Tiga Tahun Penyidikan, Kasus 185 Ton Arang Bakau Ilegal Dinyatakan P21

5 hours ago 1

TEMPO.CO, Batam - Setelah hampir tiga tahun bergulir, penyidikan kasus penampungan arang bakau ilegal yang menyeret Direktur PT Anugerah Makmur Perkasa (AMP), Ahui, akhirnya rampung. Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau menyatakan berkas perkara lengkap atau P-21, dan pelimpahan tahap II telah dilakukan pada 5 Mei 2025 ke Kejaksaan Negeri Batam.

PT AMP diduga melakukan penampungan ratusan ton arang bakau dan mengekspornya. Penyidik menyita barang bukti berupa dokumen-dokumen, dua unit gudang, dan arang bakau sebanyak lebih kurang 7.065 kantong atau setara dengan lebih kurang 185 Ton

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perkara ini bermula dari sidak Komisi IV DPR RI bersama Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 25 Januari 2023 ke gudang arang PT AMP yang berlokasi Kelurahan Sembulang, Kecamatan Galang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Gudang tersebut berada di kawasan lindung dan menampung arang hasil dari pemanfaatan kayu mangrove ilegal.

Berdasarkan hasil pengumpulan barang bukti dan keterangan, arang bakau berasal dari pohon yang ditebang di areal hutan mangrove kemudian diolah di Dapur Arang di Provinsi Kepulauan Riau dan Provinsi Riau.

"Kayu arang Bakau tersebut kemudian diangkut, dibeli dan ditampung oleh PT AMP yang merupakan eksportir Arang Bakau ke luar negeri," kata Kepala Balai Gakkum Kehutanan Sumatera Hari Novianto  dalam keterangan tertulisnya, Jumat 9 Mei 2025.

Ahui sempat dua kali mengajukan praperadilan untuk menggugurkan status tersangkanya, masing-masing pada 1 April dan 14 Mei 2024. Namun, dua gugatan itu ditolak hakim Pengadilan Negeri Batam.

Tersangka dijerat dengan Pasal 98 Ayat 1 juncto Pasal 99 Ayat (1) juncto Pasal 116 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta pasal 87 Ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dengan ancaman pidana penjara dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Dirjen Penegakan Hukum Kementerian Kehutanan Dwi Januanto Nugroho menyatakan mangrove adalah ekosistem penting yang tidak bisa ditawar kelestariannya. "Penanganan perkara ini adalah wujud tanggung jawab dan konsistensi penegakan hukum kehutanan yang dilakukan Ditjen Gakkum Kehutanan untuk menjaga agar ekosistem hutan mangrove tetap lestari sesuai fungsinya," kata Dwi dalam keterangan yang sama.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |