Kejaksaan Agung Periksa 10 Saksi Kasus Korupsi Tata Kelola Minyak Pertamina

5 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung memeriksa 10 orang saksi dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina periode 2018-2023. ”Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar dalam keterangan resminya, Jumat, 23 Mei 2025. 

Para saksi tersebut adalah Senior Executive Secretary PT Mahameru Kencana Abadi berinisial VE, Sekretaris Grup Mahameru DU, Direktur Qiltaking Merak periode 2013 DS, Contract Principal PT Triess Contractors Indonesia periode 2022 -  2025 FE dan HP selaku Vice President Supply & Distribution PT Pertamina Patra Niaga (PPN).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saksi lainnya adalah FA selaku Vice President Supply & Distribution pada Direktorat Pemasaran PT Pertamina (Persero) 2018, MUS selaku Project Management PT Pertamina International Shipping (PIS), KMSN selaku VP Strategic Planning and Development, AB selaku Procurement Officer PT PIS dan AFU sebagai Sr. Chartering Officer CFF & Gas periode 2023.

Sampai hari ini Kejagung sudah menetapkan 9 tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina. Enam tersangka dari pihak anak usaha Pertamina, di antaranya Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin dan Dirut PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi.

Kemudian ada Vice President Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya dan Edward Corne selaku Vice President Trading Operation Pertamina Patra Niaga. Sementara tersangka dari pihak swasta adalah Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa Muhammad Kerry Andrianto Riza, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim Dimas Werhaspati serta Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadan Joede. 

Menurut Kejaksaan Agung, pada periode 2023 saja, kerugian negara di kasus ini diperkirakan mencapai Rp 193,7 triliun. Kasus ini bermula dari adanya kebutuhan pemenuhan minyak mentah dalam negeri. Secara regulasi, anak usaha Pertamina seharusnya mengutamakan pasokan minyak bumi dalam negeri. Sebaliknya pihak swasta  juga harus menawarkan lebih dulu minyak bumi mereka kepada Pertamina. 

Namun para pihak memgkondisikan agar Pertamina bisa mengimpor minyak mentah dan produk kilang. Dalam prosesnya, penydik kemudian menemukan adanya mark up nilai kontrak pengiriman, pembelian BBM Ron 92 namun yang datang Ron 90 atau di bawahnya, hingga proses blending BBM yang dilakukan di perusahaan swasta. 

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |