Kebijakan Top-down Koperasi Desa Merah Putih Berpotensi Gerus Nilai Kultur Lokal

5 hours ago 1

TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Administrasi Publik Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Kristian Widya Wicaksono, menjelaskan kebijakan top-down pada Koperasi Desa Merah Putih dikhawatirkan dapat menggerus nilai-nilai adat istiadat desa setempat. Pola top-down ini memaksa desa untuk meratifikasi program Koperasi Desa Merah Putih tersebut.

“Menurut saya ini di satu sisi ada hal yang menarik, tapi di sisi lain juga ada hal yang problematik,” ujar Kristian dalam acara diskusi publik bertajuk “Menguji Program Nasional Koperasi Merah Putih” di Unpar, Rabu, 21 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kristian mengatakan, jika dilihat dari ilmu kebijakan publik, pola top-down merupakan implementasi kebijakan klasik yang biasa diterapkan dalam organisasi militer yang menuntut kepatuhan. “Situasinya kita negara besar yang punya kearifan lokal yang berbeda-beda, terus mau dipaksakan dengan sebuah kebijakan program, ini nanti problem masyarakat akan di desa akan kesulitan ” ujarnya.

Kristian mengatakan tantangan teknologi yang memerlukan proses panjang untuk sampai pada tahapan kesiapan. Mengingat, Koperasi Merah Putih mencoba mengintegrasikan perkembangan teknologi komunikasi dalam pengelolaan organisasi koperasi.

“Jangankan kita bicara di level desa ya, di level pemerintah saja kan jadi masalah biasanya, kadang masih gagal,” kata Kristian.

Kristian juga menyoroti kekhawatiran tergerusnya koperasi tingkat desa yang sudah tersusun. Kebijakan top-down, kata dia, sering kali mengabaikan kebutuhan spesifik di tingkat lokal. Menurut dia, basis pembentukan desa ialah adat istiadat dan hal ini tidak dapat dipaksakan.

“Yang tadi saya catat itu adalah kultur koperasi di tingkat lokal yang sudah berkembang sedemikian rupa itu bisa tergerus nanti dengan datangnya Koperasi Desa Merah Putih. Jadi kalau bisa perlu adaptasi justru datangnya Koperasi Merah Putih menyesuaikan dengan kultur lokalnya, bukan dipaksakan secara top-down, tapi berdialektika dengan situasi yang berada di desa,” kata Kristian.

Kristian juga menjelaskan kekhawatiran kesinambungan Koperasi Merah Putih ini. Dana yang besar, kata dia, dikhawatirkan akan menciptakan ketergantungan.

“Yang saya khawatirkan adalah, kalau ini tidak berhasil, dana dari tiga sampai lima miliyar muncul malah tidak memberdayakan, malah menciptakan ketergantungan,” ujar Kristian.

Ia juga menjelaskan profitabilitas yang bertentangan dengan prinsip kekeluargaan. Menurutnya, tekanan profitabilitas berpotensi mengurangi fokus pada kesejahteraan anggota.

“Karena tidak mungkin begitu dikucurkan (dananya), pemerintah tidak memiliki target,” kata Kristian.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |