TEMPO.CO, Jakarta - Ancaman pemutusan pemutusan hubungan kerja (PHK) mengintai sektor industri perhotelan dan restoran di Jakarta. Merespons hal tersebut, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengatakan PHK sudah menjadi hal yang diprediksi Kemnaker sejak awal tahun ini. Bahkan, sektor yang terancam pun bukan hanya perhotelan tetapi mencakup industri padat karya hingga industri media.
Menurut Yassierli, PHK menjadi sebuah tantangan strategis pada tahun 2025. “Ini harus kita lihat sebagai realitas dan tentu yang ditunggu selanjutnya adalah bagaimana kita menyikapinya," katanya dalam konferensi pers di Kemnaker, Rabu, 28 Mei 2025.
Terkait dengan persoalan tersebut, Yassierli mengklaim Kemnaker sudah melakukan sejumlah langkah mitigasi. Salah satunya, menyiapkan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Kemudian, menyiapkan fasilitas untuk skilling dan reskilling hingga rencana menghadirkan Satgas PHK yang akan mengawal persoalan ketenagakerjaan dari hulu ke hilir.
Sebelumnya, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jakarta Sutrisno Iwantono mengatakan 70 persen pelaku usaha sektor perhotelan dan restoran di Jakarta berpotensi melakukan PHK karena penurunan tingkat okupansi. Sutrisno mengatakan PHK akan dilakukan bila kondisi ini berlanjut tanpa adanya intervensi kebijakan yang mendukung sektor pariwisata dan perhotelan.
Sutrisno mengatakan para pelaku bisnis hotel memperkirakan akan melakukan pengurangan sebanyak 10 hingga 30 persen karyawan. Selain itu, sebanyak 90 persen pelaku usaha mempertimbangkan pengurangan terhadap 90 persen daily worker. Kemudian, sebanyak 36,7 persen lainnya mengaku akan melakukan pengurangan staf.
“Pemangkasan tenaga kerja dilakukan karena mengalami penurunan tingkat hunian sedangkan biaya operasional meningkat dan membebani keberlangsungan bisnis mereka,” kata Surtrisno dalam keterangan tertulis, Senin, 26 Mei 2025.
Adapun dalam catatan PHRI Jakarta, terdapat 96,7 persen bos hotel melaporkan terjadinya penurunan tingkat hunian. Berdasarkan survei yang dilakukan, penurunan tertinggi berasal dari segmen pemerintahan yang mencapai 66,7 persen.
Menurut Sutrisno, penurunan tingkat hunian dari segmen pemerintahan itu seiring dengan kebijakan efisiensi anggaran. “Penurunan dari pasar pemerintah ini semakin memperburuk ketergantungan industri hotel terhadap wisatawan domestik,” kata dia.
Alfitria Nefi berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini