Bacaan Surah Al-Isra Ayat 32, Tafsir, dan Cara Menerapkannya dalam Kehidupan

1 day ago 4

Liputan6.com, Jakarta - Surah Al-Isra ayat 32 merupakan salah satu ayat Al-Qur'an yang memiliki pesan mendalam bagi umat Muslim. Ayat ini secara spesifik membahas tentang larangan mendekati perbuatan zina, bukan hanya larangan melakukan zina itu sendiri.

Pemahaman terhadap surah Al-Isra ayat 32 sangat penting untuk menjaga moralitas individu dan tatanan sosial. Pesan yang terkandung dalam ayat ini menekankan pentingnya pencegahan terhadap segala hal yang dapat menjerumuskan seseorang pada perbuatan keji tersebut.

Dikutip dari ulasan di laman Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), isi kandungan surah Al-Isra ayat 32 tidak langsung membicarakan zina sebagai objek firman-Nya. Allah SWT justru langsung melarang manusia melakukan perbuatan maupun tindakan yang mengarah pada perzinaan.

Berikut Liputan6.com ulas lengkapnya melansir dari berbagai sumber, Selasa (22/7/2025).

Bacaan Surah Al-Isra Ayat 32: Arab, Latin, dan Terjemahan

Surah Al-Isra ayat 32 adalah firman Allah SWT yang melarang umat-Nya untuk mendekati perbuatan zina. Ayat ini memiliki redaksi yang sangat kuat, menekankan pada pencegahan dari segala hal yang dapat mengarah pada perzinaan. Memahami bacaan dan artinya adalah langkah awal untuk meresapi pesan mendalamnya.

Berikut ini bacaan surah Al-Isra ayat 32 dalam bahasa Arab dan Latin beserta artinya:

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةً ۗوَسَاۤءَ سَبِيْلًا

Bacaan latin: Wa lā taqrabuz-zinā innahū kāna fāḥisyah(tan), wa sā'a sabīlā(n).

Artinya: Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan keji dan jalan terburuk. (QS Al Isra (17): 32).

Tafsir dan Kandungan Surah Al-Isra Ayat 32

Makna "mendekati perbuatan zina" dalam surah Al-Isra ayat 32 sangat luas, mencakup segala tindakan yang berpotensi meningkatkan gairah seksual dan menjerumuskan pada perzinaan. Ini bisa berupa pergaulan bebas, menonton konten pornografi, atau tayangan yang mengundang birahi.

Larangan ini lebih mendalam maknanya dibandingkan melarang perbuatan zina secara langsung, karena mencakup segala bentuk "pemanasan" yang mengajak hati pelakunya berbuat mesum.

Menurut Muhammad Ali Ash-Shabuni dalam kitab Safwah al-Tafasir fi Al-Qur'an Al-Karim (2001), tafsir surat Al Isra ayat 32 adalah larangan mendekati zina tersebut lebih mendalam maknanya dibandingkan melarang perbuatan zina secara langsung.

Isi kandungan surah Al-Isra ayat 32 sejalan dengan kaidah ushul al-fiqh yaitu sadd al-zara'i, yang bermakna larangan mengerjakan segala perbuatan yang menjadi sarana menuju keharaman, demi mencegah bahaya dan kerusakan.

Allah SWT melarang para hamba-Nya mendekati perbuatan zina karena zina adalah perbuatan yang keji dan mengakibatkan banyak kerusakan. Dikutip laman Qur'an Kemenag, kerusakan tersebut antara lain dapat merusak garis keturunan, menimbulkan kegoncangan dan kegelisahan dalam masyarakat, mengganggu ketenangan hidup berumah tangga, menghancurkan hubungan suami istri, dan menyebabkan penyebaran penyakit kelamin seperti sifilis dan AIDS.

Hukum Tajwid Surah Al-Isra Ayat 32

Memahami hukum tajwid dalam surah Al-Isra ayat 32 sangat penting untuk memastikan pembacaan Al-Qur'an yang benar dan sesuai kaidah. Setiap huruf dan harakat memiliki aturan tersendiri yang memengaruhi cara pengucapan. Penerapan tajwid yang tepat akan menjaga makna ayat dan kesempurnaan ibadah.

Berikut sejumlah hukum bacaan dan tajwid surat Al-Isra ayat 32:

  1. Mad Thabi'i: Lafaz وَلَا masuk ke dalam hukum mad thabi'i karena huruf lam berharakat fathah diikuti alif. Begitu pula dengan lafazh كَا ,فَا, سَا, dan سَبِي di huruf selanjutnya, sehingga dibaca panjang sepanjang dua harakat.
  2. Qalqalah Sughra: Lafaz تَقْرَبُوا termasuk qalqalah sughra karena huruf qaf berharakat sukun.
  3. Alif Lam Syamsiyah: Lafaz بُوا الزِّنَا masuk ke dalam alif lam samsiyah. Terdapat lam bertemu huruf syamsiah (zai). Alif lam tidak dibaca, sehingga langsung menuju huruf zai.
  4. Mad Jaiz Munfashil: Lafaz الزِّنَا adalah mad jaiz munfashil dengan adanya mad thabi'i bertemu hamzah di lafal berbeda. Penggalan ini dibaca panjang antara 2 hingga 5 harakat.
  5. Ghunnah: Lafaz إِنَّ dibaca sesuai hukum ghunnah karena ada huruf nun bersyaddah. Huruf nun dibaca dengan didengungkan 2 sampai 3 harakat.
  6. Mad Silah Qasirah: Lafaz إِنَّهُ termasuk mad silah qasirah. Cara bacanya dipanjangkan dua harakat atau satu alif.
  7. Mad Wajib Muttasil: Lafaz َسَاءَ merupakan mad wajib muttasil dengan adanya mad thabi'i bertemu hamzah dalam satu kata (lafaz).
  8. Mad Iwad: Lafaz سَبِيلًا termasuk ke dalam mad iwad karena ditemukan fathah tanwin pada waqaf (berhenti).

Analisis Nahyu dalam Al-Qur'an Surah Al-Isra' Ayat 32

Konsep "nahyu" atau larangan merupakan salah satu pilar penting dalam ajaran Islam, yang bertujuan untuk menjaga individu dan masyarakat dari tindakan yang merugikan. Dalam konteks surah Al-Isra' ayat 32, penggunaan kata "la taqrabu" (jangan mendekati) adalah bentuk nahyu yang sangat kuat.

Ini menunjukkan bahwa larangan tidak hanya berlaku untuk perbuatan zina itu sendiri, tetapi juga untuk segala hal yang dapat menjadi pemicu atau jalan menuju perbuatan tersebut.

Dikutip dari jurnal JIS: JOURNAL ISLAMIC STUDIES (2024), Anjani dan Shalihah menjelaskan bahwa nahyu secara etimologis berarti larangan atau pencegahan. Dalam konteks syariat, nahyu merujuk pada perintah dari Allah atau Rasul untuk meninggalkan suatu perbuatan yang dilarang.

Larangan ini bertujuan untuk menjaga individu dan masyarakat dari tindakan-tindakan yang bertentangan dengan ajaran agama dan membawa kerugian.

Ayat ini menggunakan bentuk insya' thalabi nahyi pada kata "لَا تَقْرَبُوا" (la taqrabu), yang berarti "janganlah kamu mendekati". Frasa ini berasal dari kata "يقرب – قرب" (Qaraba yaqrabu) yang berarti menghampiri atau mendekati. Larangan ini memiliki makna yang lebih dalam daripada sekadar melarang perbuatan zina, karena ia mencakup pencegahan dari akar masalah.

Allah memberikan alasan mengapa zina itu dilarang, yaitu karena zina adalah perbuatan yang keji dan mengakibatkan banyak kerusakan, seperti mencampuradukkan keturunan, menimbulkan kegoncangan sosial, merusak ketenangan rumah tangga, dan menghancurkan keluarga.

Macam-Macam Makna Nahyu

Dalam bahasa Arab, kata "Nahyu" (النهي) secara umum berarti larangan atau perintah untuk tidak melakukan sesuatu. Namun, nahyu memiliki berbagai makna yang lebih rinci tergantung pada konteksnya, mirip dengan "amr" (perintah).

Para ulama berbeda dalam menentukan makna nahyu, dan larangan dalam ilmu ma'ani juga memiliki kandungan makna berbeda yang bisa dipahami dari konteks kalimat serta situasi dan kondisi terkait.

Berikut adalah macam-macam makna nahyu:

  1. Makna Tahrim (Larangan yang Bersifat Pengharaman): Larangan ini menandakan sesuatu yang haram atau tidak boleh dilakukan secara mutlak, seperti larangan meminum minuman keras. Mayoritas ulama berpendapat bahwa hakikat makna al-nahy adalah al-tahrīm, kecuali jika ada indikator (qarinah) yang mengalihkan kepada arti lain.
  2. Makna Karahah (Larangan yang Bersifat Makruh): Larangan ini menunjukkan hal-hal yang tidak disukai, tetapi jika dilakukan tidak sampai berdosa. Contohnya adalah larangan makan dan minum sambil berdiri, yang hukumnya makruh tetapi tidak haram. Yang menjadi dasar dari pendapat ini adalah bahwa larangan itu sesungguhnya hanya menunjukkan buruknya perbuatan yang dilarang, dan keburukan itu tidak berarti haram.
  3. Makna Tanzih (Larangan untuk Menyucikan): Larangan terhadap hal-hal yang sebaiknya dihindari demi menjaga kebersihan atau kesucian diri, meskipun tidak ada dosa jika dilakukan.
  4. Makna Irsyad (Larangan sebagai Tuntunan atau Nasehat): Larangan yang ditujukan untuk kebaikan atau kemaslahatan umat, di mana hukumannya tidak langsung bersifat dosa, tetapi lebih ke arah tuntunan untuk mencapai kebaikan. Misalnya, larangan melakukan sesuatu yang dapat merugikan diri sendiri atau orang lain.
  5. Makna Ibahah (Larangan yang Mengandung Kebolehan): Larangan yang meskipun dilarang, hukumnya mubah atau diperbolehkan dalam kondisi tertentu. Ini mungkin terdengar kontradiktif, namun dalam konteks hukum Islam, terdapat beberapa situasi di mana suatu perbuatan yang pada dasarnya diperbolehkan, namun dalam kondisi atau waktu tertentu, bisa menjadi tidak disarankan atau bahkan dilarang.
  6. Makna Doa: Larangan yang mengandung makna doa adalah suatu tuntutan agar mukhatab meninggalkan suatu pekerjaan yang disampaikan dengan cara merendah dan sopan.
  7. Makna Iltimas: Yaitu suatu larangan yang mengandung makna tuntutan agar mukhatab meninggalkan suatu pekerjaan yang disampaikan tanpa merendah, seperti ucapan seseorang kepada kawannya yang sebaya.

Penafsiran "La Taqrabu al-Zina" dalam Tafsir Al-Azhar

Dalam Tafsir Al-Azhar, Buya Hamka menjelaskan makna "La Taqrabu al-Zina" dengan sangat mendalam, menghubungkannya dengan realitas sosial dan psikologis manusia. Ia mendefinisikan zina sebagai "segala persetubuhan yang tidak disahkan dengan nikah, atau tidak sah nikahnya".

Dikutip dari jurnal QiST: Journal of Quran Tafseer Studies (2022), Yahya Fathur Rozy dan Andri Nirwana. AN menuliskan bahwa di awal penafsirannya, Buya Hamka terlebih dahulu menjelaskan definisi zina menurut pandangannya.

Menurut Hamka, ketidakbolehan mendekati hal-hal yang mengarah pada zina disebabkan oleh adanya syahwat bersetubuh yang melekat pada laki-laki dan perempuan, yang mudah bangkit ketika mereka berdekatan.

Hamka juga mengutip hadis Nabi SAW yang menyatakan bahwa "Kalau seorang laki-laki dan seorang perempuan telah khalwat berdua-dua maka yang ketiga adalah syaitan", yang mendukung pandangannya tentang bahaya berduaan.

Ia mengamati berbagai hal yang masuk dalam kategori mendekati zina pada masanya, seperti film-film cabul, majalah dan buku-buku porno, pergaulan bebas, wanita yang berpakaian tapi telanjang, nyanyian-nyanyian yang berisi ajakan buruk, dansa-dansa, pelukan-pelukan, dan perempuan musafir yang tidak diantarkan oleh suami atau mahramnya.

Hamka juga menyoroti dampak negatif dari maraknya perzinaan, seperti kasus hamil di luar nikah, jual beli anak hasil hubungan gelap, legalisasi aborsi, penyalahgunaan obat pencegah kehamilan, dan timbulnya penyakit kelamin berbahaya.

Penafsiran "La Taqrabu al-Zina" dalam Tafsir Al-Mishbah

M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah mengaitkan surah Al-Isra ayat 32 dengan ayat sebelumnya (QS. Al-Isra ayat 31), yang membahas kekhawatiran masyarakat jahiliyah terhadap pemerkosaan atau zina sebagai salah satu faktor pembunuhan anak perempuan.

Oleh karena itu, ayat 32 ini memerintahkan masyarakat untuk menghindari segala penyebab yang dapat mengantar ke arah perzinaan.

Menurut Quraish Shihab, perzinahan mengandung unsur pemborosan dan dapat menyebabkan pembunuhan akibat ketidakjelasan nasab anak. Dikutip dari jurnal QiST: Journal of Quran Tafseer Studies (2022), Yahya Fathur Rozy dan Andri Nirwana. AN menuliskan bahwa Quraish Shihab, mengutip pendapat Al-Biqa’i, mengatakan bahwasannya perzinahan itu mengandung unsur pemborosan.

Selain pemborosan, dampak negatif dari perzinahan, menurut Quraish Shihab, adalah pembunuhan akibat ketidakjelasan siapa ayah dari sang anak.

Quraish Shihab juga merujuk pada pendapat Sayyid Quthb yang menyatakan bahwa perzinahan mengandung pembunuhan dalam beberapa segi, seperti penempatan sperma yang tidak pada tempatnya yang dapat memicu aborsi atau penelantaran anak, serta tercampurnya keturunan yang menghilangkan kepercayaan dan merusak tatanan sosial.

Menghayalkan hal-hal seksual juga dikategorikan sebagai perbuatan yang mendekati zina. Menurut Quraish Shihab, semua ayat Al-Qur'an yang menggunakan kata "jangan mendekati" biasanya merupakan larangan mendekati sesuatu yang dapat merangsang jiwa atau nafsu untuk melakukannya, karena larangan semacam ini lebih efektif daripada larangan langsung terhadap perbuatan itu sendiri.

Persamaan dan Perbedaan Penafsiran "La Taqrabu al-Zina" dalam Tafsir Al-Azhar dan Tafsir Al-Mishbah

Penafsiran "La Taqrabu al-Zina" dalam Tafsir Al-Azhar dan Tafsir Al-Mishbah memiliki persamaan dan perbedaan, baik dari aspek metodologis maupun penafsiran itu sendiri.

Kedua tafsir ini sama-sama bercorak adabi ijtima'i dan menggunakan metode tahlili dalam penafsirannya. Dikutip dari jurnal QiST: Journal of Quran Tafseer Studies (2022), Yahya Fathur Rozy dan Andri Nirwana. AN menuliskan bahwa persamaan penafsiran La> Taqrabu> al-Zina> dalam Tafsir Al-Azhar dan Al-Mishbah dalam aspek metodologis yakni pada corak penelitiannya yang sama-sama adabi ijtima’i dan sama-sama menggunakan metode tahlili dalam penafsirannya.

Namun, terdapat perbedaan dalam sistematika penulisan dan sumber rujukan. Dalam aspek penafsiran, persamaan utama terletak pada dampak perzinaan yang berpotensi besar menyebabkan pengguguran janin.

Perbedaannya meliputi definisi zina (Hamka mendefinisikan, Quraish Shihab tidak), alasan larangan mendekati zina (Hamka menekankan syahwat manusia, Quraish Shihab pada rangsangan kuat perbuatan zina itu sendiri), dan contoh dampak negatif (Hamka lebih rinci dengan khalwat, film porno, pergaulan bebas, dll., sementara Quraish Shihab menyebutkan menghayalkan hal-hal seksual).

Penerapan Kandungan Surah Al-Isra Ayat 32 dalam Kehidupan Sehari-hari

Kandungan surah Al-Isra ayat 32 yang melarang mendekati zina memiliki implikasi besar dalam kehidupan sehari-hari umat Muslim. Ayat ini mendorong setiap individu untuk tidak hanya menjauhi perbuatan zina itu sendiri, tetapi juga segala bentuk perilaku, pikiran, dan lingkungan yang dapat menjadi pemicu atau jalan menuju perzinaan. Penerapan ayat ini membutuhkan kesadaran diri dan komitmen untuk menjaga kesucian.

Beberapa cara menerapkan kandungan ayat ini dalam kehidupan sehari-hari meliputi:

  1. Menjaga Pandangan: Menghindari melihat hal-hal yang dapat membangkitkan syahwat, seperti konten pornografi atau tayangan yang tidak senonoh.
  2. Menghindari Khalwat: Tidak berduaan dengan lawan jenis yang bukan mahram di tempat sepi, sebagaimana yang ditekankan dalam hadis Nabi SAW.
  3. Menjaga Pergaulan: Memilih lingkungan pergaulan yang sehat dan menjauhi pergaulan bebas yang dapat menjerumuskan pada maksiat.
  4. Berpakaian Sopan: Mengenakan pakaian yang menutup aurat dan tidak menimbulkan fitnah, baik bagi laki-laki maupun perempuan.
  5. Mengendalikan Nafsu: Melatih diri untuk mengendalikan hawa nafsu melalui puasa, memperbanyak ibadah, dan mengingat azab Allah.
  6. Menjaga Komunikasi: Berkomunikasi dengan lawan jenis secara profesional dan tidak berlebihan, menghindari percakapan yang mengarah pada hal-hal tidak senonoh.
  7. Mempercepat Pernikahan: Bagi yang sudah mampu, dianjurkan untuk segera menikah sebagai bentuk penjagaan diri dari perbuatan zina.
  8. Meningkatkan Keimanan: Memperkuat keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT agar selalu merasa diawasi dan takut akan dosa.
  9. Edukasi dan Sosialisasi: Memberikan pemahaman kepada keluarga dan masyarakat tentang bahaya zina dan pentingnya menjaga diri dari segala pemicunya.

Daftar Sumber

  • Anjani, I., & Shalihah. 2024. ANALISIS NAHYU DALAM AL-QUR’AN SURAH AL-ISRA’ AYAT 32 (Studi Tentang Larangan-Larangan Allah). JIS: JOURNAL ISLAMIC STUDIES, Volume 3, Nomor 1, hlm. 157-164.
  • Qur'an Kemenag. 2024. Al-Qur’an dan Terjemahan. Kementrian Agama RI.
  • Rozy, Yahya Fathur, & Nirwana. AN, Andri. 2022. PENAFSIRAN “LA TAQRABU AL- ZINA” DALAM QS. AL-ISRA’ AYAT 32 (STUDI KOMPARATIF ANTARA TAFSIR AL-AZHAR KARYA BUYA HAMKA DAN TAFSIR AL-MISHBAH KARYA M. QURAISH SHIHAB). QiST: Journal of Quran Tafseer Studies, Vol 1, Nomor 1, hlm. 65-77.
  • Ash-Shabuni, Muhammad Ali. 2001. Safwah al-Tafasir fi Al-Qur'an Al-Karim. Beirut: Da'r al-Fikr.

FAQ

Apa inti dari Surah Al-Isra ayat 32?

Inti dari Surah Al-Isra ayat 32 adalah larangan keras untuk mendekati perbuatan zina, bukan hanya larangan melakukan zina itu sendiri. Ayat ini menekankan pentingnya menjauhi segala hal yang dapat menjadi pemicu atau jalan menuju perzinaan, karena zina adalah perbuatan keji dan jalan terburuk.

Mengapa Allah melarang "mendekati" zina, bukan hanya "melakukan" zina?

Larangan "mendekati" zina memiliki makna yang lebih mendalam dan komprehensif. Ini bertujuan untuk mencegah umat Muslim dari segala bentuk "pemanasan" atau tindakan awal yang dapat membangkitkan syahwat dan menjerumuskan pada perbuatan zina, sejalan dengan kaidah sadd al-zara'i (menutup pintu kerusakan).

Apa saja contoh perbuatan yang termasuk "mendekati zina"?

Contoh perbuatan yang termasuk mendekati zina sangat beragam, seperti berduaan dengan lawan jenis yang bukan mahram (khalwat), menonton konten pornografi, pergaulan bebas, berpakaian tidak senonoh, atau bahkan menghayalkan hal-hal seksual yang terlarang.

Apa dampak negatif dari perbuatan zina menurut Surah Al-Isra ayat 32?

Menurut Surah Al-Isra ayat 32, zina adalah perbuatan keji yang membawa banyak kerusakan. Dampak negatifnya meliputi rusaknya garis keturunan, timbulnya kegoncangan sosial, terganggunya ketenangan rumah tangga, hancurnya hubungan suami istri, dan penyebaran penyakit kelamin berbahaya seperti sifilis dan AIDS.

Bagaimana hukum tajwid pada Surah Al-Isra ayat 32?

Surah Al-Isra ayat 32 mengandung beberapa hukum tajwid penting, antara lain Mad Thabi'i, Qalqalah Sughra, Alif Lam Syamsiyah, Mad Jaiz Munfashil, Ghunnah, Mad Silah Qasirah, Mad Wajib Muttasil, dan Mad Iwad. Memahami dan menerapkan hukum-hukum ini penting untuk pembacaan yang benar.

Apa makna "nahyu" dalam konteks Surah Al-Isra ayat 32?

Dalam konteks Surah Al-Isra ayat 32, "nahyu" berarti larangan atau pencegahan. Penggunaan bentuk insya' thalabi nahyi pada frasa "la taqrabu" menunjukkan perintah tegas dari Allah untuk meninggalkan perbuatan yang dilarang, dengan tujuan menjaga kemaslahatan individu dan masyarakat.

Bagaimana cara menghindari perbuatan mendekati zina dalam kehidupan sehari-hari?

Menghindari perbuatan mendekati zina dapat dilakukan dengan menjaga pandangan, menghindari khalwat, memilih lingkungan pergaulan yang sehat, berpakaian sopan, mengendalikan hawa nafsu, menjaga komunikasi dengan lawan jenis, serta memperkuat keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.

Read Entire Article
Fakta Dunia | Islamic |