TEMPO.CO, Yogyakarta - Biro Hukum dan Organisasi Unuversitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menghormati gugatan seorang pengacara asal Makassar perihal polemik ijazah Joko Widodo di Pengadilan Negeri Sleman Yogyakarta. "Mengajukan gugatan merupakan hak setiap warga negara dan UGM menghormati hak tersebut," kata Kepala Biro Hukum dan Organisasi UGM Veri Antoni pada Kamis, 15 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengacara asal Makassar, Komardin, menggugat rektor, semua wakil rektor, Dekan Fakultas Kehutanan, dan Kepala Perpustakaan UGM ke Pengadilan Negeri (PN) Sleman pada awal Mei 2025.
Dalam gugatan itu, Komardin juga menuntut ganti rugi kepada UGM yang perlu dibayarkan kepada negara senilai Rp 69 triliun. Alasannya, UGM dinilai tak pernah menjelaskan secara terang benderang mengenai informasi ijazah Jokowi kepada publik. Sehingga, UGM dianggap telah membuat polemik ijazah tersebut dan memicu kegaduhan publik berkepanjangan.
Menanggapi gugatan tersebut, Veri mengatakan isi materi gugatan sepenuhnya menjadi hak penggugat. "Soal besaran nilai kerugian yang diklaim oleh pengugat merupakan hak penggugat dan kewajiban penggugat untuk membuktikannya, termasuk juga legal standing pengugat yang harus jelas," kata dia.
Soal gugatan itu, Veri melanjutkan, UGM masih terus mempelajari dan mencermatinya. Pada prinsipnya, kata dia, UGM akan memghormati semua proses hukum dan siap menghadapi gugatan tersebut.
Disinggung ihwal kemungkinan gugatan balik, Veri menilai akan mengkaji sejumlah hal lebih dulu. "Gugatan balik merupakan upaya yang dapat dilakukan UGM, namun untuk saat ini kami masih fokus terhadap substansi gugatan yang diajukan oleh penggugat," kata dia.
Dalam gugatan itu, Komardin juga menggungat dosen pembimbing akademik Jokowi semasa kuliah, Kasmudjo, 76 tahun.
Sebelumnya, Kasmudjo menuturkan, selama Jokowi kuliah di UGM kurun 1980-1985, saat itu ia masih menjadi asisten dosen. "Saya masuk (sebagai calon dosen) tahun 1975, tahun-tahun ketiga itu saya baru masuk golongan 3B mau 3C, itu setingkat asisten (dosen), jadi belum boleh mengajar, cuma mendampingi mahasiswa-mahasiswa," kata Kasmujo di Yogyakarta, Rabu, 14 Mei 2025.
Dengan posisi golongan itu, Kasmudjo menegaskan jika dirinya hanya mendampingi secara akademik para mahasiswa. Kasmudjo bukan menjadi pembimbing skripsi Jokowi seperti kabar yang beredar luas. "Jadi bukan sama sekali (sebagai dosen pembimbing skripsi Jokowi)," kata dia.
Dosen pembimbing skripsi Jokowi saat kuliah di Fakultas Kehutanan UGM itu, adalah Sumitro yang kala itu bergelar profesor. Sedangkan tugas Kasmudjo sebagai asisten dosen saat Jokowi berkuliah itu sebatas membantu para mahasiswa untuk memahami mata kuliah yang diberikan dosen-dosen mereka.
"Jadi pas Pak Jokowi kuliah saya hanya mendampingi, juga begitu ke mahasiswa lainnya, belum boleh mengajar," kata dia.
Seingatnya, Kasmujo sendiri baru mendapatkan hak mengajar setelah masuk jenjang golongan 3D ke 4A. Saat itu ia bisa mengajar karena juga menjabat sebagai ketua laboratorium yang berkaitan dengan produk non-kayu.
Dengan adanya gugatan kepada dirinya, Kasmujo pun merasa gamang. Terlebih, dirinya sama sekali tidak pernah mengetahui ihwal polemik ijazah Jokowi yang jadi materi gugatan.
Kasmujo mengatakan, selama ini juga belum pernah melihat langsung ijazah yang jadi polemik itu. "Soal ijazah itu, saya juga tidak bisa cerita karena saya bukan yang membimbing (skripsi Jokowi)," kata dia.