Tulisan Idul Adha yang Benar Menurut KBBI, Begini Makna dan Sejarahnya

5 hours ago 4

Liputan6.com, Jakarta Setiap tahun, umat Islam di seluruh dunia merayakan dua hari besar keagamaan yang sangat dinantikan, Idul fitri dan Idul adha. Kedua momen ini tidak hanya menjadi waktu ibadah dan kebersamaan, tetapi juga sarat akan nilai-nilai spiritual dan sosial. Khususnya Idul adha, momen ini mengingatkan kita pada kisah pengorbanan dan keikhlasan yang agung.

Namun di balik makna religiusnya, masih banyak masyarakat yang belum memahami bagaimana penulisan yang benar dari istilah hari raya ini. Apakah yang benar “Idul Adha” atau “Iduladha”? Meski tampak sepele, penulisan yang tepat mencerminkan kepedulian terhadap kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Sebagai bangsa yang menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, memahami kaidah penulisan yang tepat menjadi bagian dari upaya menjaga kelestarian bahasa. Oleh karena itu, mari kita telaah bersama bagaimana tulisan idul adha yang benar yang tepat, makna kata, dan sejarah dari Iduladha, dirangkum Liputan6.com, Senin (19/5/2025).

Tulisan Idul Adha yang Benar Menurut KBBI

Dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang kita melihat beragam versi penulisan istilah “Idul Adha”. Beberapa menuliskannya terpisah sebagai “Idul Adha”, sementara yang lain menulisnya menjadi satu kata “Iduladha”. Lalu, manakah yang sesuai dengan kaidah baku dalam Bahasa Indonesia?

Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi VI yang diterbitkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, penulisan yang benar adalah Iduladha, dalam satu kata tanpa spasi. Jika kita mencoba mengetik “Idul Adha” secara terpisah di laman resmi KBBI daring (https://kbbi.kemdikbud.go.id/), maka hasil pencarian akan menunjukkan bahwa entri tersebut tidak ditemukan. Sebaliknya, saat mengetik “Iduladha”, akan muncul definisi resmi yang berbunyi:

“Iduladha (n): hari raya haji yang jatuh pada tanggal 10–13 Zulhijah yang disertai dengan penyembelihan hewan kurban (seperti sapi, kambing, atau unta) bagi yang mampu.”

Dengan demikian, bentuk “Idul Adha” dianggap tidak baku, meskipun masih banyak digunakan di berbagai media. Hal yang sama berlaku pada istilah “Idulfitri”, yang sering keliru ditulis sebagai “Idul Fitri”. Keduanya seharusnya ditulis dalam satu kata karena telah menjadi padanan yang utuh dalam Bahasa Indonesia.

Makna Kata Iduladha

Secara etimologis, istilah Iduladha berasal dari bahasa Arab. Kata 'Id (عِيْدٌ) berarti “perayaan” atau “hari raya”, yang berakar dari kata ‘āda (عَادَ) yang bermakna “kembali”. Sedangkan kata Adha (الأضحى) berasal dari aḍḥāh (أَضْحَاةٌ) yang berarti “kurban” atau “hewan sembelihan”.

Gabungan dari kedua kata ini, yaitu ‘Id al-Aḍḥā, secara harfiah berarti “hari raya penyembelihan” atau “hari raya kurban”. Dalam tradisi Islam, Iduladha dirayakan sebagai bentuk pengingat dan penghormatan atas ketaatan Nabi Ibrahim a.s dan Nabi Ismail a.s dalam menjalankan perintah Allah SWT.

Istilah ini di Indonesia juga memiliki berbagai sebutan lain yang lebih akrab di telinga masyarakat, seperti:

  • Lebaran Haji: karena bertepatan dengan ibadah haji di Mekkah.
  • Lebaran Besar: karena dianggap sebagai hari raya besar umat Islam.
  • Hari Raya Kurban atau Idul Kurban: merujuk pada aktivitas penyembelihan hewan kurban.

Semua istilah tersebut pada dasarnya merujuk pada satu perayaan yang sama, yakni Iduladha, namun secara tata bahasa, hanya bentuk “Iduladha” yang baku menurut KBBI.

Sejarah dan Nilai-nilai Iduladha

Sejarah perayaan Iduladha tidak terlepas dari kisah Nabi Ibrahim a.s yang menerima perintah Allah untuk menyembelih anaknya, Nabi Ismail a.s. Perintah ini datang melalui mimpi yang terus berulang. Meskipun terasa berat, Nabi Ibrahim a.s mematuhi perintah tersebut. Ketika ia menyampaikan kepada Nabi Ismail, sang anak menjawab dengan penuh keikhlasan dan ketundukan:

"Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." (QS. Ash-Shaffat: 102)

Namun sebelum penyembelihan terjadi, Allah SWT mengganti Nabi Ismail dengan seekor domba sebagai bentuk rahmat dan balasan atas ketundukan mereka. Allah berfirman:

"Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar." (QS. Ash-Shaffat: 107)

Peristiwa ini kemudian diabadikan dalam syariat Islam melalui ibadah kurban setiap tanggal 10–13 Zulhijah. Penyembelihan hewan kurban seperti kambing, sapi, atau unta dilakukan oleh umat Islam sebagai bentuk ibadah dan pendekatan diri kepada Allah.

Selain itu, Iduladha juga merupakan puncak dari pelaksanaan ibadah haji di Mekkah, tepatnya setelah wukuf di Arafah pada tanggal 9 Zulhijah. Jamaah haji kemudian melakukan mabit di Muzdalifah dan melontar jumrah di Mina, yang menandai simbol perlawanan terhadap godaan setan, sebagaimana yang dilakukan Nabi Ibrahim.

Hikmah Iduladha

Perayaan Iduladha tidak hanya ritual simbolik, tetapi sarat akan nilai-nilai yang relevan dalam kehidupan umat Islam, antara lain:

1. Ketaatan kepada Allah

 Seperti Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, umat Islam diajarkan untuk taat terhadap perintah Allah, meski kadang terasa berat.

2. Keikhlasan dalam Berkorban

Kurban bukan hanya soal menyembelih hewan, tapi juga pengorbanan ego dan hawa nafsu. Allah menilai keikhlasan, bukan semata-mata bentuk fisik hewan kurban. "Daging-daging unta dan darahnya itu tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kalianlah yang dapat mencapainya." (QS. Al-Hajj: 37)

5. Kepedulian Sosial

Daging kurban dibagikan kepada yang membutuhkan. Ini memperkuat solidaritas sosial dan kepedulian terhadap sesama, khususnya kaum dhuafa.

6. Pembersihan Jiwa dan Dosa

Seperti halnya ibadah haji, ibadah kurban juga menjadi media untuk membersihkan jiwa dari kesombongan dan kecintaan terhadap dunia.

7. Menumbuhkan Nilai Pengorbanan dan Keberanian

Berkurban mengajarkan bahwa sesuatu yang besar dan berharga sering kali membutuhkan pengorbanan yang besar pula.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |