Liputan6.com, Jakarta Idul Adha merupakan salah satu hari raya besar dalam Islam yang memiliki makna spiritual mendalam bagi umat Muslim di seluruh dunia. Makna Idul Adha menurut Al-Quran tidak hanya sebatas perayaan semata, tetapi juga mengandung nilai-nilai ketaqwaan, pengorbanan, dan ketaatan kepada Allah SWT yang sangat agung. Setiap tahun pada tanggal 10 Dzulhijjah, umat Islam memperingati hari yang mulia ini dengan melaksanakan ibadah kurban sebagai wujud kepatuhan kepada perintah Allah.
Makna Idul Adha menurut Al-Quran mencerminkan kisah teladan Nabi Ibrahim AS dan putranya Nabi Ismail AS yang menunjukkan tingkat ketaatan dan keikhlasan luar biasa kepada Allah SWT. Kisah pengorbanan yang agung ini diabadikan dalam Al-Quran sebagai pelajaran berharga bagi seluruh umat manusia tentang pentingnya mengutamakan perintah Allah di atas segala-galanya. Makna Idul Adha menurut Al-Quran mengajarkan bahwa ketaatan sejati kepada Allah memerlukan pengorbanan yang tulus dan ikhlas.
Dalam Al-Quran, Allah SWT telah menjelaskan dengan gamblang tentang makna Idul Adha menurut Al-Quran melalui berbagai ayat yang mengisahkan perintah berkurban dan hikmah di baliknya.
Berikut ini telah Liputan6.com rangkum, makna spiritual, hikmah, dan pelajaran berharga yang terkandung dalam perayaan Idul Adha berdasarkan petunjuk Al-Quran dan hadist Nabi Muhammad SAW, pada Kamis (22/5).
Ahmad, peternak asal Polewali Mandar, Sulbar, melakukan pengamanan ekstra ketat setelah sapinya resmi dibeli Presiden RI Prabowo Subianto untuk kurban Idul Adha.
Sejarah dan Makna Kurban dalam Islam
Kisah Nabi Ibrahim dan Perintah Allah
Makna Idul Adha tidak dapat dipisahkan dari kisah agung Nabi Ibrahim AS yang menerima perintah Allah SWT untuk menyembelih putranya, Nabi Ismail AS, sebagai bentuk ujian ketaatan. Kisah ini menggambarkan tingkat keimanan dan ketaatan yang sempurna dari seorang nabi kepada Rabbnya, dimana beliau rela mengorbankan hal yang paling dicintainya demi memenuhi perintah Allah. Ujian berat ini menjadi simbol pengorbanan tertinggi dalam kehidupan seorang Muslim.
Namun Allah SWT, dalam kasih sayang dan rahmat-Nya, menggantikan Nabi Ismail dengan seekor kambing sebagai tanda bahwa ujian tersebut telah berhasil dilalui dengan sempurna. Peristiwa ini diabadikan sebagai dasar disyariatkannya ibadah kurban bagi umat Islam, dimana setiap Muslim yang mampu dianjurkan untuk berkurban sebagai wujud ketaatan dan pengorbanan kepada Allah SWT.
Perintah Kurban dalam Al-Quran
Allah SWT berfirman dalam Al-Quran yang memerintahkan umat Islam untuk melaksanakan ibadah kurban:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
"Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah." (QS. Al-Kautsar: 2)
Ayat ini dengan tegas memerintahkan umat Islam untuk melaksanakan shalat dan berkurban sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT. Menurut jumhur ulama, hukum kurban adalah sunnah muakkadah atau sangat dianjurkan bagi mereka yang mampu melaksanakannya. Perintah ini menjadi landasan utama bagi umat Islam untuk melaksanakan ibadah kurban setiap tahunnya pada hari raya Idul Adha.
Hikmah Berkurban sebagai Syiar Islam
Kurban sebagai Manifestasi Ketaqwaan
Ibadah kurban merupakan salah satu syiar Islam yang agung, sebagaimana diterangkan dalam firman Allah SWT:
ذَٰلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ
"Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati." (QS. Al-Hajj: 32)
Ayat ini menjelaskan bahwa mengagungkan syiar-syiar Allah, termasuk ibadah kurban, merupakan manifestasi dari ketaqwaan hati seorang Muslim. Kurban bukan hanya sekadar penyembelihan hewan, tetapi merupakan ekspresi spiritual yang menunjukkan kebesaran Allah dan kemampuan-Nya dalam merenyuhkan hati manusia untuk berbagi dengan sesama.
Ketika takbir berkumandang di hari raya Idul Adha, hal itu mengingatkan umat Islam akan keagungan Allah dan kewajiban mereka untuk menunaikan ibadah dengan penuh ketaatan.
Kurban sebagai Sarana Berbagi dan Solidaritas
Allah SWT juga memerintahkan umat Islam untuk berbagi daging kurban kepada mereka yang membutuhkan:
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ ۖ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ ۖ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
"Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi'ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur." (QS. Al-Hajj: 36)
Ayat ini mengajarkan bahwa kurban bukan hanya untuk kepentingan pribadi, tetapi juga untuk berbagi dengan masyarakat luas, terutama mereka yang kurang mampu. Pembagian daging kurban kepada fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan menjadi wujud nyata dari solidaritas sosial dan kepedulian terhadap sesama, sekaligus menjadi sarana untuk mengurangi kesenjangan sosial dalam masyarakat.
Esensi Ketaqwaan dalam Ibadah Kurban
Kurban sebagai Cerminan Hati yang Bertaqwa
Allah SWT menegaskan bahwa esensi kurban bukanlah terletak pada daging atau darah hewan yang disembelih, melainkan pada ketaqwaan hati yang melaksanakannya:
لَن يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَـٰكِن يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ
"Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik." (QS. Al-Hajj: 37)
Ayat ini dengan tegas menyatakan bahwa Allah SWT tidak membutuhkan daging atau darah hewan kurban, melainkan ketaqwaan hati dari hamba-Nya. Ibadah kurban menjadi media untuk mendekatkan diri kepada Allah dan meningkatkan kualitas ketaqwaan seorang Muslim. Melalui kurban, seseorang belajar untuk mengorbankan kepentingan pribadi demi kepentingan yang lebih besar, yaitu kepatuhan kepada Allah SWT.
Kurban sebagai Sarana Pembersihan Jiwa
Ibadah kurban juga mengajarkan umat Islam untuk membersihkan jiwa dari sifat-sifat tercela seperti kikir, egois, dan materialistis. Dengan rela mengorbankan harta untuk membeli hewan kurban dan membagikannya kepada yang membutuhkan, seseorang belajar untuk melepaskan diri dari ikatan duniawi dan mengutamakan kepentingan akhirat. Proses ini menjadi sarana pembersihan jiwa dan peningkatan kualitas spiritual seorang Muslim.
Hikmah Agung Syariat Kurban
Pertama: Curahan Cinta Kepada Allah SWT
Hikmah pertama dari syariat kurban adalah sebagai bentuk curahan cinta kepada Allah SWT atas segala rahmat dan nikmat yang tidak terhitung jumlahnya dalam kehidupan manusia. Allah berfirman dalam surat Al-Kautsar yang menjelaskan hubungan antara nikmat yang diberikan dengan kewajiban bersyukur melalui kurban. Melalui ibadah kurban, seorang Muslim mengekspresikan rasa cinta dan syukurnya kepada Allah yang telah memberikan begitu banyak karunia dalam hidupnya.
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
"Sesungguhnya Kami telah memberikan karunia sangat banyak kepadamu, maka shalatlah untuk Tuhanmu dan sembelihlah kurban." (QS. Al-Kautsar: 1-2)
Kedua: Mengorbankan Sifat Egois dan Serakah
Hikmah kedua dari ibadah kurban adalah perintah untuk mengorbankan sifat-sifat tercela dalam diri manusia seperti egois, mementingkan diri sendiri, rakus, dan serakah. Kurban mengajarkan manusia untuk rela berbagi dan peduli terhadap sesama, sebagaimana teladan Nabi Ibrahim yang rela mengorbankan putra kesayangannya demi ketaatan kepada Allah. Melalui kurban, seseorang belajar untuk mengalahkan hawa nafsu dan mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi.
Teladan mulia tentang kecintaan kepada Allah SWT sebagaimana ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim menjadi inspirasi bagi umat Islam untuk selalu mengutamakan perintah Allah dalam setiap aspek kehidupan. Ibadah kurban menjadi sarana untuk melatih jiwa agar mampu berkorban dan tidak terikat pada materi duniawi.
Kurban sebagai Solidaritas Sosial dan Ekonomi
Mengurangi Kesenjangan Sosial
Perintah kurban yang ketiga adalah sebagai bentuk solidaritas sosial bagi mereka yang mampu untuk berbagi rezeki dengan kaum dhuafa dan fakir miskin. Pembagian daging kurban kepada masyarakat yang membutuhkan merupakan bentuk komunikasi sosial yang membangun ikatan persaudaraan dan tolong-menolong antaranggota masyarakat. Hal ini dapat mengurangi kesenjangan sosial dan menjaga keharmonisan kehidupan bermasyarakat.
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكاً لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ
"Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)." (QS. Al-Hajj: 34)
Membangun Ikatan Persaudaraan
Melalui pembagian daging kurban, terbangun ikatan persaudaraan yang kuat antara yang mampu dan yang tidak mampu dalam masyarakat. Kurban menjadi media untuk saling mengenal, berbagi, dan peduli terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar. Semangat gotong royong dan tolong-menolong yang terwujud dalam momentum Idul Adha menjadi fondasi untuk membangun masyarakat yang harmonis dan sejahtera.
Kurban sebagai Investasi Akhirat
Hewan Kurban sebagai Saksi di Hari Kiamat
Hikmah keempat dari ibadah kurban adalah bahwa hewan yang dikurbankan akan menjadi saksi amal kebaikan di hari kiamat nanti. Rasulullah SAW bersabda dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah bahwa hewan kurban akan datang pada hari kiamat dengan tanduk, kuku, dan bulunya untuk menjadi saksi kebaikan bagi orang yang berkurban. Hal ini menunjukkan bahwa kurban bukan hanya ibadah duniawi, tetapi juga investasi untuk kehidupan akhirat.
Rasulullah SAW bersabda: "Tidak ada amalan yang dikerjakan anak Adam ketika hari (raya) kurban yang lebih dicintai oleh Allah Azza Wa Jalla dari mengalirkan darah, sesungguhnya pada hari kiamat ia akan datang dengan tanduk-tanduknya, kuku-kukunya & bulu-bulunya. Dan sesungguhnya darah tersebut akan sampai kepada Allah Azza Wa Jalla sebelum jatuh ke tanah, maka perbaguslah jiwa kalian dengannya." (HR. Ibnu Majah No. 3117)
Pahala yang Berlimpah dan Tidak Terhitung
Hikmah kelima adalah bahwa orang yang berkurban akan mendapatkan balasan pahala yang berlimpah dan tidak terhitung jumlahnya dari Allah SWT. Setiap bulu dari hewan yang dikurbankan mengandung satu kebaikan dan pahala bagi orang yang berkurban. Hal ini menunjukkan betapa besar perhatian dan penghargaan Allah terhadap ibadah kurban yang dilakukan dengan ikhlas dan penuh ketaatan.
Rasulullah SAW bersabda ketika ditanya para sahabat tentang pahala kurban: "Pada setiap bulu ada satu kebaikan... Pada setiap bulu shuf (bulu domba) ada satu kebaikan." (HR. Ibnu Majah No. 3127). Hadist ini menggambarkan betapa besar pahala yang akan diterima oleh orang yang melaksanakan ibadah kurban dengan niat yang tulus karena Allah SWT.
Makna Idul Adha menurut Al-Quran mengandung dimensi spiritual, sosial, dan ekonomi yang sangat mendalam bagi kehidupan umat Islam. Ibadah kurban bukan hanya sekadar ritual keagamaan, tetapi merupakan sarana pembentukan karakter, peningkatan ketaqwaan, dan penguatan solidaritas sosial dalam masyarakat. Melalui kurban, umat Islam diajarkan untuk selalu mengutamakan perintah Allah, berbagi dengan sesama, dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat.