Liputan6.com, Jakarta Setiap tahun pada Hari Raya Idul Adha, umat Islam di seluruh dunia melaksanakan ibadah kurban sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Namun, tahukah Anda bahwa ada ketentuan khusus tentang bagian 1/3 dari daging kurban untuk disedekahkan kepada mereka yang membutuhkan? Ketentuan ini bukan sekedar anjuran, melainkan kewajiban yang memiliki landasan kuat dalam syariat Islam.
Banyak muslim yang masih belum memahami secara detail tentang bagian 1/3 dari daging kurban untuk disedekahkan kepada siapa saja dan bagaimana cara pembagiannya. Pemahaman yang tepat tentang hal ini sangat penting karena berkaitan dengan kesempurnaan ibadah kurban. Ketika kita memahami dengan benar bagian 1/3 dari daging kurban untuk disedekahkan kepada mustahik yang berhak, maka ibadah kurban kita akan menjadi lebih bermakna.
Penting untuk mengetahui, bahwa bagian 1/3 dari daging kurban untuk disedekahkan kepada fakir miskin dan kaum dhuafa, lengkap dengan dalil-dalil dari Al-Qur'an dan hadits. Mari kita pelajari bersama agar ibadah kurban kita dapat dilaksanakan sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW, dalam rangkuman yang telah Liputan6.com susun berikut ini, pada Sabtu (31/5).
Aksi nyeleneh kembali dilakukan oleh Atta Halilintar kepada anaknya, Ameena Hannar Nur Atta. Dalam video yang beredar di media sosial, terlihat Atta menggunakan timbangan daging kurban untuk mengetahui berat Ameena.
Landasan Syariat: Mengapa Sepertiga Daging Kurban Wajib Disedekahkan?
Allah SWT telah memberikan petunjuk yang jelas dalam Al-Qur'an tentang kewajiban berbagi daging kurban. Dalam surat Al-Hajj ayat 28, Allah berfirman:
فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
"Maka makanlah sebagian daripadanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir." (QS. Al-Hajj: 28)
Ayat ini menggunakan kata "فَكُلُوا" (fakuluu) yang berarti "makanlah" dan "وَأَطْعِمُوا" (wa ath'imuu) yang berarti "dan berikanlah makan". Struktur kalimat ini menunjukkan bahwa Allah memerintahkan dua hal sekaligus: memakan sebagian dan memberikan sebagian lagi kepada yang membutuhkan.
Para ulama tafsir menjelaskan bahwa ayat ini menjadi dasar hukum pembagian daging kurban. Kata "الْبَائِسَ الْفَقِيرَ" (al-baa'isa al-faqiir) secara khusus menyebutkan orang-orang sengsara dan fakir sebagai penerima yang berhak. Ini menunjukkan bahwa pembagian daging kurban memiliki dimensi sosial yang sangat penting dalam Islam.
Teladan Rasulullah: Pembagian Tiga Bagian yang Adil
Rasulullah SAW memberikan contoh praktis yang sangat jelas tentang cara membagi daging kurban. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Musa al-Ashfahani disebutkan:
"Rasulullah SAW memberikan (daging kurban) kepada keluarganya sebanyak sepertiga, untuk para tetangganya yang fakir sebanyak sepertiga, dan untuk orang-orang yang meminta sebanyak sepertiga."
Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW membagi daging kurban menjadi tiga bagian yang sama rata. Tidak ada yang lebih besar atau lebih kecil. Pembagian ini mencerminkan keadilan dan keseimbangan yang diajarkan Islam.
Lebih lanjut, Rasulullah SAW juga bersabda dalam hadits yang diriwayatkan Abu Dawud:
قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ إِنَّمَا نَهَيْتُكُمْ مِنْ أَجْلِ الدَّافَّةِ الَّتِي دَفَّتْ عَلَيْكُمْ فَكُلُوْا وَتَصَدَّقُوْا وَادَّخِرُوْا
"Rasulullah SAW bersabda: 'Sesungguhnya aku melarang kalian menyimpan (daging kurban) untuk kalian sendiri, maka makanlah, sedekahkanlah dan simpanlah.'" (HR. Abu Dawud)
Cara Praktis Menghitung dan Membagi Daging Kurban
Pembagian sepertiga daging kurban dihitung berdasarkan berat total daging yang dihasilkan setelah penyembelihan. Misalnya, jika seekor kambing menghasilkan 30 kg daging setelah dipotong dan dibersihkan, maka perhitungannya adalah:
- Sepertiga untuk keluarga yang berkurban: 10 kg
- Sepertiga untuk fakir miskin: 10 kg
- Sepertiga untuk kerabat atau disimpan: 10 kg
Perhitungan ini harus dilakukan dengan jujur dan adil. Tidak boleh ada manipulasi atau pengurangan yang merugikan bagian untuk sedekah. Bahkan jika memungkinkan, lebih baik memberikan bagian yang lebih besar untuk sedekah.
Siapa Saja yang Berhak Menerima Sepertiga Daging Kurban?
Fakir Miskin: Prioritas Utama Penerima Sedekah
Kategori pertama dan utama yang berhak menerima sepertiga daging kurban adalah fakir miskin. Dalam terminologi fiqih, fakir adalah orang yang sama sekali tidak memiliki harta atau penghasilan. Sedangkan miskin adalah orang yang memiliki harta atau penghasilan, namun tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.
Kedua kategori ini menjadi prioritas karena mereka benar-benar membutuhkan bantuan untuk bertahan hidup. Daging kurban yang diberikan kepada mereka bukan hanya sekedar memenuhi kebutuhan protein, tetapi juga memberikan kegembiraan di hari yang mulia ini.
Para ulama sepakat bahwa pemberian kepada fakir miskin ini bersifat wajib, bukan sunnah. Artinya, orang yang berkurban tidak boleh mengabaikan kewajiban ini. Jika di sekitar tempat tinggal tidak ada fakir miskin, maka daging tersebut dapat dikirim ke tempat lain yang membutuhkan.
Kaum Dhuafa dan Yatim Piatu
Selain fakir miskin, daging kurban juga dapat diberikan kepada kaum dhuafa. Dhuafa adalah mereka yang lemah secara ekonomi dan sosial, meskipun mungkin tidak masuk kategori fakir miskin secara mutlak. Contohnya adalah buruh harian yang penghasilannya tidak menentu, atau keluarga yang sedang mengalami kesulitan ekonomi sementara.
Yatim piatu juga termasuk dalam kategori yang berhak menerima daging kurban. Mereka umumnya tidak memiliki penjamin yang dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan layak. Memberikan daging kurban kepada yatim piatu merupakan bentuk kepedulian dan kasih sayang yang diajarkan Islam.
Yang perlu diingat adalah bahwa pemberian kepada kaum dhuafa dan yatim piatu ini harus tetap dalam koridor syariat. Artinya, mereka yang diberikan harus benar-benar membutuhkan, bukan karena kedekatan personal atau kepentingan tertentu.
Perbedaan Ketentuan: Kurban Sunah vs Kurban Nazar
Kurban Sunah: Pembagian Sepertiga untuk Sedekah
Untuk kurban sunah (yang dilakukan atas dasar kesadaran sendiri tanpa ada nazar), pembagian daging mengikuti aturan sepertiga. Dalam kitab Fathul Mujibil Qarib dijelaskan:
ويأكل أي يستحب للمضحي أن يأكل من الأضحية المتطوع بها ثلثا فأقل
"(Ia memakan) maksudnya orang yang berkurban dianjurkan memakan (daging kurban sunnah) sepertiga bahkan lebih sedikit dari itu."
Ketentuan ini memberikan fleksibilitas kepada orang yang berkurban untuk menikmati hasil kurbannya sambil tetap memenuhi kewajiban berbagi. Bahkan para ulama menganjurkan agar bagian untuk konsumsi pribadi tidak lebih dari sepertiga, sisanya untuk sedekah dan berbagi.
Pembagian sepertiga ini juga memiliki hikmah agar orang yang berkurban tidak terjebak dalam sifat serakah. Dengan membatasi konsumsi pribadi, seseorang akan lebih terdorong untuk berbagi dengan sesama.
Kurban Nazar: Seluruhnya untuk Sedekah
Berbeda dengan kurban sunah, kurban nazar memiliki ketentuan yang lebih ketat. Orang yang berkurban karena nazar tidak boleh memakan sedikit pun dari daging kurbannya. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Fathul Mujibil Qarib:
ولا يأكل المضحي شيئا من الأضحية المنذورة بل يتصدق وجوبا بجميع أجزائها
"Orang yang berkurban tidak boleh memakan sedikit pun dari ibadah kurban yang dinazarkan (wajib) tetapi ia wajib menyedekahkan seluruh bagian hewan kurbannya."
Ketentuan ini menunjukkan bahwa nazar dalam Islam memiliki konsekuensi hukum yang sangat serius. Ketika seseorang bernazar untuk berkurban, maka ia harus menunaikannya dengan sempurna tanpa mengambil manfaat pribadi sedikitpun.