharusnya hewan kurban diolah, dibagikan dan dihormati sebagai bagian dari ibadah yang sakral. Oleh karena itu, pemahaman mendalam akan membawa umat kepada pelaksanaan kurban yang lebih bermakna dan tepat sasaran.

Simak penjelasan lengkap di bawah ini yang dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Rabu (28/5/2025).

Tahun ini, Hari Raya Idul Adha 1440 H jatuh pada Minggu, 11 Agustus 2019. Sebagian dari masyarakat Indonesai akan mendapatkan daging kurban. Bagaimana mengolah daging kurban? Simak videok berikut ini.

Penjelasan Daging Kurban Apakah Boleh Makan

Shohibul kurban merupakan sebutan bagi individu yang menunaikan ibadah penyembelihan hewan kurban dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ibadah ini dilaksanakan setiap tanggal 10 Dzulhijjah, yaitu bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha, serta dapat dilanjutkan pada tiga hari berikutnya yang dikenal sebagai hari tasyrik (11–13 Dzulhijjah). Dilansir dari kemenag.go.id, tujuan utama dari pelaksanaan kurban bukan semata-mata penyembelihan hewan, melainkan sebagai wujud ketakwaan dan kepedulian terhadap sesama, terutama kaum yang membutuhkan. 

Sebagai pelaksana kurban, seorang shohibul kurban memikul sejumlah tanggung jawab penting yang harus dipenuhi sesuai ketentuan syariat. Pertama, ia wajib memilih hewan kurban yang layak untuk disembelih, yakni hewan yang sehat, tidak cacat dan telah mencapai usia minimal sesuai jenisnya. Selanjutnya, proses penyembelihan pun harus dilakukan dengan mematuhi tata cara Islam. Shohibul kurban harus memastikan bahwa hewan disembelih dengan pisau yang sangat tajam agar tidak menyakiti hewan secara berlebihan, serta memotong bagian leher dengan cepat dan tepat. Penyembelihan sebaiknya dilakukan oleh orang yang memahami teknis dan hukum penyembelihan syar’i, agar ibadah kurban sah dan diterima.

Selain kewajiban, seorang shohibul kurban juga memiliki hak yang diakui dalam pelaksanaan ibadah ini. Salah satunya adalah hak untuk mengambil sebagian dari daging kurban. Dalam hal ini, para ulama membuat pembedaan berdasarkan jenis kurban yang dilaksanakan. Jika kurban tersebut merupakan kurban sunnah (disebut juga kurban tathawwu’), maka diperbolehkan bahkan disunnahkan bagi shohibul kurban beserta keluarganya untuk memakan sebagian dari daging tersebut. Hal ini mengikuti sunnah Rasulullah SAW yang diriwayatkan pernah menyantap daging dari hewan kurbannya sendiri, sebagai bentuk syukur kepada Allah.

Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW tidak makan terlebih dahulu saat Hari Raya Idul Fitri hingga beliau pulang dari salat dan menyantap hidangan yang tersedia. Sementara saat Idul Adha, beliau menahan diri dari makan hingga usai menyembelih hewan kurban, kemudian beliau mengonsumsi sebagian dagingnya, bahkan memakan hati dari hewan kurban tersebut sebagai bentuk simbolis dari ibadah yang telah dilaksanakan.

Berbeda halnya dengan kurban yang bersifat nadzar, yakni kurban yang sebelumnya telah diniatkan secara khusus sebagai nazar. Dalam hal ini, hukum memakan daging kurban berubah menjadi haram bagi shohibul kurban dan keluarganya. Daging kurban nadzar harus sepenuhnya disedekahkan kepada fakir miskin. Bahkan seluruh bagian hewan, termasuk tanduk dan kuku, tidak boleh dimanfaatkan oleh pihak yang bernadzar. Jika mereka secara sengaja memakan sebagian dari daging tersebut, maka mereka diwajibkan mengganti bagian yang dimakan dengan nilai setara dan mendistribusikannya kepada orang miskin sebagai bentuk penebusan.

Tata Cara Pembagian Daging Kurban dalam Islam

Dalam ajaran Islam, ibadah kurban tidak hanya berfungsi sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT, tetapi juga menjadi sarana untuk berbagi kebahagiaan dan mempererat ikatan sosial di tengah masyarakat. Oleh karena itu, setelah proses penyembelihan hewan kurban selesai dilaksanakan, terdapat ketentuan mengenai bagaimana sebaiknya daging kurban tersebut dibagikan. Pembagian ini dilakukan dengan tujuan agar keberkahan dari ibadah kurban dapat dirasakan secara luas, tidak hanya oleh pelaksana kurban tetapi juga oleh lingkungan sekitar. Secara umum, daging kurban dibagi ke dalam tiga bagian yang masing-masing memiliki tujuan dan makna tersendiri.

1. Sepertiga Bagian untuk Shohibul Kurban dan Keluarganya

Bagian pertama dari daging kurban diperuntukkan bagi orang yang berkurban, atau yang biasa disebut sebagai shohibul kurban, serta keluarganya. Islam memperbolehkan, bahkan menganjurkan, bagi pelaksana kurban untuk menikmati sebagian dari hasil kurbannya sebagai wujud rasa syukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah SWT. Dengan mengonsumsi daging kurban bersama keluarga, tercipta suasana kebersamaan yang mengandung nilai spiritual dan kebahagiaan. Ini juga menjadi simbol bahwa ibadah kurban bukan semata-mata tentang pengorbanan, tetapi juga tentang rasa syukur yang diwujudkan dalam bentuk jamuan bersama keluarga tercinta.

2. Sepertiga Bagian untuk Disedekahkan kepada Fakir dan Miskin

Sebagian dari daging kurban wajib disalurkan kepada orang-orang yang membutuhkan, khususnya fakir dan miskin. Inilah yang menjadikan kurban sebagai ibadah sosial yang mulia, karena melalui pembagian ini, umat Islam turut membantu mencukupi kebutuhan pangan mereka yang kurang beruntung. Dalam pelaksanaannya, bagian ini bisa disalurkan langsung oleh shohibul kurban maupun melalui panitia kurban yang bertugas mendistribusikannya secara merata. Esensi dari bagian ini adalah menyebarkan manfaat kurban hingga sampai kepada orang-orang yang benar-benar memerlukan, sehingga ibadah ini tidak hanya berorientasi spiritual, tetapi juga berdampak nyata dalam kehidupan sosial.

3. Sepertiga Bagian untuk Diberikan kepada Tetangga dan Kerabat

Bagian terakhir dari daging kurban dianjurkan untuk diberikan kepada para tetangga, sahabat, dan anggota keluarga yang tidak termasuk kategori fakir miskin. Pembagian ini menjadi wujud dari semangat silaturahmi yang dijunjung tinggi dalam Islam. Dengan berbagi daging kurban kepada lingkungan sekitar, hubungan sosial akan semakin erat, rasa persaudaraan antarwarga pun tumbuh lebih hangat. Selain itu, hal ini juga mencerminkan nilai kepedulian dan saling menghargai antaranggota masyarakat, terutama dalam momen istimewa seperti Hari Raya Idul Adha.

Makna dan Nilai Hikmah di Balik Pembagian Daging Kurban

Pelaksanaan ibadah kurban dalam Islam bukanlah semata-mata tindakan fisik berupa penyembelihan hewan ternak, melainkan mengandung dimensi spiritual dan sosial yang sangat dalam. Setiap aspek dari ibadah kurban, termasuk proses pembagian dagingnya, memiliki hikmah dan pelajaran berharga yang dapat memperkuat keimanan serta mempererat hubungan kemanusiaan. Pembagian daging kurban tidak hanya bertujuan untuk menyalurkan manfaat secara materiil, tetapi juga membawa nilai-nilai luhur yang mampu membentuk karakter seorang Muslim yang penuh empati, syukur, dan kepedulian sosial.

Salah satu hikmah utama dari pembagian daging kurban adalah tumbuhnya rasa syukur yang lebih mendalam dalam diri shohibul kurban. Ketika seseorang dengan ikhlas mengorbankan sebagian rezekinya dalam bentuk hewan ternak untuk disembelih dan dibagikan, maka ia sedang melatih dirinya untuk tidak terikat pada harta dunia. Ia belajar memahami bahwa segala bentuk rezeki adalah titipan Allah SWT yang harus dikelola dengan penuh rasa syukur dan tanggung jawab. Dengan berbagi daging kepada sesama, shohibul kurban menunjukkan rasa terima kasihnya kepada Sang Pemberi Nikmat dan berusaha menjadikan ibadah kurban sebagai bentuk pengabdian yang konkret.

Lebih dari itu, pembagian daging kurban juga berfungsi sebagai jembatan untuk mempererat ikatan sosial antarindividu dalam masyarakat. Ketika daging kurban dibagikan kepada tetangga, saudara, dan kerabat, terciptalah hubungan yang lebih harmonis dan saling menghargai. Suasana kebersamaan akan semakin terasa, terlebih saat masyarakat dapat menikmati hidangan yang sama dalam suasana Idul Adha yang penuh berkah. Momentum ini menjadi kesempatan emas untuk memperkuat silaturahmi, menghapuskan rasa iri hati, serta menciptakan lingkungan sosial yang saling mendukung dan peduli satu sama lain.

Selain sebagai sarana membina hubungan sosial, hikmah penting lainnya dari pembagian daging kurban adalah upaya membantu mereka yang hidup dalam keterbatasan. Banyak di antara kaum fakir miskin yang mungkin tidak memiliki kemampuan untuk membeli daging dalam kesehariannya. Melalui ibadah kurban, mereka bisa turut merasakan kenikmatan makanan yang mungkin jarang mereka konsumsi. Ini merupakan bentuk keadilan sosial yang nyata, di mana orang yang berkecukupan berbagi kebahagiaan dengan mereka yang membutuhkan. Maka, ibadah kurban tak hanya menumbuhkan ketakwaan secara pribadi, tetapi juga membawa keberkahan yang menyentuh hati banyak orang.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |