TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Hukum menyatakan buronan kasus korupsi pengadaan e-KTP, Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin mengajukan penangguhan penahanan kepada Pengadilan Singapura dan AGC Singapura (the Attorney-General's Chambers atau jaksa agung di Singapura).
"Pemerintah Indonesia terus berupaya untuk melakukan perlawanan terhadap permohonan PT (Paulus Tannos) tersebut," kata Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum Widodo saat dihubungi Tempo pada Senin, 2 Juni 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Widodo mengatakan proses hukum Paulus Tannos masih berjalan di Kota Singa itu. Ia berujar, bahwa buronan korupsi pengadaan e-KTP tersebut belum bersedia menyerahkan diri secara sukarela. Meski demikian, Paulus Tannos akan menjalani sidang pendahuluan atau committal hearing pada 23 hingga 25 Juni 2025 di Pengadilan Singapura.
"Saat ini status PT (Paulus Tannos) masih ditahan dan committal hearing telah dijadwalkan pada 23–25 Juni 2025," kata dia.
Pemerintah Republik Indonesia, kata Widodo telah menyampaikan permohonan ekstradisi kepada Paulus Tannos itu sejak 20 Februari 2025. Selain itu, Kementerian Hukum juga telah menyerahkan informasi tambahan melalui jalur diplomatik pada 23 April 2025.
"Proses hukum di Singapura masih berjalan," kata dia.
Sebelumnya, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas berharap Paulus Tannos mau pulang ke Indonesia secara sukarela. "Kami berharap mudah-mudahan yang bersangkutan mau secara sukarela untuk bisa minta untuk pulang menghadapi tuntutan hukum di sini," ujar dia saat ditemui di Kementerian Hukum pada Rabu, 14 Mei 2025.
Paulus Tannos merupakan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 19 Oktober 2021 atau dua bulan setelah dia menyandang status tersangka kasus korupsi proyek e-KTP. Ia diduga terlibat dalam rekayasa tender proyek e-KTP sehingga merugikan negara Rp 2,3 triliun.
KPK menuding Paulus melobi sejumlah pejabat agar bisa memenangkan proyek tersebut. Caranya, dia sepakat memberikan fee sebesar 5 persen dari nilai proyek. Ia membagi jatah fee tersebut kepada sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan pejabat Kementerian Dalam Negeri.
Kala itu, Paulus Tannos menjabat sebagai Direktur PT Sandipala Arthaputra yang masuk dalam konsorsium pemenang proyek e-KTP bersama Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI). Proyek ini telah dimulai sejak 2006, saat itu Kemendagri telah menyiapkan dana sekitar Rp 6 triliun untuk proyek e-KTP dan program Nomor Induk Kependudukan (NIK) nasional.
Lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) menangkap Paulus pada 17 Januari 2025. Penangkapan tersebut terjadi setelah Divisi Hubungan Internasional Polri mengirimkan surat penangkapan sementara (provisional arrest request) kepada otoritas Singapura.