Mengapa Ojol Minta Status Mitra Diubah jadi Pekerja Tetap?

5 hours ago 3

TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 3.000 pengemudi ojek daring atau ojek online (ojol) diperkirakan akan menggelar unjuk rasa di Kantor Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Jakarta, pada Selasa, 20 Mei 2025. Demonstrasi dilakukan salah satunya untuk meminta penghapusan status kemitraan antara pengemudi dan perusahaan aplikator.

Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati mengatakan status kemitraan membuat pengemudi ojol hingga kurir mengalami kerugian dalam aspek kesejahteraan tenaga kerja. “Tetapkan pengemudi ojol, taksi online, dan kurir sebagai pekerjaan tetap,” kata Lily kepada Tempo, Senin, 19 Mei 2025. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelumnya, tuntutan untuk mengubah status kemitraan pengemudi ojol menjadi karyawan tetap telah beberapa kali menyeruak. Pada Oktober tahun lalu, SPAI meminta Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menetapkan status pekerja tetap pengemudi ojol, taksi online, dan kurir. 

SPAI menilai langkah tersebut bertujuan agar para pengemudi ojol mendapatkan hak-hak pekerja, termasuk upah minimum sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan. “Untuk itu, kami mengimbau Menteri yang baru segera merealisasikan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) yang melindungi pekerja platform,” ucap Lily dalam keterangan tertulis, Kamis, 24 Oktober 2024. 

Pada November 2024, SPAI kembali menyuarakan harapan kepada pemerintah agar status pengemudi ojol ditetapkan sebagai pekerja tetap sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan). Ketua SPAI menilai status mitra selama 10 tahun terakhir telah memperbudak pengemudi. 

“Status mitra telah memperbudak pengemudi untuk terus-menerus mengikuti perintah perusahaan platform dalam memperoleh keuntungan,” ujar Lily dalam keterangan tertulis, pada Selasa, 19 November 2024. 

Lalu pada April 2025, SPAI mendesak agar pengemudi ojek online diakui sebagai pekerja tetap berdasarkan hukum ketenagakerjaan yang berlaku. SPAI menyebut dalam rancangan regulasi itu setidaknya mencantumkan beberapa aspek perlindungan, seperti jaminan pendapatan, penghapusan potongan platform, hingga upah minimum yang layak. 

"Sehingga pengemudi mendapatkan upah minimum yang tetap dan layak setiap bulannya, dan upah lembur serta upah yang dibayar saat cuti haid dan melahirkan," kata Lily dalam keterangan tertulis, yang dikutip Selasa, 15 April 2025. 

Selain itu, Lily meminta aturan itu juga harus menjamin persamaan hak tanpa diskriminasi, sehingga tidak ada lagi skema tingkatan atau level, skema slot/hub, skema langganan, skema aceng (argo goceng), skema hemat, dan skema prioritas lainnya. Menurut dia, berbagai jenis skema itu justru menurunkan pendapatan pengemudi. 

“Diskriminatif, menurunkan tingkat pendapatan pengemudi ojol. Karena skema diskriminatif itu, pengemudi ojol hanya mendapatkan rata-rata Rp 50-100 ribu per hari,” ucap Lily. 

Dengan dihapuskannya skema diskriminatif itu, SPAI beranggapan bahwa pengemudi ojol dapat bekerja selama 8 jam, sehingga tidak perlu bekerja 12-17 jam setiap hari. Tak hanya itu, pengemudi juga memperoleh waktu istirahat yang cukup guna terhindar dari kelelahan dan risiko kecelakaan kerja di jalan. “Selain itu, pengemudi ojol mendapatkan dua hari libur pada Sabtu dan Minggu,” ujar Lily. 

Alif Ilham Fajriadi, Ridian Eka Saputra, dan Adil Al Hasan berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 
Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |