TEMPO.CO, Jakarta - Korea Selatan tengah bersiap menggelar pemilihan presiden luar biasa pada 3 Juni 2025. Pemilihan presiden ini dilakukan setelah pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol oleh Mahkamah Konstitusi.
Isu Awal yang Memicu Pemilu
Pemilu ini dipicu oleh pemecatan Yoon Suk Yeol pada awal April 2025 setelah secara sepihak mendeklarasikan darurat militer pada 3 Desember 2024. Langkah Yoon tersebut dianggap melanggar konstitusi karena berupaya menggagalkan proses parlemen secara paksa. Mahkamah Konstitusi kemudian memakzulkan Yoon dan memutuskan agar dilakukan pemilu pengganti dalam waktu 60 hari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam situasi tersebut, Perdana Menteri Han Duck-soo ditunjuk sebagai presiden sementara, setelah pemakzulannya sendiri sempat diajukan namun dibatalkan oleh Mahkamah. Pemerintah secara resmi menetapkan 3 Juni sebagai hari pemungutan suara, dan kampanye resmi dimulai pada 12 Mei.
Pertarungan Ketat Dua Tokoh
Pemilihan kali ini mempertemukan dua tokoh kuat dari spektrum politik yang berlawanan, yaitu Lee Jae-myung dari Partai Demokrat liberal dan Kim Moon-soo dari Partai Kekuatan Rakyat konservatif.
Lee Jae-myung, yang pernah kalah tipis dari Yoon pada Pemilihan Presiden 2022, kini kembali maju sebagai kandidat terdepan. Ia menarik simpati besar setelah selamat dari percobaan penikaman dan secara konsisten menolak kebijakan darurat militer Yoon. Kampanyenya menekankan pertumbuhan ekonomi berbasis kecerdasan buatan dan budaya populer, serta posisi diplomatik yang lebih seimbang antara AS dan Tiongkok.
Namun, Lee masih menghadapi ketidakpastian hukum. Mahkamah Agung Korea Selatan baru-baru ini membatalkan putusan bebas atasnya dalam kasus dugaan pernyataan palsu saat kampanye 2022. Meski sidang ulang ditunda hingga pasca-pemilu, jika dinyatakan bersalah, Lee bisa kehilangan kursi parlemen dan dilarang mencalonkan diri selama 10 tahun.
Kim Moon-soo, mantan menteri ketenagakerjaan dalam pemerintahan Yoon, menjadi kandidat konservatif resmi setelah melewati konflik internal di partainya. Ia mengundurkan diri dari jabatannya dan menyatakan pencalonannya karena "panggilan rakyat." Kim berjanji menciptakan lapangan kerja baru dan memulihkan kepercayaan publik terhadap institusi negara. Meski menentang pemakzulan Yoon, Kim mencoba menarik dukungan dari basis pemilih konservatif yang kecewa.
Kandidat Lain
Selain dua tokoh utama, ada Ahn Cheol-soo, anggota parlemen PPP yang juga menyatakan pencalonan. Ahn menampilkan diri sebagai kandidat “bersih” dan berjanji mendorong inovasi ekonomi berbasis AI serta menahan tekanan perdagangan dari pemerintahan Donald Trump di AS.
Mantan ketua Partai Kekuatan Rakyat Lee Jun-seok juga turut bertarung lewat Partai Reformasi Baru. Pernah mendukung Yoon di masa lalu, kini ia mengambil jarak dan meraih 9 persen dukungan dalam jajak pendapat awal Mei, di bawah Lee (47 persen) dan Kim (33 persen).
Debat Capres yang Sempat Memanas
Debat capres pertama dari tiga sesi televisi memperlihatkan perbedaan sikap kandidat terhadap kebijakan luar negeri. Lee Jae-myung dikritik karena dinilai terlalu lunak terhadap Cina setelah menyatakan bahwa Korea Selatan sebaiknya tidak ikut campur dalam konflik Cina-Taiwan. Ia menekankan perlunya denuklirisasi Semenanjung Korea dan keseimbangan dalam aliansi dengan AS.
Sementara Kim menegaskan posisi pro-AS dan perlunya memperkuat pertahanan nasional. Ia juga menyoroti perlunya stabilitas untuk menarik investasi dan mengurangi ketergantungan Korea Selatan terhadap ekspor ke Tiongkok.
Sita Planasari, Dicky Kurniawan MP dan Savero Aristia Wienanto turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Mengapa Ada Batas Usia Pekerjaan di Dunia Kerja