TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung tengah mempertimbangkan untuk mengajukan gugatan praperadilan atas kriminalisasi terhadap Tri Yanto (TY), mantan pegawai Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) yang saat ini berstatus sebagai tersangka. Yanto dituding melakukan tindak pidana membocorkan dokumen rahasia setelah melaporkan dugaan korupsi di Baznas Jawa Barat.
“Untuk (wacana pengajuan) praperadilan, saat ini masih dikaji,” kata Kepala Bidang Kampanye & Jaringan LBH Bandung Fariz Hamka Pranata melalui pesan tertulis ketika dihubungi Tempo,Rabu, 28 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya Kepolisian Daerah Jawa Barat telah menetapkan Tri Yanto sebagai tersangka dengan tuduhan tindak pidana illegal access dan membocorkan dokumen rahasia. Setelah diperiksa pada Senin, 26 Mei 2025, Yanto dijerat dengan Pasal 48 jo Pasal 32 (1) dan (2) Undang-undang ITE.
Yanto dituding melakukan dugaan tindak pidana tersebut setelah melaporkan dugaan korupsi dana zakat senilai Rp 9,8 miliar dari tahun 2021 hingga 2023 dan dana hibah APBD Pemerintah Provinsi Jawa Barat senilai sekitar Rp 3,5 miliar. Adapun juru Bicara Polda Jawa Barat, Komisaris Besar Hendra Rochmawan menyatakan Wakil Ketua Baznas Jabar Achmad Ridwan sebagai pelapor dalam kasus ini.
LBH Bandung menilai telah terjadi pelanggaran terhadap hak atas perlindungan whistleblower sebagaimana tertuang dalam Pasal 33 UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang merupakan derivasi dari UN Convention Against Corruption Pasal 32-33.
Selain itu, terdapat pelanggaran atas hak atas proses hukum yang adil seperti tertuang dalam pasal 14 International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) atau Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, “di mana terjadi ketimpangan akses keadilan antara pelapor (individu) dengan institusi kuat seperti Baznas.”
Selanjutnya, LBH Bandung menilai adanya pelanggaran terhadap hak atas kebebasan berekspresi seperti yang tertuang dalam pasal 19 ICCPR yang dibatasi melalui pemidanaan UU ITE.
“Kasus ini memperlihatkan pola struktural yang problematik dimana hukum digunakan sebagai alat represi dengan Penggunaan pasal karet (UU ITE) untuk melindungi pelanggaran & terjadi asimetri kekuasaan di mana terjadi ketidakseimbangan antara pegawai biasa versus lembaga berjaringan politik kuat,” ujarnya.
Selama proses pemeriksaan di Polda Jabar, LBH Bandung turut melakukan pendampingan hukum atas Yanto. LBH Bandung, Fariz berujar, juga telah membuat laporan pengaduan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk Yanto. “Karena TY masuk kategori whistleblower yang beritikad baik,” tuturnya.
Di samping itu, LBH Bandung juga mendesak Polda Jawa Barat menghentikan perkara Yanto dan mencabut statusnya sebagai tersangka. Menurut mereka, proses hukum ini merupakan bentuk pembalasan (retaliation) yang melanggar UU Perlindungan whistleblower dan prinsip due process of law. “Negara wajib melindungi pelapor, bukan mengkriminalisasinya.”
Meski demikian, Fariz menyatakan pihaknya belum menerima respons dari Polda Jabar. Sementara itu, secara prosedural, jika penyidikan di kepolisian telah dianggap selesai dan bukti-bukti dianggap cukup, berkas perkara akan dilimpahkan ke kejaksaan yang memungkinkan Yanto untuk ditahan.