Negara-negara Uni Eropa yang Masih Mengkonsumsi Batu Bara

1 day ago 6

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan, negara-negara Uni Eropa masih mengoperasikan pembangkit listrik tenaga batu bara. Menurut Bahlil, negara-negara Eropa yang lebih maju itu masih membeli batu bara dari Indonesia.

Bahlil menyampaikan hal itu terkait dengan rencana transisi energi pemerintah. Menurutnya, rencana pemerintha untuk beralih dari energi fosil ke energi bersih terlalu cepat. “Kita saja yang terlalu kekinian. Tapi ya sudah, enggak apa-apa. Ini dalam rangka menjaga bumi kita kan. Yang penting subsidi dari negara jangan banyak-banyak aja,” ujar Bahlil, saat peluncuran Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT PLN (Persero) Tahun 2025–2034 di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin, 26 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dilansir dari situs resmi statistik Uni Eropa, negara-negara Eropa memang masih mengkonsumsi batu bara. Polandia (42 persen) dan Jerman (23 persen) bersama-sama menyumbang hampir dua pertiga dari total konsumsi batu bara keras Uni Eropa pada 2023, diikuti oleh Italia, Prancis, Belanda, Republik Ceko, dan Spanyol (masing-masing antara 3 persen dan 6 persen).

Meskipun demikian, konsumsi batu bara keras Uni Eropa dari 2018 hingga 2023 cenderung menurun. Pada 2018, konsumsi batu bara di Eropa lebih dari 200 juta ton. Angka tersebut menurun menjadi sekitar 150 juta ton pada 2023. Konsumsi batu bara keras oleh negara yang tergabung dalam Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (EFTA) juga stabil sejak 1990. Pada 2022, Norwegia dan Islandia, melaporkan konsumsi batu bara keras sebesar 1 juta ton.

Selain Montenegro, setiap negara kandidat dan calon kandidat Uni Eropa juga melaporkan konsumsi batu bara keras berkisar antara beberapa ribu ton hingga beberapa juta ton. Konsumsi batu bara keras di Balkan Barat tidak pernah melampaui 3 juta ton. Pada  2022, jumlah konsumsinya mencapai 1,8 juta ton, dengan Bosnia dan Herzegovina mewakili hampir tiga perempat konsumsi di kawasan tersebut.

Konsumsi Batu Bara Coklat di Eropa

Konsumsi batu bara coklat atau berkalori rendah di Uni Eropa pada 2023 diperkirakan mencapai 223 juta ton atau 40 persen lebih rendah dibandingkan tahun 2018. Pada 1990-an, konsumsi menurun dengan cepat, secara umum stagnan antara 2000 dan 2015 dalam kisaran 400 hingga 450 juta ton per tahun. Lalu pada 2018 hingga 2020, konsumsi batu bara coklat menurun tajam, sebelum meningkat lagi pada 2021 dan 2022. Dengan penurunan besar lainnya pada 2023, konsumsi batu bara coklat Uni Eropa kini diperkirakan mencapai titik terendah dalam sejarah, bahkan lebih rendah dari tingkat pandemi 2020.

Jerman mewakili 46 persen dari total konsumsi batu bara coklat Uni Eropa pada 2023, diikuti oleh Polandia (18 persen), Republik Ceko (13 persen), Bulgaria (9 persen), Rumania (7 persen) dan Yunani (5 persen). Batu bara coklat tidak ada dalam bauran energi (produksi dan konsumsi) negara-negara EFTA.

Berbeda dengan di Uni Eropa, konsumsi batu bara coklat meningkat di negara-negara kandidat. Konsumsi batu bara coklat di negara-negara tersebut mencapai 157 juta ton pada 2022 atau 44 persen lebih tinggi dibandingkan pada 1990. Turki menyumbang 58 persen dari total konsumsi ini, hampir dua kali lipat dari 46 juta ton pada 1990 menjadi 91 juta ton pada 2022. Negara-negara Balkan Barat menyumbang sebagian besar dari 42 persen sisanya dengan Georgia melaporkan konsumsi kecil sebesar 144 ribu ton dan Moldova melaporkan tidak ada konsumsi batu bara coklat.

Pada 1990, terdapat tiga negara yang memproduksi dan mengonsumsi batu bara coklat di Balkan Barat: Albania, Makedonia Utara, dan Serbia. Konsumsi gabungan mereka mencapai 54 juta ton. Sejak 2000, tiga negara Balkan Barat lainnya juga mulai memproduksi batu bara coklat. Negara-negara Balkan Barat mengonsumsi 65 juta ton batu bara coklat pada 2022, meningkat seperlima dibandingkan dengan 1990. 

Produsen dan konsumen batu bara coklat terbesar di Balkan Barat adalah Serbia, yang menyumbang 57 persen dari konsumsi batu bara coklat di wilayah tersebut. Di Albania, Montenegro, Makedonia Utara, dan Kosovo, produksi dan konsumsi tidak pernah melebihi 10 juta ton per tahun. Albania menghentikan produksinya pada 2013, tetapi memulainya lagi pada 2022 dalam jumlah yang sangat rendah, semuanya diekspor.

Han Revanda turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: Mosi Tak Percaya Mahasiswa UGM: Runtuhnya Kredibilitas Kampus?

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |