Liputan6.com, Jakarta - Idul Adha merupakan salah satu hari besar umat Islam yang diperingati setiap 10 Dzulhijjah. Berbeda dengan Idul Fitri, pada Idul Adha terdapat perintah menyembelih hewan kurban bagi yang mampu. Hukum menyembelih hewan kurban adalah sunnah.
Selain berkurban, pada momen Idul Adha juga terdapat ibadah yang hanya dilakukan setahun sekali. Adalah ibadah haji, ibadah ini dilaksanakan hanya di Tanah Suci dan hukumnya wajib bagi yang mampu.
Sama seperti Idul Fitri, pada Idul Adha juga terdapat malam takbir. Malam takbiran atau malam hari raya adalah malam menjelang Idul Fitri. Pada malam tersebut umat Islam menggemakan takbir hingga pagi harinya.
Lantas, kapan malam takbiran Idul Adha 2025?
Jika merujuk keputusan sidang isbat Kementerian Agama Republik Indonesia, 1 Dzulhijjah 1446 H jatuh pada Rabu, 28 Mei 2025 dan Idul Adha 10 Dzulhijjah 1446 H jatuh pada Jumat, 6 Juni 2025. Itu artinya, malam takbiran Idul Adha 1446 H jatuh pada Kamis, 5 Juni 2025 malam.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Tips Menghapal Al Quran Super Cepat Hanya 2 Bulan Ala Siswa SMA IT Nurul Ihsan Cilacap
Dalil Anjuran Menghidupkan Malam Idul Adha
Mengutip NU Online, terdapat hadis yang menjadi dasar menghidupkan malam Idul Adha. Hadis ini banyak ditemukan dalam literatur induk fiqih dalam mazhab Syafi’i. Berikut riwayat hadisnya.
مَنْ قَامَ لَيْلَتَيْ الْعِيدَيْنِ مُحْتَسِبًا لِلَّهِ لَمْ يَمُتْ قَلْبُهُ يَوْمَ تَمُوتُ الْقُلُوبُ
Artinya, “Siapapun menghidupkan malam dua hari raya (dengan ibadah) karena mengharap pahala Allah, maka hatinya tidak akan mati di hari semua hati mati.” (HR Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Riyadh: Maktabah Abo Moati, t.t.), jilid II, halaman 668).
Meski sebagian ulama mengatakan bahwa hadis di atas dhaif, namun para ahli fiqih menyimpulkan bahwa menghidupkan malam hari sebelum Idul Adha merupakan amalan yang sunnah dan dianjurkan.
Imam As-Syafi’i dalam Al-Umm menyampaikan riwayat bahwa malam Idul Adha merupakan salah satu malam dikabulkannya doa. Ia menyukai riwayat seraya tetap menganggapnya sunnah dan bukan wajib. (As-Syafi’i, Al-Umm, [Beirut: Darul Ma’rifah, 1393], jilid I, halaman 231).
Begitu juga An-Nawawi dalam Al-Majmu’ menegaskan meskipun hadis tersebut dha’if, namun masih dapat ditoleransi untuk keutamaan amal. Menurut An-Nawawi berdasarkan hadis ini, kemuliaan malam hari raya dapat diraih dengan menghidupkan hampir seluruh waktu malam dengan beribadah.
Ia juga mengutip penjelasan Ibnu ‘Abbas, praktik menghidupkan malam hari raya adalah dengan shalat Isya berjamaah dan bertekad kuat untuk melaksanakan shalat subuh berjamaah. (An-Nawawi, Al-Majmu’, [Beirut: Darul Fikr, t,t,], jilid V, halaman 43).
Kendati para fuqaha menyimpulkan hukum menghidupkan malam hari raya sebagai sunnah, namun Al-Adzra’i berpendapat bahwa anjurannya tidak mencapai sunnah muakkad, sebab haditsnya dinilai dha’if. Pendapat ini juga diaminkan oleh Syekh Zakariya Al-Anshari dalam Asnal Mathalib. (Zakariya Al-Anshari, Asnal Mathalib, [Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, 2000], jilid I, halaman 281).
Amalan Malam Idul Adha: Memperbanyak Takbir
Salah satu amalan malam Idul Adha adalah memperbanyak takbir. Takbir pada malam hari raya terbagi menjadi dua, yakni mursal dan muqayyad.
Takbir mursal adalah takbir yang dilakukan tidak mengacu pada waktu sholat, melainkan bisa dilakukan setiap waktu di mana pun dan dalam keadaan apa pun. Takbir mursal dimulai dari terbenamnya matahari saat malam hari raya hingga imam melakukan takbiratul ihram pada sholat hari raya.
Takbir muqayyad adalah takbir yang memiliki waktu khusus. Takbir ini dibaca setelah sholat fardhu maupun sunnah. Waktunya dimulai setelah subuh hari Arafah (9 Dzulhijjah) hingga ashar di hari terakhir tasyrik (13 Dzulhijjah).
Khusus pada hari raya Idul Adha, umat Islam dianjurkan membaca takbir mursal pada malam 10 Dzulhijjah. Kemudian disunnahkan juga membaca takbir muqayyad yang waktunya mulai pada hari Arafah (9 Dzulhijjah), hari raya Idul Adha (10 Dzulhijjah), dan usai sholat fardhu selama hari Tasyrik (11,12, 13 Dzulhijjah).
Bacaan Takbir Idul Adha
Berikut redaksi takbir Idul Adha yang dapat Anda baca sejak malam hari raya hingga hari Tasyrik terakhir.
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لَا إلٰهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ
Allāhu akbar, Allāhu akbar, Allāhu akbar. Lā ilāha illallāhu wallāhu akbar. Allāhu akbar wa lillāhil hamdu.
Artinya: “Allah maha besar, Allah maha besar, Allah maha besar. Tiada tuhan selain Allah. Allah maha besar. Segala puji bagi-Nya.”
Selain itu, dapat juga mengumandangkan takbir seperti yang dilakukan Rasulullah SAW saat di Bukit Shafa.
اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الِلّٰهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا لَا إلٰهَ إِلَّا اللهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الكَافِرُوْنَ لَا إلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الاَحْزَابَ وَحْدَهُ لَا إلٰهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ
Allāhu akbar kabīrā, walhamdu lillāhi katsīrā, wa subhānallāhi bukratan wa ashīlā, lā ilāha illallāhu wa lā na‘budu illā iyyāhu mukhlishīna lahud dīna wa law karihal kāfirūn, lā ilāha illallāhu wahdah, shadaqa wa‘dah, wa nashara ‘abdah, wa hazamal ahzāba wahdah, lā ilāha illallāhu wallāhu akbar.
Artinya: “Allah maha besar. Segala puji yang banyak bagi Allah. Maha suci Allah pagi dan sore. Tiada tuhan selain Allah. Kami tidak menyembah kecuali kepada-Nya, memurnikan bagi-Nya sebuah agama meski orang kafir tidak menyukainya. Tiada tuhan selain Allah yang esa, yang menepati janji-Nya, membela hamba-Nya, dan sendiri memorak-porandakan pasukan musuh. Tiada tuhan selain Allah. Allah maha besar.”
Wallahu a’lam.