Kronologi Sritex dari Pailit sampai Terbelit Kasus Hukum

4 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung menetapkan bekas Direktur Utama Sri Isman Textile atau Sritex, Iwan Setiawan Lukminto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pemberian kredit bersama Pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) Tahun 2020 Dicky Syahbandinata (DS) dan Direktur Utama PT Bank DKI Tahun 2020 Zainuddin Mappa (ZM).

“Dalam pemberian kredit kepada PT Sritex, tersangka DS dan ZM telah memberikan kredit secara melawan hukum karena tidak melakukan analisa yang memadai dan tidak menaati prosedur serta persyaratan yang telah ditetapkan,” kata Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung Abdul Qohar di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta, Rabu, 21 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan masih mendalami dugaan keterlibatan bank lain dalam kasus dugaan korupsi dalam pemberian kredit kepada Sritex setelah menetapkan tiga orang tersangka.

"Bagaimana bank sindikasi atau bank daerah yang lain, masih dalam proses pendalaman," kata Qohar.

Dia menyampaikan bahwa penyidik menemukan fakta bahwa PT Sritex dan entitas anak perusahaannya memiliki kredit dengan nilai tagihan yang belum dilunasi hingga Oktober 2024 sebesar Rp 3,588 triliun kepada Bank Jateng, Bank BJB, Bank DKI, dan sindikasi (Bank BNI, Bank BRI, dan LPEI).

Adapun dari PT Bank BJB dan PT Bank DKI sendiri, PT Sritex menerima kredit dengan jumlah Rp 692,9 miliar lebih.

Abdul Qohar mengatakan, Kejaksaan Agung telah memeriksa 55 saksi, terdiri atas 46 saksi yang sebelumnya sudah diperiksa dan 9 saksi diperiksa pada hari Rabu. Dari 9 saksi yang diperiksa, tiga orang di antaranya ditetapkan sebagai tersangka.

"Kemudian juga beberapa saat yang lalu penyidik juga telah melakukan pemeriksaan terhadap 1 orang ahli," katanya.

Sedangkan enam saksi lainnya yang juga diperiksa yaitu ERN dari Kantor Akuntan Publik, RFL dari pihak Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, NTP, RNL, UK dan ADM dari BJB.

Awal Mula Sritex Pailit

Sebelum terseret kasus hukum, perusahaan tekstil terbesar di Indonesia ini, kesulitan keuangan dan gagal bayar tagihan sehingga sejumlah kreditor menggugat pailit. Pemerintah mencoba turun tangan membantu, namun tidak berhasil mencegah kebangkrutan hingga perusahaan akhirnya mem-PHK 11.025 karyawan.

Kasus Sritex pailit berawal ketika perusahaan digugat oleh salah satu debiturnya, CV Prima Karya, pada Januari 2022 lalu. Saat itu CV Prima Karya mengajukan gugatan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang dilakukan oleh Sritex.

Sritex kemudian menuntaskan rapat kreditur di Pengadilan Niaga Semarang yang menyepakati rencana damai oleh semua kreditur separati. Dengan kesepakatan ini, voting mencapai kuorum sehingga Sritex dan tiga anak usahanya sukses mendapatkan restrukturisasi. Adapun, ketiga anak perusahaan tersebut adalah PT Sinar Pantja Djaja (SPD), PT Bitratex Industries (BI), dan PT Primayudha Mandirijaya (PM).

Sebelumnya, Sritex telah memperjuangkan langkah hukum sejak 19 April 2021 saat pertama kali PKPU diajukan. Permohonan itu dikabulkan pada 12 Mei 2021 dengan nomor Putusan 12/Pdt.SusPKPU/2021/PN.Niaga.Smg.

Bursa Efek Indonesia (BEI) juga telah menghentikan sementara perdagangan efek SRIL di seluruh pasar sejak 18 Mei 2021 sampai saat ini, karena adanya Penundaan Pembayaran Pokok dan Bunga MTN Sritex Tahap III Tahun 2018 ke-6.

Berdasarkan data Tim Pengurus PKPU Sritex, total tagihan Sritex mencapai Rp26 triliun. Keseluruhan tagihan ini berasal dari kreditur separatis senilai Rp 716,7 miliar dan tagihan kreditur konkuren Rp 25,3 triliun. Setelah kesepakatan tercapai, Sritex akan merestrukturisasi pokok utang bilateral dan utang sindikasi senilai US$ 344 juta menjadi fasilitas Unsecured Term Loan selama 12 tahun.

Sritex juga akan merestrukturisasi pokok terutang dari utang bilateral dan utang sindikasi senilai US$ 267,2 juta sebagai Secured Working Capital Revolver selama 5 tahun. Sementara itu, pokok utang bilateral dan utang sindikasi akan direstrukturisasi menjadi Secured Term Loan dengan jangka waktu 9 tahun.

Perusahaan tekstil itu pun mampu bangkit dan menangani perkara utangnya dengan baik. Direktur Utama PT Sritex, Iwan (Wawan) Kurniawan Lukminto, saat itu mengungkapkan utilitas Sritex berada pada 70-80 persen yang masih bisa mengekspor produk ke sejumlah negara melalui pasar mereka.

Ia juga menyebutkan, alasan industri tekstil pailit atau sedang terpuruk, yaitu faktor internal (dampak pandemi dan daya beli masyarakat menurun) serta eksternal (peperangan, perlambatan ekonomi global, barang masuk dari Cina atau impor, dan regulasi pemerintah).

Selain itu, Sritex juga sempat diisukan bangkrut pada pertengahan tahun 2024 lalu. Perusahaan tersebut kemudian menepis kabar tersebut, tetapi mengakui jika pendapatan perseroan menurun drastis.

Seiring dengan berjalannya waktu, Sritex kembali digugat oleh PT Indo Bharat Rayon karena dianggap tidak penuhi kewajiban pembayaran utang yang sudah disepakati. Pada akhirnya, Hakim Ketua Pengadilan Niaga Kota Semarang, Muhammad Anshar Majid mengabulkan permohonan PT Indo Bharat Rayon sebagai debitur Sritex. Sritex pun dinyatakan pailit atau tidak mampu membayar utang-utangnya.

Raden Putri, Septia Ryanthie, Adil Al Hasan, dan Rachel Farahdiba berkontribusi dalam artikel ini.
Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |