Liputan6.com, Jakarta Panitia kurban bingung membagikan daging mentah atau olahan? Ketahui aturan syariah yang benar. Setiap Hari Raya Idul Adha, umat Muslim di seluruh dunia melaksanakan ibadah kurban.
Namun, seringkali muncul pertanyaan mengenai bagaimana daging kurban biasanya dibagikan dalam keadaan yang paling sesuai dengan syariat Islam. Kontroversi seputar pembagian daging kurban, apakah sebaiknya dalam bentuk mentah atau sudah diolah, kerap menjadi perdebatan di tengah masyarakat.
Artikel ini hadir untuk mengupas tuntas bagaimana daging kurban biasanya dibagikan dalam keadaan menurut Al-Qur'an, hadis, dan fatwa resmi Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kami akan membahas ketentuan-ketentuan syariah yang mendasari praktik pembagian daging kurban, serta memberikan panduan praktis bagi para panitia kurban agar dapat melaksanakan tugasnya dengan benar dan sesuai tuntunan agama. Selain itu, artikel ini juga menawarkan solusi bagi pendistribusian daging kurban ke wilayah yang lebih jauh.
Dengan memahami aturan dan panduan yang tepat, diharapkan ibadah kurban yang kita laksanakan dapat diterima oleh Allah SWT dan memberikan manfaat yang maksimal bagi seluruh umat. Mari kita simak penjelasan lengkapnya!
Hari Raya Idul Adha tiba, berbagai rencana memasak daging kurban dipersiapkan. Mengolah daging, terutama daging kambing perlu dilakukan dengan benar agar masakan tidak muncul bau prengus. Simak tipsnya dalam video berikut ini.
Ketentuan Dasar Pembagian Daging Kurban
Pembagian daging kurban memiliki landasan syar'i yang jelas, sebagaimana tercantum dalam Al-Qur'an Surah Al-Hajj ayat 36, yang artinya:
"Unta-unta itu Kami jadikan untukmu sebagai bagian dari syiar agama Allah. Bagimu terdapat kebaikan padanya. Maka, sebutlah nama Allah (ketika kamu akan menyembelihnya, sedangkan unta itu) dalam keadaan berdiri (dan kaki-kaki telah terikat). Lalu, apabila telah rebah (mati), makanlah sebagiannya dan berilah makan orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta-minta. Demikianlah Kami telah menundukkannya (unta-unta itu) untukmu agar kamu bersyukur."
Ayat ini menjadi dasar bagi pembagian daging kurban menjadi tiga bagian utama. Secara umum, daging kurban biasanya dibagikan dalam keadaan mentah, namun ada beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan.
Menurut ayat tersebut, sepertiga bagian diperuntukkan bagi shohibul kurban (orang yang berkurban) dan keluarganya, sepertiga bagian disedekahkan kepada fakir miskin, dan sepertiga bagian lainnya dihadiahkan kepada kerabat atau tetangga. Prinsip utama dalam pembagian daging kurban adalah memprioritaskan fakir miskin sebagai pihak yang paling berhak menerima manfaat dari ibadah ini.
Selain itu, keutamaan distribusi cepat untuk lingkungan terdekat, seperti dusun atau desa, juga menjadi perhatian penting. Hal ini bertujuan agar masyarakat yang membutuhkan dapat segera merasakan manfaat dari daging kurban tersebut. Dengan demikian, pembagian daging kurban tidak hanya memenuhi aspek ibadah, tetapi juga aspek sosial yang sangat penting.
Namun, perlu diingat bahwa syariat Islam memberikan kelonggaran untuk melakukan penyesuaian berdasarkan kondisi setempat. Artinya, pembagian daging kurban dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan masyarakat di sekitar kita, tanpa melanggar prinsip-prinsip dasar yang telah ditetapkan.
Daging Mentah sebagai Standar Utama
Dalam praktik pembagian daging kurban, daging kurban biasanya dibagikan dalam keadaan mentah. Hal ini memiliki argumentasi syar'i dan alasan praktis yang kuat.
A. Argumentasi Syar'i
Menurut pendapat ulama Mazhab Syafi'i, seperti yang disampaikan oleh Syekh Al-Syarbini, daging wajib diberikan dalam keadaan mentah agar penerima memiliki kebebasan untuk mengolah atau bahkan menjualnya. Hak penerima adalah kepemilikan penuh (تملُّك), bukan sekadar konsumsi. Hal ini menunjukkan bahwa Islam sangat menghargai hak dan kebebasan individu dalam memanfaatkan rezeki yang diberikan.
Selain itu, praktik Nabi Muhammad SAW yang membagikan daging mentah juga menjadi landasan kuat bagi tradisi ini. Dengan mengikuti sunnah Nabi, umat Islam berharap dapat memperoleh keberkahan dan pahala yang berlimpah dari Allah SWT. Oleh karena itu, pembagian daging mentah menjadi standar utama dalam pelaksanaan ibadah kurban.
Dengan memberikan daging dalam keadaan mentah, penerima memiliki fleksibilitas untuk mengolahnya sesuai dengan selera dan kebutuhan masing-masing. Mereka dapat memasaknya menjadi berbagai hidangan lezat yang dapat dinikmati bersama keluarga dan kerabat. Hal ini tentu akan menambah kebahagiaan dan keberkahan di Hari Raya Idul Adha.
Oleh karena itu, dalam kondisi normal, daging kurban biasanya dibagikan dalam keadaan mentah sebagai bentuk penghormatan terhadap hak penerima dan mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW.
B. Alasan Praktis
Dari sudut pandang praktis, masyarakat desa cenderung lebih suka mengolah sendiri daging kurban sesuai dengan selera mereka. Dengan memberikan daging mentah, mereka memiliki kebebasan untuk memilih resep dan cara memasak yang paling sesuai dengan tradisi dan kebiasaan keluarga. Hal ini tentu akan lebih memuaskan dan menyenangkan bagi mereka.
Selain itu, daging matang berisiko dianggap sebagai "sisa" yang kurang dihargai. Dalam budaya masyarakat Indonesia, memberikan makanan yang sudah dimasak kepada orang lain seringkali dianggap kurang sopan, kecuali jika makanan tersebut memang disiapkan khusus untuk diberikan sebagai hadiah atau oleh-oleh. Oleh karena itu, daging kurban biasanya dibagikan dalam keadaan mentah agar tidak menimbulkan kesan negatif atau merendahkan penerima.
Dr. Nanung (UGM) juga menekankan pentingnya distribusi cepat dalam bentuk mentah untuk lingkungan terdekat, seperti dusun atau desa. Menurutnya, masyarakat di daerah tersebut biasanya sudah menunggu-nunggu kedatangan daging kurban, sehingga sebaiknya segera dibagikan tanpa menunda-nunda. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan dan efisiensi dalam pembagian daging kurban sangat penting untuk memastikan manfaatnya dapat segera dirasakan oleh mereka yang membutuhkan.
Oleh karena itu, dengan mempertimbangkan alasan psikologis dan keutamaan lokal, pembagian daging mentah menjadi pilihan yang paling bijaksana dan efektif dalam kondisi normal.
Pembagian Daging Olahan dalam Kondisi Khusus
Meskipun daging kurban biasanya dibagikan dalam keadaan mentah, ada beberapa kondisi khusus yang membolehkan pembagian daging olahan.
A. Situasi yang Membolehkan
Salah satu situasi yang membolehkan pembagian daging olahan adalah distribusi lintas daerah atau negara. Contohnya, daging kurban dari jamaah haji di Saudi yang dikirim ke negara lain. Dalam kasus ini, daging perlu diolah menjadi bentuk yang lebih awet, seperti kornet atau rendang, agar dapat bertahan selama proses pengiriman.
Selain itu, program kemanusiaan skala besar juga dapat menjadi alasan untuk membagikan daging olahan. Misalnya, inisiatif Dompet Dhuafa yang mengirimkan daging olahan ke daerah-daerah terpencil di Indonesia. Dalam situasi ini, daging olahan lebih praktis dan mudah didistribusikan, terutama jika akses ke daerah tersebut sulit dijangkau.
Kondisi darurat, seperti krisis pangan, juga dapat membenarkan pembagian daging olahan. Dalam situasi ini, daging olahan dapat menjadi sumber makanan yang penting bagi masyarakat yang kekurangan gizi. Hal ini sejalan dengan hadis Salamah bin Al-Akwa yang menyebutkan bahwa pada masa paceklik, Nabi Muhammad SAW memperbolehkan umatnya untuk menyimpan daging kurban lebih dari tiga hari.
Namun, perlu diingat bahwa pembagian daging olahan dalam kondisi khusus ini harus tetap memperhatikan prinsip-prinsip syariah dan tidak boleh melanggar hak-hak penerima.
Fatwa MUI No. 37/2019 memberikan panduan yang jelas mengenai syarat sah pembagian daging olahan. Salah satu syaratnya adalah penyembelihan harus dilakukan tepat waktu, yaitu antara tanggal 10 hingga 13 Dzulhijjah. Jika penyembelihan dilakukan sebelum atau sesudah tanggal tersebut, maka kurban dianggap tidak sah.
Selain itu, tetap harus ada distribusi daging mentah untuk penerima lokal. Artinya, pembagian daging olahan tidak boleh menggantikan pembagian daging mentah secara keseluruhan. Hal ini bertujuan untuk tetap menghormati hak-hak penerima dan memberikan mereka kebebasan untuk mengolah daging sesuai dengan selera masing-masing.
Tujuan utama dari pembagian daging olahan adalah untuk memperluas manfaat (تعميم المنفعة) dari ibadah kurban. Dengan mengolah daging menjadi bentuk yang lebih awet dan mudah didistribusikan, manfaatnya dapat menjangkau lebih banyak orang dan wilayah yang membutuhkan. Hal ini sejalan dengan semangat Islam yang selalu mendorong umatnya untuk berbuat baik dan memberikan manfaat kepada sesama.
Oleh karena itu, pembagian daging olahan hanya diperbolehkan jika memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh MUI dan tetap memperhatikan prinsip-prinsip syariah yang berlaku.
Kesalahan Fatal dalam Distribusi
Dalam pelaksanaan ibadah kurban, terdapat beberapa kesalahan fatal yang seringkali dilakukan dalam proses distribusi daging. Kesalahan-kesalahan ini dapat mengurangi keberkahan dan pahala dari ibadah kurban tersebut.
Salah satu pelanggaran prinsip yang sering terjadi adalah membagikan hanya daging olahan tanpa memberikan porsi daging mentah sama sekali. Hal ini bertentangan dengan prinsip dasar pembagian daging kurban yang seharusnya memberikan kebebasan kepada penerima untuk mengolah daging sesuai dengan selera dan kebutuhan mereka.
Menunda distribusi daging kepada fakir miskin tanpa alasan syar'i juga merupakan kesalahan yang tidak dapat dibenarkan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, keutamaan distribusi cepat sangat penting untuk memastikan manfaat daging kurban dapat segera dirasakan oleh mereka yang membutuhkan.
Contoh kasus yang sering terjadi adalah panitia masjid perkotaan yang membagikan rendang kemasan kepada warga sekitar. Meskipun niatnya baik, tindakan ini dianggap tidak sesuai dengan adab dan tradisi yang berlaku. Sebaiknya, panitia masjid tetap memberikan daging mentah kepada warga sekitar, kecuali jika ada alasan yang sangat mendesak untuk membagikan daging olahan.
Kesimpulannya, daging kurban biasanya dibagikan dalam keadaan mentah sebagai standar utama, kecuali untuk kondisi khusus dengan syarat ketat. Hal ini bertujuan untuk menghormati hak-hak penerima dan memberikan mereka kebebasan untuk mengolah daging sesuai dengan selera masing-masing.
Oleh karena itu, kami merekomendasikan agar para panitia kurban mengutamakan hak penerima (kebebasan mengolah) dan kecepatan distribusi. Dengan demikian, ibadah kurban yang kita laksanakan dapat diterima oleh Allah SWT dan memberikan manfaat yang maksimal bagi seluruh umat. Ibadah kurban sempurna bila daging sampai ke yang berhak dengan cara yang hak.