Liputan6.com, Jakarta Kabar tentang datangnya hari kiamat selalu menjadi pengingat bagi umat Muslim untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Salah satu surah dalam Al-Qur'an yang menggambarkan dahsyatnya hari akhir adalah Surah Al-Zalzalah. Surah ini memberikan gambaran jelas tentang bagaimana bumi akan berguncang hebat dan mengeluarkan segala isinya.
Surah Al-Zalzalah merupakan surah ke-99 dalam Al-Qur'an, terdiri dari 8 ayat, dan tergolong sebagai surah Madaniyah. Dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir, dijelaskan bahwa surah ini menggambarkan peristiwa besar di hari kiamat ketika bumi diguncang dahsyat dan mengeluarkan isinya. Manusia akan bertanya-tanya tentang apa yang terjadi, dan bumi akan menceritakan segala perbuatan manusia di atasnya.
Ayat-ayat dalam Surah Al-Zalzalah menekankan bahwa setiap amal perbuatan, sekecil apapun, baik atau buruk, akan dibalas sesuai dengan kadarnya. Surah ini menjadi pengingat penting bagi setiap Muslim untuk selalu berbuat baik dan menjauhi segala perbuatan dosa.
Berikut Liputan6.com ulas lengkap tentang doa ruku dan penjelasannya dirangkum dari berbagai sumber, Kamis (10/7/2025).
Jangan juga enggan berzikir dengan alasan hati kita tidak hadir bersama Allah
Arab, Latin, dan Terjemah Surah Al Zalzalah
Surah Al-Zalzalah (QS. 99) terdiri dari delapan ayat pendek yang sarat makna eskatologis dan spiritual. Berikut ayat-ayatnya dalam bahasa Arab, latinisasi, serta terjemahan resmi versi Kementerian Agama Republik Indonesia.
Ayat 1: إِذَا زُلْزِلَتِ ٱلْأَرْضُ زِلْزَالَهَا
Idzā zulzilatil-arḍu zilzālahā
Apabila bumi diguncangkan dengan guncangan yang dahsyat.
Ayat 2: وَأَخْرَجَتِ ٱلْأَرْضُ أَثْقَالَهَا
Wa akhrajatil-arḍu aṡqālahā
Dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya.
Ayat 3: وَقَالَ ٱلْإِنسَٰنُ مَا لَهَا
Wa qālal-insānu mā lahā
Dan manusia bertanya, “Apa yang terjadi pada bumi ini?”
Ayat 4: يَوْمَئِذٍۢ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا
Yauma’iżin tuḥadditsu akhbārahā
Pada hari itu bumi menyampaikan beritanya.
Ayat 5: بِأَنَّ رَبَّكَ أَوْحَىٰ لَهَا
Bi’anna rabbaka awḥā lahā
Karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya.
Ayat 6: يَوْمَئِذٍۢ يَصْدُرُ ٱلنَّاسُ أَشْتَاتًۭا
Yauma’iżin yaṣdurun-nāsu asytātā
Pada hari itu manusia keluar dalam keadaan yang bermacam-macam.
Ayat 7: فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍۢ خَيْرًۭا يَرَهُۥ
Fa-man ya‘mal miṡqāla żarratin khairan yarah
Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihatnya.
Ayat 8: وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍۢ شَرًّۭا يَرَهُۥ
Wa man ya‘mal miṡqāla żarratin syarran yarah
Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihatnya.
Surat Az-Zalzalah menggambarkan peristiwa hari kiamat, di mana bumi akan diguncangkan dengan sangat dahsyatnya hingga mengeluarkan semua isi dan manusia kebingungan serta bertanya-tanya apa yang sedang terjadi. Quraish Shihab menjelaskan bahwa guncangan ini bisa merujuk pada dua tiupan sangkakala, di mana yang pertama adalah bumi mengeluarkan isinya (harta benda atau orang mati), dan yang kedua adalah kebangkitan manusia dari kubur.
Gambaran Kiamat di Surah Al Zalzalah
Surah Al-Zalzalah menggambarkan salah satu episode paling dramatis dari Hari Kiamat: ketika bumi diguncangkan dengan sangat dahsyat dan seluruh isi kandungannya dikeluarkan. Gambaran ini tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga spiritual dan eskatologis, sebagaimana dijelaskan dalam berbagai karya tafsir dan studi ilmiah.
Goncangan Akhir Zaman: Bukan Gempa Biasa
Dalam Ensiklopedia Al-Qur’an karya Fachruddin Hs (1998), disebutkan bahwa kata zalzalah berarti gempa bumi yang besar dan luar biasa, yang terjadi sebagai bentuk azab dan tanda datangnya Hari Kiamat. Fachruddin menegaskan bahwa guncangan dalam ayat pertama Surah Al-Zalzalah bukanlah fenomena gempa bumi biasa yang bersifat lokal, melainkan goncangan global yang meluluhlantakkan seluruh bumi (Fachruddin Hs, Ensiklopedia Al-Qur’an, 1998).
Ibnu Katsir dalam Tafsir Ibn Kathir menjelaskan bahwa goncangan ini terjadi seiring dengan tiupan sangkakala oleh malaikat Israfil. Tiupan pertama menghancurkan seluruh makhluk hidup, sedangkan tiupan kedua membangkitkan manusia untuk dihisab. Hal ini menunjukkan bahwa ayat pertama surah ini merupakan simbol awal dari kehancuran universal yang membuka gerbang kehidupan akhirat (Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur'an al-Azim).
Bumi Mengeluarkan “Beban”-nya
Ayat kedua Surah Al-Zalzalah, “Wa akhrajat al-ardhu athqalaha” (dan bumi mengeluarkan beban-beban beratnya), menjadi fokus tafsir banyak ulama klasik dan modern. Dalam Tafsir al-Jawahir karya Tantawi Jauhari, ayat ini ditafsirkan sebagai proses bumi “melahirkan” beban-beban yang terkandung di dalamnya, yaitu jasad manusia yang dikubur. Ia menjelaskan bahwa di hari kiamat nanti, seluruh manusia akan dimunculkan kembali dari perut bumi untuk mempertanggungjawabkan amalnya (Tantawi Jauhari, Al-Jawahir fi Tafsir al-Qur’an, 1923).
Kiamat sebagai Hari Perhitungan Detail
Pada ayat ketujuh dan kedelapan, Allah menegaskan bahwa setiap amal manusia, sekecil zarrah (partikel sangat kecil) sekalipun, akan diperlihatkan dan mendapatkan balasan. Dalam penelitian berjudul Asbabun Nuzul Surah Al-Zalzalah oleh Mutiara Fahliza dkk. (2024), disebutkan bahwa ayat ini menggambarkan keadilan mutlak di akhirat. Tidak ada satu pun amal yang terlewatkan, baik itu kebaikan maupun keburukan sekecil apa pun (Fahliza dkk., Mau'idzuna: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 2024).
Dalam jurnal URECOL berjudul Epistemology of End-Time Riots in the View of Islam oleh Dania Deby Trisia dan Muthoifin (2022), Surah Al-Zalzalah digambarkan sebagai bentuk narasi eskatologis yang memuat kerusuhan besar di akhir zaman. Guncangan, kepanikan, dan penyesalan menjadi unsur penting yang tergambar dari surah ini, mengarah pada momentum perhitungan dan pemisahan manusia berdasarkan amal mereka (Trisia & Muthoifin, URECOL Proceedings, 2022).
Bumi yang Berbicara dan Manusia yang Lupa
Surat Al-Zalzalah (QS. 99) merupakan salah satu surat pendek dalam Al-Qur’an yang menggambarkan kedahsyatan hari kiamat. Dalam surat ini, Allah menyampaikan bahwa bumi akan mengguncang dengan guncangan dahsyat (zalzalah), mengeluarkan seluruh isi dan kesaksiannya, sementara manusia diliputi kebingungan, bahkan kelupaan akan janji hari pembalasan yang telah lama diberitakan.
Manusia yang Lupa: “Mā Lahā?”
Ayat ketiga surat ini berbunyi:
"Wa qālal-insānu mā lahā?"
"Dan manusia berkata, 'Apa yang terjadi dengan bumi ini?'"
Menurut Celik Tafsir, ungkapan “mā lahā” mencerminkan sikap manusia yang terkejut dan melupakan segala peringatan tentang hari kiamat yang telah disampaikan kepada mereka sebelumnya. Dalam kajian bahasa Arab, kata “insān” berasal dari akar kata “nasiya” yang berarti “lupa”. Hal ini menegaskan bahwa manusia secara fitrah adalah makhluk pelupa.
Bumi yang Berbicara: Saksi Kebenaran
Ayat keempat dan kelima adalah pusat tema besar surat ini:
"Yawma’idzin tuhadditsu akhbārahā. Bi-anna rabbaka awhā lahā."
"Pada hari itu, bumi akan menyampaikan beritanya, karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (wahyu) kepadanya."
Menurut Muhammad Ali As-Shabuni dalam kitab Shafwatut Tafāsīr (Darus Shabuni, Kairo, 1997), frasa "tuhadditsu akhbārahā" berarti bumi menceritakan segala amal manusia yang terjadi di atasnya. Bumi tidak hanya diam, tapi bertindak sebagai saksi aktif terhadap seluruh perilaku manusia, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi.
Syaikh Abdurrahman As-Sa’dī dalam Taisīr al-Karīm ar-Rahmān (hal. 932) menyatakan bahwa bumi akan melaporkan peristiwa-peristiwa tersebut sebagai bentuk kesaksian ilahiyah yang tak dapat dibantah. Bumi tidak bersaksi karena kehendaknya sendiri, tapi karena “rabbaka awhā lahā” — Allah yang mewahyukan dan memerintahkannya.
Lebih jauh lagi, Ibnul Qayyim al-Jauziyyah menulis bahwa bukan hanya bumi, tetapi seluruh elemen seperti gunung, tempat ibadah, dan ruang-ruang yang dihuni manusia akan menjadi saksi di hadapan Allah. Kesaksian ini bukan bersifat simbolik, melainkan aktual dan nyata pada hari pembalasan (dikutip oleh Rumaysho.com dalam ulasan surat Az-Zalzalah).
Penafsiran serupa disampaikan oleh Michael Sells, pakar studi Qur’an dari Barat, yang melihat bahwa “bumi berbicara” (ayat 4) adalah metafora bagi pengungkapan seluruh rahasia manusia oleh bumi sebagai saksi Tuhan. Ini memperkuat narasi bahwa bumi bukan hanya objek fisik, tetapi juga aktor spiritual yang akan “bersaksi” di Hari Kiamat.
Bumi Bisa Berbicara? Perspektif Tafsir Klasik
Dalam Tafsir Juz Amma oleh Husain Alkaff, dikutip pandangan Fakhr al-Din ar-Razi bahwa bumi diberikan kemampuan oleh Allah untuk berbicara secara literal. Al-Qurṭubī menegaskan dalam tafsirnya bahwa Allah menciptakan “lisan” bagi bumi, sehingga ia bisa melaporkan semua kejadian yang telah berlangsung di atasnya.
Hal ini menandakan bahwa pada hari kiamat, batas antara makhluk hidup dan benda mati menjadi tidak relevan, karena semuanya tunduk atas perintah dan kehendak Allah, termasuk bumi yang seakan “bernyawa” untuk bersaksi (Alkaff, Tafsir Juz Amma)
Pembahasan Tafsir Al Zalzalah
Kitab Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa kata “zilzāl” dalam ayat pertama merujuk pada guncangan Hari Kiamat yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Ibnu Katsir menafsirkan bahwa bumi akan mengeluarkan “atsqalaha” (beban-beban), yaitu mayat-mayat dan segala sesuatu yang dikandungnya. (Tafsir al-Qur’an al-‘Azhīm, Ibnu Katsir, Jilid 4, hal. 579)
Dalam kitab Tafsir Al-Jalalain, dijelaskan bahwa pertanyaan manusia di ayat ketiga menggambarkan kepanikan saat bumi mengalami guncangan besar. Penulis tafsir ini, Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi, menekankan bahwa bumi akan menjadi “saksi” yang memberi informasi (ayat 4) karena diperintah oleh wahyu dari Allah (ayat 5). (Tafsir al-Jalalain, Dar al-Fikr, Beirut, hal. 589)
Buku Tafsir Ilmi: Menyingkap Ayat-ayat Kauniyah dalam Al-Qur’an (LIPI, 2014) menyebutkan bahwa istilah “bumi menyampaikan beritanya” dapat dikaitkan secara ilmiah dengan gejala tektonik dan geologi. Bumi menyimpan sejarah guncangan dan jejak bencana dalam lapisan batuan, seolah menjadi “saksi bisu” sebagaimana digambarkan ayat keempat.
Dalam tafsir Fi Zilalil Qur’an karya Sayyid Quthb, ayat 6–8 mengandung penegasan akan keadilan Allah yang mutlak. Quthb menekankan bahwa tidak ada satu pun amal manusia, bahkan seberat zarrah, yang luput dari perhitungan. (Fi Zilalil Qur’an, Sayyid Quthb, Jilid 8, hal. 4770)
QnA Seputar Surah Al Zalzalah
1. Apa makna kata "Zalzalah" dan mengapa disebutkan dalam surah ini?
Jawaban:
Kata "Zalzalah" (الزلزلة) berasal dari kata "zalzala" yang berarti goncangan atau gempa yang dahsyat. Surah ini dinamai demikian karena menggambarkan hari Kiamat dengan goncangan bumi yang luar biasa, di mana bumi akan mengeluarkan beban-beban yang dikandungnya sebagai tanda berakhirnya dunia.
2. Apakah Surah Al-Zalzalah menjelaskan adanya "buku catatan amal" manusia secara tersirat?
Jawaban:
Ya, pada ayat 6-8, surah ini menjelaskan bahwa setiap manusia akan melihat amal baik maupun buruk meskipun sebesar dzarrah (biji sawi/atom). Ini menunjukkan bahwa tidak ada satu pun amal yang akan terlewatkan, meski kecil, karena semua tercatat dan akan diperlihatkan pada hari perhitungan.
3. Apa hubungan Surah Al-Zalzalah dengan konsep tanggung jawab pribadi dalam Islam?
Jawaban:
Surah ini mengajarkan tanggung jawab pribadi (individual accountability), bahwa setiap manusia akan melihat hasil amal perbuatannya sendiri, bukan amal orang lain. Hal ini menjadi pengingat agar setiap Muslim berhati-hati dalam ucapan dan perbuatan karena semua akan diperlihatkan di akhirat.
4. Bagaimana Surah Al-Zalzalah dapat meningkatkan ketakwaan seorang Muslim dalam kehidupan sehari-hari?
Jawaban:
Dengan mengingat gambaran dahsyat hari Kiamat dan perhitungan amal yang rinci, surah ini mendorong seorang Muslim untuk:
- Meninggalkan dosa sekecil apa pun.
- Mengerjakan amal baik, sekecil apa pun, karena akan ada balasannya.
- Senantiasa ingat bahwa kehidupan dunia bersifat sementara, sementara akhirat kekal.
5. Apakah Surah Al-Zalzalah memiliki keutamaan khusus jika dibaca dalam ibadah?
Jawaban:
Dalam sebuah hadis riwayat An-Nasa’i dan Ahmad, Rasulullah ﷺ pernah bersabda bahwa Surah Al-Zalzalah setara dengan separuh Al-Qur’an dalam keutamaannya. Membaca surah ini secara rutin juga dapat membantu menumbuhkan rasa takut kepada Allah dan keinsafan diri sebagai persiapan menuju akhirat.