TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (IPK) Agus Harimurti Yudhoyono menyatakan pemerintah akan segera menghentikan penggunakan truk over dimension over load (ODOL) atau kendaraan bermuatan dan berdimensi berlebih. Pasalnya, ODOL memiliki risiko keselamatan lalu lintas dan merusak infrastruktur jalan. Bahkan, menurut AHY, perbaikan jalan per tahun menghabiskan anggaran hingga Rp 41 triliun.
“Padahal, (dengan) Rp 41 triliun itu, harusnya kita punya sumber daya untuk melakukan konversi (ke kendaraan listrik)” kata AHY di Kemenko IPK, Rabu, 28 Mei 2025.
Terlebih, menurut dia, elektrifikasi kendaraan termasuk angkutan barang perlu dilakukan untuk mengurangi polusi udara. Sebab, sektor transportasi menyumbang polusi udara hingga 60 persen. “Artinya, saya sangat sepakat jika kita melakukan percepatan elektrifikasi kendaraan bermotor dan transportasi umum,” katanya.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi mengatakan penertiban truk ODOL tidak bisa terus ditunda. Padahal, pemerintah telah menargetkan zero ODOL pada 2023. Menurut dia, relaksasi dari pemerintah untuk perusahaaan logistik sudah cukup diberikan. Karena itu, ia tidak mau menunggu hingga harus bersepakat. “Ini bukan soal kesepakatan tapi soal penerapan aturan,” katanya saat ditemui usai rapat bersama Komisi V DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis, 8 Mei 2025.
Dudy juga mengatakan dampak ekonomi dari penghapusan truk ODOL tidak bisa terus menjadi alasan. Ia berpendapat, nyawa manusia yang menjadi korban kecelakaan truk ODOL tidak sepatutnya hanya dihitung dengan angka. “Jangan dihadapkan perhitungan ekonomi dengan nyawa manusia,” kata Dudy.
Adapun untuk menuju zero ODOL, Kementerian Perhubungan menjadikan Jawa Barat dan Riau sebagai pilot project penertiban. Dudy mengatakan sudah ada pengajuan diri dari masing-masing kepala daerah. Ia menjelaskan, Pemprov Jawa Barat mengajukan diri karena banyak kecelakaan yang terjadi akibat ODOL. Sedangkan Riau, mengajukan diri karena ODOL berdampak pada kerusakan jalan.
Rencananya, penertiban ODOL dilakukan melalui penempatan alat ukur kendaraan. Dengan begitu, truk tidak bisa langsuung meluncur di jalanan. “Kami pilah dulu. Kalau di hulu ditimbang ternyata kelebihan berat atau dimensi, kami cegah supaya tidak masuk jalan umum,” kata Dudy.
Sementara itu, pengamat transportasi sekaligus Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno meminta pemerintah serius terhadap rencananya menertibkan truk ODOL. Ia juga menyarankan agar penertiban ODOL dimulai dari proyek badan usaha milik negara (BUMN) dan pemerintah. “Setelah itu, baru ke sektor lainnya,” kata Djoko melalui keterangan tertulis, Selasa, 13 Mei 2025.
Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono menyarankan hal serupa. Ia meminta BUMN dan pemerintah mendisiplinkan diri dan memberi contoh untuk tidak lagi menggunakan kendaraan muatan berlebih. “Kami imbau untuk tidak pakai truk ODOL dan memenuhi semua persyaratan (administrasi). STNK hidup, KIR hidup,” tutur Soerjanto dalam konferensi pers Capaian Kinerja KNKT 2024 di Gedung KNKT, Selasa, 17 Desember 2024.
Menurut Soerjanto, pemerintah tidak bisa menertibkan truk ODOL di jalanan bila belum memberi contoh dengan menertibkan diri sendiri. “Kita mau menertibkan ODOL tapi pembangunan yang ada di depan gedung sekitar Monas juga masih pakai ODOL untuk angkutan. Ini kan di depan mata sendiri,” kata Soerjanto.
Pilihan Editor: Indonesia Juara Tiga Angka Pengangguran di Asia. Apa Pemicunya?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini