Simak Baik-Baik, Ternyata Ini Hukum Menyantuni Anak Yatim di Muka Umum dalam Islam

4 hours ago 3

Liputan6.com, Cilacap - Muharram merupakan salah satu bulan yang sangat mulia dalam kalender Islam. Bulan ini memiliki makna yang sangat penting bagi umat Muslim di seluruh dunia.

Selain sebagai bulan yang penuh dengan keberkahan dan ampunan, Muharam juga merupakan waktu yang tepat untuk memperbanyak amal kebaikan dan meningkatkan kesadaran spiritual.

Salah satu amal kebaikan yang sangat dianjurkan dalam bulan Muharram adalah menyantuni anak yatim. Anak yatim merupakan salah satu golongan yang paling rentan dan membutuhkan perhatian serta kasih sayang dari masyarakat.

Dalam Islam, menyantuni anak yatim dianggap sebagai salah satu amal kebaikan yang paling mulia dan dapat membawa banyak manfaat bagi pelakunya. Namun, sudah lazim di tengah masyarakat melakukan santunan anak yatim di muka umum.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, bagaimana hukum menyantuni anak yatim di muka umum, lazimnya digelar dalam muharaman, dalam Islam? Apakah tindakan ini dapat dianggap sebagai amal kebaikan yang murni, ataukah terdapat unsur-unsur yang dapat mengurangi nilai kebaikan tersebut?

Simak Video Pilihan Ini:

Berkah, Kursi Roda untuk Nenek Lumpuh

Apakah Diperbolehkan?

Menukil NU Online, Minggu (6/7/2025) Imam Al-Ghazali menjadikan tindakan yang menyakitkan atau mengganggu sebagai tolok ukur atas kebolehan amal saleh dan amal ibadah yang dilakukan secara tersembunyi atau dilakukan secara terang-terangan.

Sejauh tidak menyakiti penerima santunan, pemberian santunan dapat dilakukan secara terbuka atau terang-terangan

. وأما ما يمكن إسراره كالصدقة والصلاة فإن كان إظهار الصدقة يؤذي المتصدق عليه ويرغب الناس في الصدقة فالسر أفضل لأن الإيذاء حرام

Artinya, “Adapun amal ibadah yang dapat dilakukan secara sembunyi seperti sedekah dan shalat, jika sedekah terang-terangan (di muka umum) menyakiti orang yang menerima sedekah dan itu dapat memotivasi orang lain untuk sedekah, maka amal secara sembunyi lebih utama karena tindakan menyakitkan (meski dengan niat baik) diharamkan,” (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439-1440 H], juz III, halaman 325).

Imam Al-Ghazali sangat memperhatikan sejauh mana dampak mafsadat suatu perbuatan. Sedekah atau amal saleh lainnya–meski dilakukan dengan niat baik–dapat diharamkan jika berdampak pada kezaliman atau berdampak pada adanya orang yang tersakiti atau terganggu.

Diutamakan Dilakukan secara Tersembunyi

Imam Al-Ghazali juga mengutip hadits riwayat berikut ini sebagai keutamaan amal ibadah yang dilakukan secara tersembunyi.

وقد روي في الحديث إِنَّ عَمَلَ السِّرِّ يُضَاعَفُ عَلَى عَمَل ِالعَلَانِيَةِ سَبْعِيْنَ ضِعْفًا وَيُضَاعَفُ عَمَلُ العَلَانِيَةِ إِذَا اسْتُنَّ بِعَامِلِهِ عَلَى عَمَلِ السِّرِّ سَبْعِيْنَ ضِعْفًا

Artinya, “Dalam hadits diriwayatkan, Rasulullah saw bersabda, ‘Amal ibadah secara sembunyi dilipatgandakan 70 kali lipat dibanding amal ibadah terang-terangan. Sedangkan amal ibadah secara terang-terangan yang dijadikan teladan dilipatgandakan 70 kali lipat dibanding amal ibadah secara sembunyi,’” (HR Al-Baihaqi).

Demikian keterangan ulama perihal keharaman menyakiti penerima santunan atau membuat penerima santunan risih atau terganggu ketika harus maju ke depan atau naik ke panggung untuk menerima santunan tersebut. Wallahu a’lam.

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |