Aksi Mogok Ojol Menghilangkan Perputaran Uang Rp 188 Miliar

4 hours ago 1

TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga riset Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS) memperkirakan aksi mogok nasional para pengemudi ojek daring (ojol) pada Selasa, 20 Mei 2025 menghilangkan perputaran uang hingga Rp188 miliar dalam sehari. Estimasi ini dihitung dari potensi penurunan aktivitas sektor transportasi daring hingga 50 persen akibat aksi mogok serentak di berbagai kota besar.

Peneliti IDEAS, Muhammad Anwar, memperkirakan nilai transaksi harian di sektor transportasi daring mencapai Rp 375,89 miliar. "Jika aktivitas turun separuh saja, artinya ada hampir Rp 188 miliar yang tidak berputar dalam satu hari dan ini belum menghitung efek berantai ke sektor lainnya,” ujar Anwar dalam keterangan tertulis, Rabu 21 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia menjelaskan, dampak aksi mogok kemarin langsung dirasakan berbagai sektor. Misalnya terhadap para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) serta pedagang kuliner yang mengandalkan layanan pesan antar seperti GoFood dan GrabFood, mereka mengalami penurunan pesanan secara signifikan. "Bagi warung kecil, arus kas harian adalah urat nadi. Jika terganggu, maka keberlanjutan usaha mereka ikut terancam," kata Anwar.

Selain itu, masyarakat umum, terutama pekerja harian dan pelajar di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan, juga menghadapi kesulitan mobilitas. Apalagi, kata Anwar, transportasi publik belum terintegrasi secara sempurna, sehingga menjadikan ojek online masih menjadi tulang punggung mobilitas perkotaan.

Kemudian, sektor logistik skala kecil seperti pengiriman barang dan dokumen mendesak lewat GoSend dan GrabExpress juga terganggu. Pasalnya, banyak usaha mikro dan individu yang menggantungkan aktivitas usahanya pada layanan ini.

Anwar menambahkan, aksi mogok kemarin juga menciptakan risiko reputasi yang serius bagi perusahaan platform digital. Menurut dia, perusahaan platform digital menggantungkan keberlanjutan bisnis mereka pada jaringan pengemudi yang luas, sehingga aksi tersebut akan sangat berdampak. "Tapi ketika mitra merasa tidak dihargai, tidak dilindungi, dan tidak diberi kejelasan soal algoritma penghasilan, maka keberlanjutan model bisnis itu sendiri terancam,” ujarnya.

Sepanjang 2024, kata dia, nilai total seluruh transaksi atau gross transaction value (GTV) dari layanan Gojek yang meliputi GoRide, GoFood, serta GoSend mencapai Rp63,04 triliun. Sementara itu, GTV dari layanan Grab secara global di enam negara Asia Tenggara tercatat sebesar US$ 18,4 miliar atau Rp 293 triliun dengan asumsi kurs Rp16.000 per US$. "Jika diasumsikan kontribusi pasar Indonesia terhadap total GTV Grab global adalah sebesar 20 persen, maka estimasi GTV Grab Indonesia tahun 2024 adalah sekitar Rp 58,75 triliun," kata Anwar.

Di luar dua pemain utama itu, ada sejumlah aplikasi transportasi daring lain seperti Maxim, inDrive, Anterin, Nujek, dan sebagainya. Dengan asumsi kontribusi aplikasi-aplikasi ini sekitar 10 persen dari total pasar, menurut Anwar, GTV kolektif mereka diperkirakan sekitar Rp 13,53 triliun. Berdasarkan data tersebut, Anwar menyebut GTV industri transportasi daring di Indonesia pada 2024 diperkirakan mencapai Rp 135,32 triliun atau sekitar Rp 375,89 miliar per hari.

Menurut Anwar, aksi mogok pengemudi ojek online ini menjadi refleksi dari ketimpangan relasi kuasa antara perusahaan platform digital besar dan para mitra pengemudi. Mitra pengemudi pada kenyataanya bekerja seperti karyawan tetap, namun tanpa perlindungan hukum layaknya pekerja formal.

Tanpa regulasi yang adil dan berpihak, kata Anwar, digitalisasi hanya akan menjadi kelanjutan dari eksploitasi ekonomi lama dengan wajah baru. "Negara tidak boleh diam melihat jutaan pengemudi dibiarkan tanpa kepastian dan perlindungan,” tutur Anwar.

Sebelumnya, sekitar sepuluh serikat pengemudi ojek online menggelar demonstrasi pada Selasa, 20 Mei 2025 di depan Kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta Pusat. Massa unjuk rasa ini diprediksi mencapai ribuan orang, yang terdiri dari pengemudi ojek online dari pelbagai aplikasi.

Adapun 10 serikat itu, terdiri dari Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Serikat Demokrasi Pengemudi Indonesia (SDPI), Serikat Pengemudi Angkutan Roda Dua (Serdadu), Serikat Pengemudi Transportasi Indonesia (Sepeta), Serikat Pekerja Bersatu Maluku Nusantara (SPBMN), Serikat Pekerja Dirgantara Digital dan Transportasi (SPDT), Serikat Transportasi Indonesia (STI), Serikat Pengemudi Daring (SPEED), Serikat Pengemudi Platform Daring (SPPD), Serikat Pengemudi Online Indonesia (SePOI).

Ketua SPAI Lily Pujiati mengatakan demonstrasi ini membawa sejumlah tuntutan, di antaranya ingin pengemudi ojek online mendapat payung hukum dalam bekerja dan pemenuhan jaminan sosial kepada mereka. Unjuk rasa tak hanya berlangsung di Jakarta, namun juga di beberapa kota besar seperti Surabaya, Yogyakarta, Semarang, Solo, Bandung, Sukabumi, Lampung, Medan, Palembang, hingga Dumai. 

Lily menyebut, pengemudi ojek online di daerah luar Jakarta disebut akan mematikan aplikasi mereka atau off bid massal, sebagai bagian dari agenda demonstrasi itu. "Serentak secara nasional. Kami pengemudi ojol semakin tertindas di bawah status mitra yang diatur perusahaan platform," kata Lily.

Alif Ilham Fajriadi berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |