TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Imigrasi menangkap seorang warga negara asing (WNA) berkebangsaan Amerika Serikat bernama Taylor Kirby Whitemore. Pria itu diduga memproduksi dan menjual konten pornografi di Indonesia. Video yang diproduksi diperankan sendiri oleh Taylor dan penduduk lokal. "WNA tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Jakarta Pusat sejak Jumat, 16 Mei 2025," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Imigrasi Yuldi Yusman dalam keterangan tertulis, Rabu 21 Mei 2025.
Penangkapan terhadap Whitemore didasarkan pada hasil penyelidikan petugas patroli siber Tim Digital Forensik Ditjen Imigrasi pada 17 Februari 2025. Petugas menemukan unggahan pada media sosial X dengan akun @oliver_woodx. Akun tersebut mempromosikan konten pornografi berbayar dan terhubung dengan forum Telegram untuk transaksi konten serupa. Petugas menduga kuat video yang dipromosikan tersebut diproduksi di Indonesia.
Petugas patroli siber kemudian melacak pemilik aku tersebut menggunakan teknologi face recognition (pengenal wajah) yang terintegrasi dengan sistem keimigrasian. Hasilnya, pemilik akun tersebut teridentifikasi bernama Taylor Kirby Whitemore, warga AS pemegang izin tinggal kunjungan yang berdomisili di Bali. "Dia dimasukkan ke daftar cegah agar tidak dapat meninggalkan wilayah Indonesia," kata Yuldi.
Pada 25 Maret 2025, Whitemore ditangkap Tim Intelijen dan Penindakan Keimigrasian (Inteldakim) Kantor Imigrasi Ngurah Rai ketika akan meninggalkan Indonesia menuju Kuala Lumpur menggunakan maskapai Malindo Air OD172.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selanjutnya, Whitemore dipindahkan ke Ruang Detensi Direktorat Jenderal Imigrasi pada 9 April 2025 untuk pemeriksaan lebih lanjut. Dari hasil pemeriksaan digital forensik pada perangkat gawai milik Whitemore, ditemukan bukti bahwa akun X dan Telegram tersebut benar miliknya. Pada perangkat itu ditemukan juga konten video pornografi yang ia produksi selama berada di Indonesia.
Whitemore dijerat menggunakan Pasal 122 huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. "Dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling paling banyak Rp 500 juta."
Yuldi menambahkan, Ditjen Imigrasi berkomitmen untuk menegakkan hukum keimigrasian dan menjaga martabat bangsa dari segala bentuk pelanggaran oleh orang asing yang berada di Indonesia. "Sejak Januari sampai April tercatat 32 orang yang sudah diproses ke meja hijau," kata Yuldi.
Patroli siber merupakan inisiatif Ditjen Imigrasi untuk meringkus WNA nakal seiring berkembangnya pertukaran informasi melalui media sosial. "Kami senantiasa menggali celah-celah yang berpotensi dimanfaatkan oleh WNA tidak bertanggung jawab untuk melanggar aturan di Indonesia,” kata Yuldi.