Mengenal Greta Thunberg, Aktivis yang Berupaya Dobrak Blokade Israel di Gaza

1 day ago 9

CANTIKA.COM, Jakarta -  Nama aktivis Greta Thunberg tengah menjadi sorotan. Ia termasuk salah satu dari 12 aktivis di dalam kapal bantuan, armada Madleen yang menuju Gaza. Mendengar hal itu, Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, menginstruksikan militer untuk mencegah armada Madleen mencapai Gaza.

Dia lebih lanjut berbicara kepada Thunberg dan rekan-rekan aktivis lainnya, menyebut mereka sebagai "corong propaganda Hamas" dan memperingatkan, "kembalilah karena Anda tidak akan mencapai Gaza".

Kelompok yang berangkat dari Sisilia pada 1 Juni lalu, mengangkut pasokan penting bagi warga Palestina di Gaza, yang sedang dikepung dan menghadapi kekurangan yang parah. Kargo tersebut termasuk susu formula bayi, tepung, beras, popok, produk sanitasi wanita, alat desalinasi air, perlengkapan medis, kruk, dan kaki palsu untuk anak-anak.

Berbicara dari atas kapal bantuan, Thunberg mengatakan kepada Middle East Eye bahwa pemerintah telah mengecewakan rakyat Palestina, dan menyerahkannya kepada individu-individu biasa untuk mengambil tindakan.

"Kita tidak bisa diam saja dan membiarkan hal ini terjadi. Kami menyaksikan ... genosida yang terjadi, setelah puluhan tahun penindasan sistematis, pembersihan etnis, pendudukan," katanya.

Thunberg menekankan bahwa para aktivis adalah "manusia biasa, sangat prihatin dengan apa yang terjadi, dan tidak menerima apa yang sedang terjadi ".

Profil Greta Thunberg

Greta Tintin Eleonora Ernman Thunberg, lahir 3 Januari 2003, di Stockholm, Swedia, adalah seorang aktivis lingkungan terkemuka yang dikenal karena upayanya memerangi perubahan iklim. Pada tahun 2018, ia meluncurkan gerakan Fridays for Future, yang juga dikenal sebagai School Strike for Climate, seperti dilansir Britannica.

Greta berasal dari keluarga berlatar seni, sang ibu penyanyi opera, sementara ayahnya berprofesi sebagai aktor. Didiagnosis dengan sindrom Asperger – sekarang diklasifikasikan sebagai gangguan spektrum autisme – Greta  menunjukkan fokus intens yang khas dari kondisi tersebut, dan menyalurkannya ke dalam komitmennya terhadap aktivisme iklim.

Masa kecil Greta Thunberg berakhir saat pandemi. Tepat sebelum COVID-19 melanda, remaja Swedia ini dan rekan-rekan aktivisnya telah berhasil mengorganisir sebuah pawai yang menarik jutaan orang - berpotensi menjadi protes iklim terbesar yang pernah ada.

Dia pertama kali menyadari perubahan iklim pada usia sekitar delapan tahun, dan segera setelah itu, dia membuat perubahan gaya hidup yang signifikan: mengadopsi pola makan vegan dan menolak bepergian dengan pesawat terbang, kedua pilihan yang bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

Bertekad untuk mendorong tindakan politik, Greta memulai protes tunggal di luar parlemen Swedia pada minggu-minggu menjelang pemilihan umum September 2018, dengan memegang tanda bertuliskan "Skolstrejk för Klimatet" (Mogok Sekolah untuk Iklim). Awalnya Greta sendirian. Namun, saat protesnya menarik perhatian, beberapa orang mulai bergabung dengannya.

Setelah pemilu, ia kembali bersekolah namun tetap melanjutkan aksi mogoknya setiap hari Jumat, menginspirasi para pelajar di seluruh dunia untuk bergabung dengan gerakan Fridays for Future. Aksi ini menyebar ke berbagai negara termasuk Belgia, Kanada, Amerika Serikat, Inggris, Finlandia, Denmark, Prancis, dan Belanda.

Namun, datangnya lockdown tiba-tiba menghentikan aksi mogok sekolah Fridays For Future. Dengan seluruh negara dipaksa untuk mengisolasi diri, gerakan ini menjadi "lumpuh", seperti yang digambarkan oleh Dominika Lasota, seorang anggota terkemuka kelompok tersebut di Polandia.

Dilansir Politico, pandemi tidak hanya memberikan pukulan berat bagi gerakan yang tumbuh subur dengan demonstrasi publik. Bagi banyak aktivis muda, pandemi ini juga membuat mereka kehilangan saluran penting untuk mengekspresikan rasa ketidaknyamanan kolektif-apa yang sering disebut oleh kaum muda saat ini sebagai "kecemasan iklim".

Undangan dari Forum Dunia

Aktivisme Greta menghasilkan undangan untuk berbicara di forum-forum internasional besar, seperti Forum Ekonomi Dunia di Davos dan Parlemen Eropa, serta di hadapan badan legislatif di Italia, Prancis, Inggris, dan Amerika Serikat. Pada September 2019, ia menjadi berita utama dengan pidatonya di acara iklim PBB di New York, setelah melakukan perjalanan ke sana dengan kapal pesiar tanpa emisi.

Pidatonya yang penuh semangat mencakup kalimat-kalimat berikut: "Anda telah mencuri mimpi dan masa kecil saya dengan kata-kata kosong Anda... Kita berada di awal kepunahan massal, dan yang bisa Anda bicarakan hanyalah uang, dan dongeng tentang pertumbuhan ekonomi yang abadi. Beraninya Anda!" Pada bulan itu, jutaan orang berpartisipasi dalam aksi iklim di lebih dari 163 negara.

Meskipun aktivisme Greta, yang sering disebut sebagai "efek Greta", memengaruhi opini dan perilaku publik terkait perubahan iklim, ia juga menghadapi kritik, terutama dari Presiden Brasil Jair Bolsonaro, yang menyebutnya "anak nakal" pada 2019.

Di luar advokasi lingkungannya, Greta telah membantu meningkatkan kesadaran tentang sindrom Asperger dan menginspirasi orang lain dengan kondisi tersebut. Dia pernah berbicara tentang tantangan dan kekuatan yang terkait dengan Asperger, melalui sebuah tweet: "Saya menderita Asperger dan itu berarti saya terkadang sedikit berbeda dari biasanya. Dan-dalam situasi yang tepat-menjadi berbeda adalah sebuah kekuatan."

Karya Greta Thunberg yang telah diterbitkan antara lain No One Is Too Small to Make a Difference (2019), kumpulan pidatonya, dan The Climate Book: Fakta dan Solusinya (2023). Film dokumenter I Am Greta dirilis pada tahun 2020.

Pilihan Editor: Perjalanan Karier Claudia Sheinbaum: dari Aktivis, kini menjadi Presiden Meksiko

IDA ROSDALINA

Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |