Apakah Idul Adha Maaf-maafan? Penjelasan Menurut Hukum, Tradisi, dan Makna

5 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta Idul Adha, atau Hari Raya Kurban, adalah salah satu hari besar dalam agama Islam yang dirayakan oleh umat Muslim di seluruh dunia. Hari raya ini identik dengan pelaksanaan ibadah haji dan penyembelihan hewan kurban. Di Indonesia, hari raya seringkali diwarnai dengan berbagai tradisi, salah satunya adalah saling mengunjungi dan bermaaf-maafan.

Namun, muncul pertanyaan umum di kalangan masyarakat: apakah Idul Adha maaf-maafan seperti yang dilakukan saat Idul Fitri? Apakah ada anjuran khusus dalam agama Islam untuk saling memaafkan di hari raya ini? Pertanyaan ini penting untuk dijawab agar kita dapat merayakan Idul Adha sesuai dengan tuntunan agama dan tidak terjebak dalam tradisi yang tidak memiliki dasar.

Artikel ini akan mengupas tuntas mengenai apakah Idul Adha maaf maafan, hukumnya dalam Islam, serta bagaimana tradisi ini berkembang di masyarakat Indonesia. Kami akan membedah antara tradisi yang sudah menjadi kebiasaan, syariat Islam yang menjadi pedoman, dan bagaimana praktik-praktik ini dijalankan oleh masyarakat. Simak penjelasan selengkapnya berikut ini sebagaimana telah Liputan6.com dari berbagai sumber, Senin (19/5/2025).

Presiden Repubik Indonesia, Prabowo Subianto tahun ini juga akan berkurban sapi jumbo di Provinsi Sulawesi Barat. Melalui momen lebaran idul adha tahun ini, Presiden Prabowo Subianto telah membeli seekor sapi kurban dengan bobot 800-kilogram asal Won...

Makna dan Esensi Hari Raya Idul Adha

Secara bahasa, Idul Adha berasal dari bahasa Arab. Kata 'Id' berarti 'perayaan', sementara 'Adha' berarti 'kurban' atau 'sembelihan'. Oleh karena itu, Idul Adha secara harfiah berarti 'Hari Raya Kurban'. Hari raya ini memperingati peristiwa penting dalam sejarah Islam, yaitu pengorbanan Nabi Ibrahim AS.

Kisah Nabi Ibrahim AS yang rela mengorbankan putranya, Nabi Ismail AS, atas perintah Allah SWT, menjadi inti dari perayaan ini. Ketaatan dan keikhlasan Nabi Ibrahim AS menjadi teladan bagi umat Islam. Allah SWT kemudian mengganti Nabi Ismail AS dengan seekor domba, sehingga pengorbanan tersebut menjadi simbol ketaatan dan keikhlasan kepada Allah SWT.

Ritual utama dalam Idul Adha adalah shalat Id dan penyembelihan hewan kurban. Shalat Id dilaksanakan pada pagi hari tanggal 10 Dzulhijjah, diikuti dengan khutbah yang mengingatkan umat Muslim tentang makna pengorbanan dan ketaatan. Setelah itu, umat Muslim yang mampu melaksanakan penyembelihan hewan kurban, seperti sapi, kambing, atau domba.

Perbedaan esensi antara Idul Adha dan Idul Fitri terletak pada fokusnya. Idul Fitri lebih menekankan pada penyucian diri setelah sebulan penuh berpuasa di bulan Ramadhan, sedangkan Idul Adha lebih berpusat pada nilai-nilai pengorbanan, keikhlasan, dan solidaritas sosial. Keduanya menjadi pelengkap spiritual dalam perjalanan ibadah seorang Muslim sepanjang tahun.

Apakah Maaf-Maafan di Idul Adha Ada Tuntunannya dalam Islam?

Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman tentang konsep memaafkan dalam banyak ayat. Salah satunya adalah dalam surat Ali Imran ayat 134:

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (QS. Ali Imran: 134)

Selain itu, terdapat banyak hadits yang menjelaskan tentang keutamaan saling memaafkan. Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah Allah menambah bagi seorang hamba dengan pemberian maafnya (kepada saudaranya) kecuali kemuliaan (di dunia dan akhirat).” (HR. Muslim).

Namun, penting untuk dicatat bahwa tidak ada dalil khusus dalam Al-Qur'an maupun hadits yang secara spesifik menganjurkan atau mensyariatkan tradisi maaf-maafan pada saat Idul Adha. Anjuran untuk saling memaafkan bersifat umum dan berlaku kapan saja, tidak terikat pada waktu atau momen tertentu.

Para ulama kontemporer memiliki pandangan yang beragam tentang tradisi maaf-maafan di hari raya. Sebagian ulama membolehkan dengan syarat tidak ada keyakinan bahwa perbuatan tersebut adalah bagian dari ibadah dan tidak dilakukan dengan cara-cara yang bertentangan dengan syariat. Sebagian lain menganggapnya sebagai bid'ah jika diyakini sebagai bagian dari ajaran agama yang tidak ada dasarnya.

Tradisi Maaf-Maafan di Indonesia: Antara Idul Fitri dan Idul Adha

Tradisi maaf-maafan pada hari raya sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat Indonesia. Asal-usul tradisi ini tidak dapat ditelusuri secara pasti, namun diperkirakan telah berkembang sejak lama dan menjadi bagian dari identitas keagamaan di Indonesia.

Perbedaan praktik maaf-maafan di Idul Fitri dan Idul Adha terletak pada intensitas dan maknanya. Pada Idul Fitri, tradisi maaf-maafan dilakukan dengan sangat meriah dan menjadi fokus utama perayaan. Orang-orang saling mengunjungi, bersalaman, dan mengucapkan permohonan maaf secara langsung.

Sementara itu, pada Idul Adha, tradisi maaf-maafan cenderung tidak seintens Idul Fitri. Meskipun tetap ada, namun tidak menjadi fokus utama perayaan. Idul Adha lebih menekankan pada pelaksanaan ibadah kurban dan berbagi dengan sesama.

Pengaruh budaya lokal sangat kuat dalam membentuk praktik keagamaan di Indonesia, termasuk tradisi maaf-maafan. Nilai-nilai seperti gotong royong, kekeluargaan, dan harmoni sosial menjadi landasan bagi tradisi ini. Masyarakat Indonesia meyakini bahwa dengan saling memaafkan, hubungan antar sesama dapat dipererat dan kehidupan dapat berjalan lebih harmonis.

Mengapa Tradisi Maaf-Maafan Lebih Identik dengan Idul Fitri?

Kaitan Idul Fitri dengan bulan Ramadhan sangat erat. Bulan Ramadhan adalah bulan penuh berkah di mana umat Muslim menjalankan ibadah puasa selama sebulan penuh. Puasa tidak hanya menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga dari segala perbuatan dosa dan maksiat.

Makna "kembali fitrah" pada Idul Fitri memiliki hubungan yang erat dengan permintaan maaf. Setelah sebulan penuh berpuasa dan berusaha membersihkan diri dari dosa, umat Muslim merayakan Idul Fitri sebagai momen kembali ke keadaan suci atau fitrah. Salah satu cara untuk mencapai kesucian tersebut adalah dengan saling memaafkan.

Momentum spiritual setelah puasa sebulan penuh sangat mempengaruhi tradisi maaf-maafan di Idul Fitri. Umat Muslim merasa lebih dekat dengan Allah SWT dan lebih terbuka untuk saling memaafkan. Suasana hati yang bersih dan penuh keikhlasan menjadi modal utama dalam menjalin kembali hubungan yang harmonis dengan sesama.

Sementara itu, Idul Adha lebih berfokus pada nilai pengorbanan dan berbagi. Ibadah kurban menjadi simbol pengorbanan diri demi Allah SWT dan kepedulian terhadap sesama. Daging kurban dibagikan kepada fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan, sehingga tercipta solidaritas sosial yang kuat.

Pandangan Ulama tentang Tradisi Maaf-Maafan di Hari Raya

Sebagian ulama membolehkan tradisi maaf-maafan di hari raya dengan syarat tidak ada keyakinan bahwa perbuatan tersebut adalah bagian dari ibadah dan tidak dilakukan dengan cara-cara yang bertentangan dengan syariat. Misalnya, tidak boleh ada ikhtilat (campur baur antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram) atau perbuatan maksiat lainnya.

Sebagian lain menganggapnya sebagai bid'ah jika diyakini sebagai bagian dari ajaran agama yang tidak ada dasarnya. Mereka berpendapat bahwa mengkhususkan waktu tertentu untuk melakukan ibadah tanpa adanya dalil yang jelas adalah perbuatan yang dilarang dalam agama.

Argumen tentang pengkhususan waktu dalam ibadah menjadi dasar bagi ulama yang menganggap tradisi maaf-maafan sebagai bid'ah. Mereka berpendapat bahwa ibadah harus dilakukan sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW dan tidak boleh ditambah-tambah atau dikurangi.

Jalan tengah dalam menyikapi tradisi ini adalah dengan tetap menghormati tradisi yang sudah ada di masyarakat, namun tetap menjaga kemurnian ibadah. Saling memaafkan boleh dilakukan kapan saja, termasuk di hari raya, namun tidak boleh diyakini sebagai bagian dari ajaran agama yang wajib dilakukan.

Sebagai kesimpulan, apakah Idul Adha maaf maafan seperti Idul Fitri? Saling memaafkan pada Idul Adha hukumnya boleh selama tidak diyakini sebagai bagian dari ibadah dan tidak dilakukan dengan cara yang melanggar syariat. Anjuran untuk saling memaafkan bersifat umum dan tidak terikat pada waktu tertentu.

Penting untuk memahami esensi dari Idul Adha, yaitu pengorbanan dan kepedulian terhadap sesama. Mari kita amalkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari, sehingga Idul Adha tidak hanya menjadi sekadar ritual, tetapi juga membawa perubahan positif bagi diri kita dan masyarakat sekitar. Dengan memahami perbedaan antara tradisi dan syariat, kita dapat merayakan Idul Adha dengan lebih bermakna dan sesuai dengan tuntunan agama.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |