Mengenal Anoreksia Nervosa, Penyakit Mental dengan Angka Kematian Tertinggi di Dunia

5 hours ago 2

TEMPO.CO, Jakarta - Ketika membahas gangguan kesehatan mental yang paling berisiko menyebabkan kematian, sebagian besar mungkin akan menyebut depresi, skizofrenia, atau gangguan bipolar. Namun temuan dari sejumlah studi menunjukkan bahwa gangguan makan, khususnya anoreksia nervosa, justru memiliki tingkat kematian tertinggi dibandingkan gangguan mental lainnya.

Dikutip dari laman Eating Disorder Hope, gangguan makan, yang mencakup anoreksia nervosa, bulimia nervosa, dan binge eating disorder, merupakan jenis gangguan kesehatan mental dengan risiko kematian paling tinggi. Setiap 62 menit terdapat setidaknya satu individu yang meninggal dunia akibat gangguan makan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di antara jenis gangguan makan yang ada, anoreksia nervosa adalah yang paling mematikan. Selain itu, sekitar 20 persen dari penderita anoreksia yang meninggal diketahui mengakhiri hidupnya melalui tindakan bunuh diri.

Definisi dan Karakteristik Anoreksia Nervosa

Dilansir dari laman Amen Clinics, anoreksia nervosa adalah gangguan makan yang ditandai oleh persepsi tubuh yang tidak realistis, yang mana penderita memiliki pandangan yang keliru terhadap bentuk tubuh mereka. Individu dengan kondisi ini sering kali merasa dirinya kelebihan berat badan, meskipun secara medis mereka berada dalam kondisi berat badan yang sangat rendah atau bahkan di bawah standar yang sehat. Rasa takut yang berlebihan terhadap kenaikan berat badan mendorong mereka untuk secara ekstrem membatasi asupan makanan.

Di Amerika Serikat, diperkirakan sekitar 30 juta orang mengalami gangguan makan dalam satu fase kehidupan mereka, dan sekitar 0,9 persen perempuan dilaporkan menderita anoreksia nervosa. Meski prevalensi kasus pada laki-laki tercatat lebih rendah, mereka tetap berisiko mengalami gangguan ini. 

Dampak Anoreksia terhadap Fungsi Fisik dan Kognitif

Salah satu alasan mengapa anoreksia nervosa tergolong sebagai gangguan yang serius adalah karena dampaknya tidak hanya terbatas pada aspek psikologis, melainkan juga secara signifikan mempengaruhi kondisi fisik dan fungsi kognitif penderitanya. Pembatasan makanan yang ekstrim mengakibatkan tubuh berada dalam kondisi kelaparan kronis yang dapat merusak berbagai sistem tubuh.

Secara medis, kondisi ini dapat mengganggu fungsi sistem kardiovaskular, memperberat kerja sistem pencernaan, serta mengganggu produksi hormon di dalam tubuh. Selain itu, otak juga terdampak akibat kurangnya asupan kalori.

Meski otak hanya mewakili sekitar dua persen dari total berat tubuh, organ ini membutuhkan 20-30 persen kalori yang dikonsumsi dan sekitar 20 persen dari total aliran darah serta oksigen tubuh untuk berfungsi secara optimal. Ketika kebutuhan ini tidak terpenuhi, fungsi otak akan terganggu.

Penderita anoreksia nervosa mengalami penurunan volume gray matter di otak, yang berkaitan dengan penurunan kemampuan kognitif. Studi pencitraan otak pada perempuan penderita anoreksia yang mengalami amenore (berhentinya siklus menstruasi) juga menunjukkan adanya penurunan fungsi kognitif di beberapa area otak.

Selain gangguan fisik, banyak penderita anoreksia juga mengalami gangguan mental lainnya. Sekitar 50 persen penderita dilaporkan mengalami gangguan kecemasan, seperti obsessive compulsive disorder (OCD) atau fobia sosial. Depresi juga umum ditemukan pada 33-50 persen individu dengan kondisi ini. Tidak jarang, penderita juga mengalami gangguan stres pascatrauma (PTSD) dan penyalahgunaan zat.

Gejala yang Dapat Diamati

Gejala anoreksia nervosa terbagi dalam tiga kategori utama, yakni gejala fisik, gejala emosional, dan gejala perilaku. Secara fisik, penderita dapat menunjukkan penurunan berat badan yang signifikan, kelelahan yang berkepanjangan, gangguan tidur, kulit yang kering atau menguning, hingga gangguan pada sistem reproduksi seperti tidak terjadinya menstruasi. Selain itu, gejala lain yang umum meliputi rambut rontok, tekanan darah rendah, detak jantung yang tidak teratur, serta intoleransi terhadap suhu dingin.

Di sisi emosional dan perilaku, penderita sering kali menunjukkan kecenderungan untuk membatasi asupan makanan secara ketat, baik melalui diet ketat, puasa, maupun olahraga yang berlebihan. Beberapa individu juga melakukan tindakan seperti memuntahkan makanan secara sengaja, menggunakan obat pencahar, atau produk penurun berat badan. Tidak jarang pula penderita terlihat sangat terobsesi pada makanan, misalnya dengan menyiapkan makanan untuk orang lain tanpa ikut mengonsumsinya.

Faktor Penyebab Anoreksia Nervosa

Hingga saat ini, penyebab pasti dari anoreksia nervosa belum sepenuhnya dipahami. Tetapi sebagian besar ahli sepakat bahwa kondisi ini muncul akibat interaksi antara berbagai faktor, termasuk faktor genetik, psikologis, dan lingkungan sosial.

Secara genetik, penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50 hingga 80 persen risiko gangguan makan dapat diturunkan. Seseorang yang memiliki anggota keluarga dekat dengan riwayat gangguan makan memiliki kemungkinan 10 kali lebih besar untuk mengalami kondisi serupa. Selain itu, perubahan pada zat kimia di otak seperti serotonin dan dopamin diyakini turut mempengaruhi nafsu makan, suasana hati, serta kontrol impuls.

Dari sisi psikologis, beberapa individu mungkin mengembangkan gangguan makan sebagai mekanisme koping terhadap trauma emosional. Pengalaman seperti kekerasan fisik atau pelecehan seksual diyakini dapat memicu gangguan makan sebagai bentuk kontrol terhadap situasi yang dirasa tidak terkendali.

Faktor lingkungan dan budaya juga berperan penting, terutama dalam masyarakat yang mengidealkan bentuk tubuh tertentu, umumnya tubuh yang sangat kurus. Standar kecantikan yang tidak realistis ini dapat menimbulkan tekanan sosial, terutama pada remaja dan dewasa muda, untuk mencapai bentuk tubuh ideal yang kerap sulit dicapai secara alami dan sehat.

Rindi Ariska berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |