PEMBAGIAN bantuan AS di Gaza kembali menelan korban jiwa. Pasukan Israel telah menewaskan sedikitnya 32 warga Palestina dan melukai ratusan lainnya ketika kerumunan orang yang putus asa berkumpul di dua pusat distribusi makanan di Gaza.
Serangan terjadi di lokasi yang dikoordinasikan oleh Gaza Humanitarian Foundation dan Israel di Rafah dan Gaza tengah, dengan 31 korban tewas dilaporkan di Rafah dan satu di Gaza tengah. Lebih dari 200 orang terluka, banyak di antaranya dalam kondisi kritis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Para pejabat kesehatan Palestina menuduh Israel mengubah sistem distribusi bantuan yang baru menjadi jebakan yang mematikan, dan menggambarkannya sebagai alat untuk melakukan pembunuhan massal dan pemindahan paksa penduduk Gaza. Laporan medis mengindikasikan bahwa sebagian besar korban menderita luka tembak tunggal di kepala atau dada, yang menunjukkan adanya kesengajaan dalam penargetan.
Laporan Saksi Mata
Para saksi mata menggambarkan kejadian di Rafah dan Gaza tengah sebagai "penyergapan." Ribuan warga Palestina telah diinstruksikan untuk berbaris sekitar 500 meter dari pusat distribusi bantuan AS di bundaran Al-Alam di Rafah, kata wartawan lokal Mohammed Ghareeb kepada Middle East Eye.
Ketika kerumunan orang mendekat, pasukan Israel melepaskan tembakan dari berbagai arah. Para saksi mata menggambarkan adegan kekacauan ketika sebuah drone quadcopter menembaki kerumunan massa, diikuti oleh tembakan langsung dari pasukan Israel dan gas air mata yang diluncurkan oleh pasukan keamanan Amerika.
Arafat Siyam, yang selamat dari penembakan namun kehilangan saudara laki-lakinya, mengatakan, "Mereka menyuruh kami pergi ke zona kemanusiaan ini untuk menerima makanan-kemudian mereka membunuh kami. Amerika membohongi kami. Mereka menyebutnya sebagai titik kemanusiaan, lalu membunuh kami di sana."
Marwa al-Naouq, yang hadir di sana, menceritakan, "Saya berada di antara kerumunan orang, tetapi ketika orang-orang merangsek ke depan, saya tidak bisa bergerak karena terhimpit. Tiba-tiba, sebuah pesawat tak berawak mulai menembak. Kemudian tentara melepaskan tembakan, dan gas air mata ada di mana-mana. Orang-orang berlarian ke segala arah, dan banyak yang terbunuh atau terluka."
Marwan al-Hems, yang mengawasi rumah sakit lapangan di Gaza, menyebut insiden tersebut sebagai "pembantaian dan pembantaian," dengan mengatakan, "Penjajah Israel menargetkan orang-orang yang kelaparan, seakan-akan pusat-pusat bantuan ini membagikan kematian alih-alih makanan."
Rumah sakit di Gaza selatan kewalahan, dengan pasien yang terbaring di lorong-lorong dan di lantai karena kekurangan tempat tidur dan pasokan medis. "Kami berusaha menyelamatkan sebanyak mungkin, tetapi beberapa meninggal karena kehabisan darah," kata al-Hems.
Demi Makanan, Rela Kehilangan Nyawa
Hind Khoudary dari Al Jazeera, yang melaporkan dari Deir el-Balah di Gaza tengah, mengatakan bahwa warga Palestina terbunuh ketika mencoba untuk mendapatkan "satu porsi makanan untuk anak-anak mereka". Khoudary mengatakan kelaparan telah membuat warga Palestina pergi ke titik-titik distribusi ini, meski mereka tahu bahwa itu adalah tempat yang kontroversial. Mereka [titik-titik distribusi] didukung oleh AS dan Israel, tetapi mereka tidak memiliki pilihan lain," katanya.
Menurut Khoudary, bahkan paket yang dibagikan kepada warga Palestina hampir tidak cukup. “Kita berbicara tentang satu kilo tepung, beberapa kantong pasta, beberapa kaleng kacang fava - dan itu tidak bergizi. Itu tidak cukup untuk sebuah keluarga di Gaza saat ini," katanya.
Jebakan Kematian
Kepala UNRWA, Philippe Lazarini mengatakan bantuan distribusi tersebut telah berubah menjadi jebakan kematian. Ia mengatakan sistem yang memalukan ini telah memaksa ribuan orang yang kelaparan dan putus asa untuk berjalan kaki sejauh puluhan mil ke sebuah daerah yang telah hancur lebur akibat pengeboman besar-besaran yang dilakukan oleh Tentara Israel.
Menurutnya, pengiriman dan distribusi bantuan harus dalam skala besar dan aman. Di Gaza, hal ini hanya bisa dilakukan melalui PBB, termasuk UNRWA. Ia meminta kepada Israel untuk mencabut pengepungan dan mengizinkan PBB mendapatkan akses yang aman dan tanpa hambatan untuk membawa bantuan dan mendistribusikannya dengan aman.
Ia mengatakan, ini satu-satunya cara untuk mencegah kelaparan massal, termasuk di antara 1 juta anak-anak. “Dengan narasi yang saling bersaing dan kampanye disinformasi yang gencar dilakukan, media internasional harus diizinkan masuk ke Gaza untuk melaporkan secara independen kekejaman yang sedang berlangsung termasuk kejahatan keji pagi ini,” katanya seperti dimuat dalam situs resmi UNRWA.
Tuduhan-tuduhan
Hamas menuduh Israel mempersenjatai bantuan kemanusiaan sebagai bagian dari kampanye genosida yang lebih luas. Namun, militer Israel menyatakan bahwa mereka "tidak mengetahui adanya korban luka yang disebabkan oleh pasukan [tentara Israel]."
Kantor Media Pemerintah di Gaza mengutuk serangan tersebut, dan menggambarkan titik-titik distribusi GHF sebagai "jebakan kematian massal, bukan titik-titik bantuan kemanusiaan".
Pernyataan itu menyebutkan bahwa apa yang terjadi adalah penggunaan bantuan yang sistematis dan jahat sebagai alat perang. "[Bantuan] digunakan untuk memeras warga sipil yang kelaparan dan secara paksa mengumpulkan mereka di titik-titik pembunuhan yang terbuka, yang dikelola dan dipantau oleh tentara pendudukan dan didanai serta dilindungi secara politis oleh... pemerintah AS," kata pernyataan itu.
Penyangkalan
GHF mengatakan kepada AP bahwa tentara Israel menembakkan "tembakan peringatan" saat warga Palestina berkumpul untuk menerima makanan. Kelompok ini, dikutip Al Jazeera, membantah laporan bahwa puluhan orang terbunuh, dan menggambarkannya sebagai "laporan palsu tentang kematian, cedera massal, dan kekacauan".
Tentara Israel mengatakan dalam sebuah pernyataan di aplikasi pesan Telegram bahwa mereka "saat ini tidak mengetahui adanya luka-luka yang disebabkan oleh tembakan [Israel] di dalam lokasi distribusi bantuan kemanusiaan" dan bahwa insiden tersebut masih dalam proses peninjauan.
Sejak operasi GHF dimulai pada 27 Mei 2025, pasukan Israel telah menewaskan sedikitnya 49 warga Palestina dan melukai 305 orang di pusat-pusat distribusi yang dikelola GHF, menurut kantor media tersebut. GHF, sebuah organisasi kontroversial yang didukung AS dan didukung oleh Israel, didirikan untuk memotong sistem bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Gaza. Para pejabat senior kemanusiaan telah mengkritik inisiatif tersebut, dan mendesak Israel untuk berhenti menghalangi upaya bantuan yang dipimpin oleh PBB.