Liputan6.com, Jakarta - Menjelang Idul Adha 2025, pertanyaan seputar kurban kembali mencuat, salah satunya soal jenis kelamin hewan yang lebih utama untuk dikurbankan. Banyak umat Islam bertanya-tanya, apakah hewan jantan atau betina yang lebih afdhal untuk dijadikan hewan kurban?
Dalam tradisi kurban, umat Islam memiliki kebebasan memilih hewan yang sesuai dengan syariat: kambing, domba, sapi, hingga unta. Namun, ternyata tidak semua hewan dianggap sama dalam keutamaannya. Ada keutamaan yang melekat pada jenis kelamin hewan.
Pendakwah Ustadz Abdul Somad (UAS) dalam sebuah ceramahnya menjelaskan bahwa menurut pandangan para ulama, hewan kurban yang lebih afdhal adalah yang berjenis kelamin jantan, baik itu kambing maupun sapi. Hal ini bukan tanpa alasan, melainkan berdasarkan pertimbangan fikih dan manfaat sosial.
"Ada dua alasan kenapa kambing jantan dan sapi jantan lebih afdhal untuk kurban," ujar UAS dalam penjelasannya. Ia mengacu pada berbagai kitab fikih yang telah membahas masalah ini secara rinci sejak ratusan tahun lalu.
Alasan pertama berkaitan dengan aspek produktivitas. Jika yang dikurbankan adalah sapi atau kambing betina, maka akan berdampak pada keberlangsungan produksi ternak dalam jangka panjang. Apalagi, sapi betina memiliki peran penting dalam reproduksi.
"Menyembelih sapi betina akan mengurangi jumlah ternak produktif. Bayangkan kalau semua yang dikurbankan betina, produksi turun, efek ekonomi terasa," jelas UAS dalam ceramah tersebut.
Simak Video Pilihan Ini:
Waduh, 2 WNA Swedia Kemah di Gunung Lewotobi yang Sedang Erupsi
Daging Hewan Jantan Lebih Lezat
Dikutip Selasa (27/05/2025) dari tayangan video di kanal YouTube Ustadz Abdul Somad Official, ia menegaskan pentingnya mempertimbangkan keberlangsungan ekosistem ternak dalam praktik kurban.
Alasan kedua, menurut UAS, berkaitan dengan kualitas daging. Dalam tradisi bersedekah atau berkurban, umat Islam diajarkan untuk memberikan yang terbaik, termasuk dari segi rasa dan kenikmatan.
"Dalam kitab-kitab fikih, disebutkan bahwa daging kambing jantan dan sapi jantan lebih enak dibanding betina. Maka dalam bersedekah, berikan makanan yang paling lezat," tegasnya.
Pernyataan tersebut didasarkan pada pendapat sejumlah ulama yang mendalami ilmu fikih kurban secara mendalam. UAS menekankan bahwa kelezatan daging menjadi unsur penting dalam kurban karena kurban adalah bentuk sedekah makanan.
Dengan menyembelih hewan yang lebih lezat dagingnya, maka manfaatnya lebih terasa oleh para penerima daging kurban. Ini sekaligus menunjukkan semangat memberi yang terbaik dalam ibadah.
UAS juga menyampaikan bahwa dalam ajaran Islam, setiap amal ibadah harus dilakukan dengan niat dan usaha maksimal. Maka, dalam hal kurban pun, semangat memberikan yang paling utama harus menjadi motivasi.
Namun, UAS menegaskan bahwa menyembelih hewan betina tetap sah dan dibolehkan selama memenuhi syarat sah kurban. Hanya saja, jika ingin lebih afdhal, maka pilihannya pada hewan jantan.
Pilih yang Lebih Utama
"Ini bukan soal sah atau tidak sah, tapi soal mana yang lebih utama. Jadi kalau mampu, utamakan yang jantan," katanya dalam ceramah itu.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa semangat kurban adalah memberikan manfaat dan berbagi kepada sesama, bukan sekadar menyembelih hewan tanpa makna.
Menurut UAS, kurban merupakan bentuk nyata solidaritas sosial dan empati terhadap yang membutuhkan. Maka pemilihan hewan pun seharusnya memperhatikan aspek kebermanfaatan.
Ia juga menyebutkan bahwa tidak perlu memaksakan diri membeli hewan jantan jika dari segi ekonomi kurang mampu. Yang utama adalah niat ikhlas dan sesuai kemampuan.
"Dalam Islam, Allah tidak membebani seseorang di luar kemampuannya. Jadi, kalau mampunya betina, silakan. Tapi kalau bisa pilih, maka yang jantan lebih utama," paparnya.
Penjelasan ini diharapkan mampu menjawab kebingungan masyarakat saat memilih hewan kurban menjelang Iduladha. UAS mengajak umat Islam untuk memahami esensi kurban dengan lebih dalam.
Pendapat Buya Yahya
Momen kurban seharusnya dimaknai bukan hanya sebagai tradisi tahunan, tetapi juga sebagai momentum untuk meningkatkan kualitas ibadah dan kepekaan sosial.
Dengan memahami keutamaan ini, umat Islam diharapkan bisa lebih bijak dan cermat dalam memilih hewan kurban, tidak sekadar ikut-ikutan atau formalitas.
UAS pun menutup penjelasannya dengan mengajak umat Islam untuk terus belajar tentang agama, termasuk dalam hal-hal yang tampak kecil namun memiliki dampak besar seperti pemilihan hewan kurban.
Sementara dikutip dari YouTube Al-Bahjah TV, Selasa (27/5/2025), Buya Yahya menjelaskan, yang membuat masyarakat cenderung memilih kambing jantan adalah karena penilaian secara visual. Kambing jantan umumnya terlihat lebih gagah, besar, dan meyakinkan saat dikurbankan.
Menurutnya, persepsi yang berkembang di masyarakat adalah hasil penafsiran semata. Biasanya kambing jantan tampak lebih menarik karena bertubuh besar dan memiliki tanduk yang mencolok.
Namun ia mengingatkan, jangan sampai penampilan luar menjadi standar utama dalam beribadah. "Kadang-kadang termasuk tanduk juga jadi pertimbangan. Padahal itu bukan tolok ukur utama," ujarnya.
Buya juga menjelaskan tentang ciri-ciri hewan kurban yang ideal, yaitu yang sudah cukup umur. Dalam istilah Jawa, disebut "poel", yaitu ketika gigi depan kambing mulai tanggal, pertanda usia sudah matang.
“Kalau giginya jatuh itu tandanya sudah tua. Biasanya kalau tua dagingnya lebih banyak. Tapi kalau tua tapi kurus, ya pilih yang gemuk dong,” ujar Buya sambil tersenyum dalam penjelasannya.
Ia menegaskan bahwa kambing betina tetap layak dan sah sebagai hewan kurban, bahkan jika ukurannya lebih besar daripada kambing jantan yang kecil. Yang utama adalah manfaat dagingnya bagi umat.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul