TNI: Kami Hari Ini Terbuka, Beda dengan Era Orde Baru

3 days ago 8

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Penerangan Tentara Nasional Indonesia (TNI), Mayor Jenderal Kristomei Sianturi, menyatakan bahwa institusi militer saat ini sangat terbuka. Kristomei menyangkal ada upaya kembalinya tentara seperti rezim Orde Baru.

“TNI hari ini sudah beda dengan zaman Orde Baru. Beda banget. Apa sih yang ditutupi hari ini?,” kata Kristomei saat ditemui oleh Tempo di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, pada Senin, 26 Mei 2025. “Kami terbuka.”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kristomei menyatakan itu saat ditanya menanggapi rangkaian dugaan intimidasi terhadap suara kritis yang mengkritik meluasnya kewenangan militer setelah disahkan Revisi Undang-Undang TNI sekitar dua bulan lalu.

Menurut Kristomei, TNI tidak bertanggung jawab atas semua peristiwa intimidasi terhadap suara kritis. TNI, kata Kristomei, justru mengecam aksi tersebut dan mendorong aparat penegak hukum membuka dengan terang kasus-kasus itu.

“Bagi TNI, ada kebebasan mengemukakan pendapat silakan. Tapi jangan semua dikaitkan seolah TNI. Kan opini yang dibikin gitu, ‘wah ini gara gara dia nulis soal jenderal TNI. Orba ni’, pasti begitu,” katanya.

Belakangan ini dugaan tindakan intimidasi oleh orang tak dikenal dialami salah seorang kolumnis yang menulis ihwal fenomena tentara menjabat di lingkungan sipil. Tulisan opini itu sempat ditayangkan di Detik.com pada 22 Mei lalu. Redaksi Detik.com telah menghapus tulisan di rubrik kolom itu dengan alasan melindungi keselamatan penulis, YF, yang mengaku mendapatkan intimidasi setelah tulisannya terbit.

Berdasarkan informasi yang diterima Tempo, penulis diserempet dua kali oleh pengendara sepeda motor pada hari Kamis, 22 Mei 2025, setelah artikel diterbitkan.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai intimidasi terhadap penulis opini di Detikcom merupakan pola kekerasan yang terjadi sejak pengesahan UU TNI. Pola ini dialami oleh pihak-pihak yang menolak pengesahan UU tersebut.

“Peristiwa teror seperti yang dialami YF bukanlah kejadian tunggal, melainkan bagian dari pola kekerasan berulang yang muncul sejak gelombang penolakan terhadap revisi Undang-Undang TNI,” ujar Koalisi Sipil dalam pernyataan tertulis pada Sabtu, 24 Mei 2025.

Selain kasus YF, koalisi mencatat ada sejumlah kasus serupa yang dialami oleh masyarakat yang mengkritik keterlibatan TNI dalam urusan sipil. Dalam dua bulan terakhir, koalisi menyebut sejumlah insiden teror terjadi berupa pengintaian, intimidasi, hingga serangan fisik dan digital terhadap akademisi, aktivis, jurnalis, hingga mahasiswa.

"Koalisi menilai bahwa tindakan-tindakan teror ini sangat berkaitan dengan sikap kritis masyarakat sipil terhadap kebijakan yang membuka ruang kembalinya praktik dwifungsi militer," kata koalisi. Padahal, koalisi menyatakan, kritik terhadap penempatan TNI di ruang sipil bukanlah ancaman.

Dwifungsi militer merujuk pada peran ganda Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) di zaman Orde Baru pimpinan Presiden Soeharto. Selain mengemban fungsi keamanan dan pertahanan, ABRI yang saat itu mencakup institusi kepolisian dan tentara, juga memiliki peran politik di parlemen.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |