TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Agama Nasaruddin Umar menyebut dampak perubahan iklim yang menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan saat ini sudah harus segera dihentikan. Musababnya, kerusakan lingkungan yang terjadi telah menimbulkan bencana alam yang berdampak langsung pada seluruh makhluk hidup, terutama manusia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kontribusi korban jiwa karena kerusakan lingkungan lebih dahsyat dari kontribusi akibat perang," kata Nasaruddin setelah berdiskusi dengan pengurus pusat HKBP di ruang VVIP Masjid Istiqlal, Jakarta, pada Rabu, 28 Mei 2025.
Dia mencontohkan, peperangan yang terjadi saat ini, misalnya, antara Rusia dan Ukraina memang menjadi bencana besar bagi manusia, karena menyebabkan banyak korban jiwa. Tetapi, kata dia, kerusakan lingkungan jauh lebih besar dalam urusan menyumbangkan jumlah korban jiwa.
Menurut Nasaruddin, jumlah korban jiwa karena kerusakan lingkungan mencapai 1 juta jiwa per tahun. Karenanya, kata dia, pelbagai kelompok agama mesti menyerukan kepada seluruh umat dan manusia untuk berupaya mencegah terjadinya perubahan iklim.
Upaya-upaya itu, Nasaruddin mengatakan, dapat dilakukan dengan menerapkan pendekatan agama, misalnya, menggunakan diksi bahwa tindakan merusak lingkungan merupakan perbuatan dosa yang dilarang oleh Tuhan.
"Lingkungan yang sehat berkontribusi juga dengan jiwa, tubuh, dan rohani yang sehat," ujar Imam Besar Masjid Istiqlal itu.
Dalam kesempatan serupa, Ephorus Huria Kristen Batak Protestan atau HKBP Pendeta, Victor Tinambunan, menyatakan mereka terus berupaya menyelamatkan kerusakan lingkungan dengan pendekatan-pendekatan agama.
Pendekatan yang dimaksud, dia menjelaskan, ialah dengan terus menyerukan dampak kerusakan lingkungan terhadap sistem sosial dan kehidupan manusia kepada para umat di gereja. "Kami percaya, ketika lingkungan dijaga dengan baik, maka Tuhan akan memberkati seluruh manusia," ujar Victor.
HKBP, kata dia, juga akan meminta pemerintah untuk meninjau ulang rencana perluasan area program lumbung pangan di wilayah Pakpak Bharat, Tapanuli Utara, dan Tapanuli Tengah.
Menurut Victor, rencana perluasan itu harus dikaji ulang secara empiris dengan melibatkan para ahli dan masyarakat. Sebab, rencana perluasan area sekitar 15 ribu hektar, tentu akan dilakukan dengan membabat hutan yang ada.
HKBP, dia mengatakan, khawatir pembabatan hutan untuk perluasan area lumbung pangan malah mendatangkan mudarat, alih-alih keberkahan kepada masyarakat. Mudarat yang dimaksud ialah terjadinya bencana alam.
"Jangan hanya karena kepentingan segelintir pihak harus mengorbankan hutan dan manusia lainnya," ujar Victor.