Mengapa Marak PHK di Perhotelan dan Restoran?

10 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar 70 persen pelaku usaha perhotelan dan restoran di Jakarta berpotensi melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jakarta Sutrisno Iwantono mengatakan perlunya campur tangan pemerintah untuk mencegah hal itu.

“Jika kondisi ini terus berlanjut tanpa adanya intervensi kebijakan yang mendukung sektor pariwisata dan perhotelan, mereka akan terpaksa melakukan pengurangan jumlah karyawan,” kata Sutrisno dalam keterangannya, Senin, 26 Mei 2025. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia menuturkan bahwa para pelaku bisnis perhotelan memperkirakan akan mengambil langkah PHK terhadap 10-30 persen karyawan. Selain itu, sekitar 90 persen pelaku usaha mempertimbangkan untuk mengurangi jumlah pekerja harian (daily worker) sebanyak 90 persen. Sedangkan 36,7 persen lainnya menyatakan bakal memangkas jumlah staf. 

Sutrisno menyebut PHK dilakukan lantaran tingkat hunian yang turun drastis, sedangkan biaya operasional meningkat dan membebani keberlanjutan bisnis. PHRI Jakarta mencatat sebanyak 96,7 persen pemilik hotel melaporkan terjadinya penurunan tingkat hunian. 

Mengacu pada hasil survei yang diselenggarakan oleh PHRI Jakarta, penurunan tertinggi berasal dari segmen pemerintahan yang tembus 66,7 persen. Menurut Sutrisno, penurunan tertinggi dari pelanggan pemerintahan itu terjadi seiring dengan kebijakan efisiensi anggaran. 

“Penurunan dari pasar pemerintah ini semakin memperburuk ketergantungan industri hotel terhadap wisatawan domestik,” ucap Sutrisno. 

Dia mengungkapkan bahwa para pebisnis juga mengeluhkan pangsa wisatawan mancanegara terhadap level okupansi hotel di Jakarta yang terbilang sangat kecil. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa rata-rata persentase kunjungan turis luar negeri sepanjang 2019-2023 hanya 1,98 persen per tahun bila dibandingkan dengan wisatawan dalam negeri. 

“Ini mencerminkan kurang efektifnya strategi promosi dan program pemerintah dalam mendatangkan turis mancanegara, khususnya ke Jakarta,” ujar Sutrisno. 

Dia pun mendesak supaya pemerintah segera membenahi strategi promosi dan merumuskan kebijakan pariwisata yang lebih efektif untuk menjangkau wisatawan internasional. 

Dia juga mengatakan industri perhotelan dan restoran tengah menghadapi tantangan berupa kenaikan biaya operasional. Sebagai contoh, tarif air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang melonjak hingga 71 persen dan biaya gas mencapai 20 persen. Kenaikan biaya operasional itu juga diperberat dengan peningkatan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 9 persen pada 2025. 

Sutrisno pun mengungkapkan bahwa para pelaku usaha mengeluhkan persyaratan administrasi berupa regulasi dan sertifikasi yang dinilai rumit dan memberatkan. Misalnya, banyaknya perizinan yang harus dipenuhi, seperti sertifikat laik fungsi, izin lingkungan, hingga perizinan terkait minuman beralkohol. 

Tak hanya itu, pengusaha juga menyoroti tahapan birokrasi yang panjang, seperti duplikasi dokumentasi antarinstansi dan pengenaan biaya yang tidak transparan, yang dinilai dapat menghambat keberlangsungan usaha. 

Lebih lanjut, Sutrisno mengklaim industri perhotelan dan restoran selama ini telah berkontribusi besar terhadap pendapatan asli Jakarta dengan rata-rata sumbangan sekitar 13 persen. Dia berdasar pada data BPS tahun 2023, di mana ada lebih dari 603 ribu tenaga kerja yang bergantung pada bidang usaha akomodasi dan makanan-minuman di Jakarta. 

Dia meyakini bahwa penurunan kinerja di industri perhotelan dan restoran akan membawa efek domino terhadap sektor lain, seperti pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM); pemasok logistik; pelaku seni budaya; hingga petani. Pasalnya, sektor-sektor itu memiliki keterkaitan dengan bidang perhotelan dan restoran. 

Sutrisno pun meminta pemerintah memperhatikan keluhan para pelaku usaha sebagai peringatan serius. Menurut dia, tanpa adanya upaya nyata dan strategi pemulihan yang tepat, industri perhotelan dan restoran berisiko mengalami krisis berkepanjangan yang dampaknya bisa melebar ke sektor lainnya. 

Alfitria Nefi P berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 
Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |