TEMPO.CO, Jakarta - Komisi III DPR RI akan memanggil Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin untuk meminta penjelasan soal pengerahan TNI jaga kejaksaan. Anggota Komisi III DPR Hinca Panjaitan berujar penjelasan itu diperlukan karena Kejaksaan Agung belum menjelaskan secara rinci alasan di balik kebijakan tersebut.
"Dalam waktu yang cepat ini kami mengusulkan dan sepakat itu untuk rapat tertutup dengan mengikutsertakan Jaksa Agung," ujar Hinca saat ditemui di Kompleks Parlemen, pada Kamis, 22 Mei 2025. Ia menilai Jaksa Agung akan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan DPR mengenai alasan sebenarnya mengapa kejaksaan perlu diamankan oleh TNI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebab, menurut Hinca yang berwenang mengamankan kejaksaan ialah Kepolisian RI. Pemanggilan Jaksa Agung itu juga tindak lanjut dari penjelasan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Febrie Adriansyah, dalam rapat dengar pendapat pada Selasa, 20 Mei 2025. Saat itu Jaksa Febrie diminta menjelaskan urgensi pengerahan TNI untuk menjaga kejaksaan.
Namun, menurut Komisi III penjelasan Febrie kurang spesifik karena hanya menyinggung itu merupakan wewenang Jaksa Agung Muda Pidana Militer. "Nanti di situ kami tanyakan lebih detail lagi, kenapa menggunakan (TNI). Apakah hanya kurun waktu tertentu saja Misalnya sebulan, dua bulan, tiga bulan atau selamanya?" kata Hinca. Namun, ia belum mengungkap kapan tepatnya Jaksa Agung dipanggil ke Senayan.
Menurut politikus Partai Demokrat itu Komisi III DPR sepakat untuk menggelar rapat secara tertutup. Ia beralasan agar anggota DPR dapat mendalami kasus-kasus yang saat ini ditangani oleh Kejaksaan Agung. Namun, ia pun membuka kemungkinan bahwa rapat itu akan digelar tertutup secara parsial.
Sebelumnya Jampidsus Febrie Adriansyah dicecar oleh Komisi III DPR soal pengutusan TNI mengamankan kantor Kejagung. Anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding mempertanyakan urgensi kebijakan tersebut.
"Dalam menangani kasus-kasus kan ada timbal balik dari orang-orang yang tidak merasa nyaman, katakanlah seperti itu, apakah selama ini Pak Febri dan kawan-kawan itu ada ancaman sehingga harus dijaga oleh TNI?" ujar Sarifuddin Sudding dalam rapat dengar pendapat di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Selasa, 20 Mei 2025.
Menanggapi pertanyaan soal TNI jaga kejaksaan, Jampidsus Febriansyah mengakui ada perlawanan dari pihak yang bersengketa dengan hukum. Adapun soal alasan pengerahan TNI, Febri berujar hal itu berkaitan dengan kebutuhan Jaksa Agung Muda Pidana Militer atau Jampidmil yang menangani kasus anggota TNI. "Saya bawa juga surat permintaan-permintaan dari Jampidmil ke teman-teman TNI untuk pengamanan," ucapnya.
Ia pun menyebut keterangan soal kebijakan ini bisa lebih dijelaskan oleh biro umum atau di bidang pembinaan dengan Jampidmil. "Jadi mungkin sebaiknya di Jampidmil itu (pertanyaannya)," kata Febri.
Pengamanan terhadap institusi kejaksaan terungkap pada telegram Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto pada 5 Mei 2025. Isi telegram itu menyatakan bahwa TNI mendukung kelancaran dan keamanan dalam pelaksanaan tugas penegakan hukum, baik di Kejati yang mengawasi hukum di tingkat provinsi, maupun Kejari yang menangani wilayah kabupaten/kota.
Pengerahan TNI untuk menjaga kejaksaan juga tertuang dalam Peraturan Presiden No 66 Tahun 2025 yang ditandatangani Presiden Prabowo Subianto pada 21 Mei 2025. Melalui peraturan ini, Kejaksaan berhak mendapatkan pelindungan dari dua institusi keamanan negara, yakni Kepolisian dan TNI. Pelindungan oleh Polri dan TNI ini dapat dilakukan atas permintaan Kejaksaan.