Perpres Perlindungan Jaksa Bermasalah secara Materiil dan Formil

3 days ago 7

TEMPO.CO, Jakarta - SETARA Institute menyoroti keputusan Presiden Prabowo Subianto meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2025 tentang Perlindungan Negara Terhadap Jaksa Dalam Melaksanakan Tugas dan Fungsi Kejaksaan Republik Indonesia. Ketua Dewan Nasional SETARA Institute Hendardi menilai penerbitan Perpres itu dapat berujung pada legalisasi pelibatan militer dalam proses penegakan hukum oleh Kejaksaan.

Menurut Hendardi, kebijakan presiden ini berpotensi membuka peluang pungutan liar hingga korupsi. “Juga melemahkan penegakan hukum dan menghancurkan kepercayaan publik pada proses penegakan hukum,” kata Hendardi dalam keterangan tertulis, Senin, 26 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perpres Nomor 66 Tahun 2025, kata Hendardi, juga berpotensi memantik gesekan dan mencampuradukan kewenangan. Khususnya kewenangan antara tiga lembaga, yakni Kejaksaan, Polri dan TNI.

SETARA Institute berpendapat, penerbitan Perpres itu telah menyalahi pembentukan aturan secara materiil maupun formil. Sebab pembentukan Perpres hanya didasarkan pada Pasal 4 UUD 1945 dan tidak merujuk pada UU TNI maupun UU Kejaksaan. “Secara hukum hal tersebut merupakan bentuk legalisme otokratis (autocratic legalism) yang menegaskan kecenderungan pemanfaatan hukum untuk kepentingan kekuasaan politik pemerintahan semata,” ujarnya.

Melalui Perpres Nomor 66 Tahun 2025, Kejaksaan berhak mendapatkan pelindungan dari dua institusi keamanan negara, yakni Kepolisian dan TNI. Pelindungan oleh Polri dan TNI ini dapat dilakukan atas permintaan Kejaksaan. “Dalam menjalankan tugas dan fungsi, jaksa berhak mendapatkan perlindungan negara dari ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau harta benda,” demikian bunyi Pasal 2 pada perpres tersebut.

Sementara itu, Hendardi menilai tidak ada ancaman sistematis serta masif yang nyata terhadap kinerja kejaksaan yang memerlukan Perpres khusus secara instan. Sehingga, secara formil, pembentukan Perpres ini tidak taat prosedur karena tidak melalui Program Penyusunan Perpres (Progsun) yang panjang.

Prosedur yang diterabas ini diduga untuk melegitimasi "main mata" antara kejaksaan dan TNI yang sebelumnya didasari oleh MoU yang juga dianggap salah.

SETARA Institute menyarankan Presiden untuk lebih fokus pada perbaikan integritas dan profesionalitas aparat penegak hukum serta profesionalitas militer di bidang pertahanan. “Bukan malah menarik-narik militer ke dalam jabatan dan penegakan hukum sipil yang justru mendistraksi profesionalitas militer dalam pertahanan negara,” kata Hendardi.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |