Tak Harus Hafal 30 Juz, Hal Mudah Ini Bisa Disebut Penghafal Al-Qur’an Menurut UAH

13 hours ago 5

Liputan6.com, Jakarta - Memahami istilah "penghafal Al-Qur’an" sering kali dikaitkan dengan capaian hafalan 30 juz. Namun, pemahaman ini ternyata tidak sepenuhnya sesuai dengan makna yang dijelaskan dalam Al-Qur’an dan hadis.

Banyak orang merasa ragu atau minder karena belum mampu menghafal seluruh isi Al-Qur’an. Ada yang berhenti di tengah jalan karena merasa hanya mampu menghafal beberapa surat saja.

Padahal, menurut pendakwah muda Ustadz Adi Hidayat (UAH), ukuran seorang ahli Al-Qur’an bukan berdasarkan seberapa banyak juz yang sudah dihafal. Lebih penting adalah cinta dan keterikatan terhadap Al-Qur’an itu sendiri.

Pernyataan tersebut disampaikan UAH dalam sebuah ceramah yang menyinggung makna sejati dari sebutan “penghafal Al-Qur’an”.

Dalam tayangan video yang dikutip dari kanal YouTube @HamzaH-23-mei yang Sabtu (05/07/2025), Ustadz Adi Hidayat menjelaskan bahwa istilah “penghafal Al-Qur’an” tidak terbatas pada orang yang hafal 30 juz.

Simak Video Pilihan Ini:

Satgas Pangan Cek Ketersediaan Bahan Pokok di Pasar Tradisional jelang Lebaran Idul Fitri 2025

Terpenting Mencintai Al-Qur'an

“Demi Allah saya katakan, yang dimaksud penghafal Qur’an dalam Al-Qur’an dan hadis tidak disebutkan orang yang hafal 30 juz, tapi yang disebutkan orang yang cinta dengan Qur’an dan dia tidak ingin kehilangan interaksi dengan Qur’annya,” ujarnya.

Menurutnya, seseorang bisa saja baru menghafal satu atau dua juz, namun selama masih berjuang dan mencintai Al-Qur’an, orang itu termasuk dalam golongan ahli Qur’an.

Ia menjelaskan bahwa perjuangan untuk dekat dengan Al-Qur’an adalah hal yang utama. Bahkan wafat dalam keadaan masih berusaha menghafal pun menjadi kemuliaan tersendiri di sisi Allah.

Konsep ahli Qur’an, lanjut UAH lebih menitikberatkan pada hubungan dan keterikatan hati seseorang dengan Al-Qur’an. Bukan sekadar hafalan yang lengkap secara tekstual.

Ia menegaskan bahwa kedekatan dengan Al-Qur’an akan memengaruhi kehidupan seseorang. Salah satunya adalah membuat hati cenderung meninggalkan maksiat.

“Kalau Anda sudah dekat dengan Qur’an, maka otomatis maksiat akan ditinggalkan,” ucapnya dalam ceramah tersebut.

Jangan Terpaku Pada 30 Juz

Namun, ia juga mengingatkan bahwa proses meninggalkan maksiat adalah perjuangan. Tidak langsung serta-merta hilang, tapi melalui tahapan-tahapan kesadaran dan usaha.

Ketika seseorang masih tergoda maksiat, maka yang harus dilakukan adalah terus berpaling darinya dan memperbanyak istigfar. Proses ini harus dilakukan dengan tekun sampai muncul rasa tidak suka terhadap maksiat itu sendiri.

“Enggak apa-apa normal. Lakukan. Tinggalkan, tinggalkan, tinggalkan sampai perasaan tidak suka terhadap itu semua,” tuturnya menjelaskan.

UAH juga memberikan motivasi bagi siapa saja yang sedang menghafal atau mulai mencintai Al-Qur’an. Tidak perlu mematok target yang besar di awal, yang terpenting adalah istiqamah.

Ia menutup dengan ajakan agar umat Islam tidak terpaku pada angka 30 juz sebagai satu-satunya ukuran cinta kepada Al-Qur’an. Yang utama adalah menjadikan Al-Qur’an sebagai bagian dari hidup sehari-hari.

Dengan demikian, setiap Muslim berpeluang menjadi ahli Qur’an, bukan hanya karena jumlah hafalannya, tetapi karena cintanya yang terus tumbuh dan usahanya yang tak pernah henti.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |