13 Pengurus dan Santri Ponpes Miftah Maulana Dilaporkan atas Dugaan Penganiayaan

1 day ago 2

TEMPO.CO, Yogyakarta - Sebanyak 13 orang pengurus dan santri Pondok Pesantren (Ponpes) Ora Aji yang dikelola pendakwah Miftah Maulana Habiburrahman alias Gus Miftah di Sleman Yogyakarta dilaporkan atas dugaan penganiayaan. Korban dan pelapor dugaan penganiayaan itu adalah KDR, 23 tahun, yang juga merupakan santri di ponpes tersebut. 

Para pengurus ponpes dan santri menganiaya KDR karena menduga korban telah mencuri uang Rp 700 ribu, hasil penjualan air galon yang dikelola yayasan Ponpes Gus Miftah. Dugaan pencurian itu terjadi ketika korban yang mendapat giliran menjaga usaha tersebut pada pertengahan Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Penganiayaan kepada korban diduga menggunakan alat seperti setrum aki dan dipukuli dengan selang air, kondisi korban kini terganggu mentalnya dan masih ditangani psikiater,” kata kuasa hukum korban, Heru Lestarianto, Kamis 29 Mei 2025.

Berdasarkan keterangan orang tua korban, kata Heru, pengeroyokan dan penganiayaan terhadap santri itu terjadi pada 15 Februari 2025 di komplek ponpes. Korban sempat disekap di kamar dan dipaksa mengakui perbuataannya. Empat dari 13 pengeroyok disebut masih di bawah umur. 

Pekan lalu, tim kuasa hukum sempat mendatangi Polresta Sleman yang menangani perkara itu. Pihak korban tercatat membuat laporan polisi di Polsek Kalasan dengan Nomor : STTLP/22/II/2025/SEK KLS/POLRESTA SLM/POLDA DIY tertanggal 16 Februari 2025 namun kemudian perkara itu dilimpahkan ke Polresta Sleman.

Dari perkembangan terbaru, sebanyak 13 pengurus dan santri yang diduga terlibat penganiayaan itu sudah ditetapkan tersangka oleh polisi. “Namun dari 13 orang yang ditetapkan tersangka itu, belum ada satupun yang ditahan karena pihak yayasan mengajukan penangguhan penahanan,” kata Heru.

Heru mengatakan, saat ini korban telah dibawa pulang oleh keluarganya ke Kalimantan dan mendapatkan perawatan lanjutan oleh psikiater karena mulai terganggu mentalnya sejak peristiwa itu.

“Keluarga korban berharap kasus ini bisa dituntaskan segera, karena tidak layak sebuah pondok pesantren, yang merupakan lembaga pendidikan, yang seharusnya mengedepankan pembinaan agama, malah membiarkan peristiwa kekerasan tersebut terjadi,” kata dia.

Miftah tidak merespons saat Tempo mencoba mengonfirmasi kasus tersebut. Panggilan melalui telepon selulernya juga tidak dijawab.

Staf Miftah mengklaim tak tahu menahu soal kasus penganiayaan yang menyeret para santri tersebut. Sedangkan Miftah disebut tengah pergi haji ke Tanah Suci.

Adapun Kapolresta Sleman Komisaris Besar Edy Setyanto Erning Wibowo membenarkan ada laporan dugaan penganiayaan yang melibatkan para santri ponpes Gus Miftah itu. “Kasus (dugaan penganiayaan) itu masih kami tangani, sekarang berkas sudah jalan,” kata Edy.

Edy tak menampik soal penetapan para santri sebagai tersangka penganiayaan itu. Namun soal penahanan para santri yang berstatus tersangka itu, ia menuturkan masih melanjutkan penyidikan karena ada yang di bawah umur. “Ada (santri) yang masih di bawah umur, proses kita lakukan semuanya dulu,” kata dia.

Kapolresta Sleman  menuturkan, dari pihak terlapor saat ini juga tengah mengajukan proses restorative justice atas perkara penganiayaan itu. “Kami menunggu laporan proses RJ itu juga dari mereka (santri terlapor),” kata dia.

Pilihan Editor: Mengapa Pernikahan Usia Dini Masuk Ranah Pidana

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |